Sunday, December 1, 2013

KONTROVERSI KRIMINALISASI KASUS DR.DEWA AYU

Pada Hari MOGOK NASIONAL para dokter pada tanggal 27 November kemarin, saya menulis postingan di FB. Saya kutipkan lagi status saya ya...

MOGOK NASIONAL DOKTER OBSGYN

melihat berita di televisi hari ini, aku malah berurai air mata...(dasar akunya cengeng).
gado-gado perasaan menjadi satu. 
Sedih, miris, jengkel, heran namun juga salut
Sedih dan miris dengan carut marut peraturan dan praktek hukum di negeri ini yang imbasnya sungguh luas
jengkel bahwa bidang medis sudah diintervensi
kudengar kronologi dan bagaimana dokter terpidana itu diperlakukan dengan tidak manusiawi
hingga wajar organisasi profesi membuat barisan untuk advokasi
heran dengan lambatnya respon antisipasi pihak terkait
salut dengan kekompakan mereka yang tak lagi tergiur materi (....paling tidak untuk hari ini)
jika apoteker yang mendapat perlakuan serupa, apakah IAI juga akan sekompak IDI?

walaupun muncul banyak kontroversi
dan tak sedikit yang memaki-maki tentang arogansi profesi 
namun harus disadari, dokter juga manusia
mereka telah banyak memberi
mereka tetap mungkin keliru
mereka tetap mungkin salah
namun tak selayaknya dokter menjadi korban diskriminasi
apalagi dalam bingkai konflik antar profesi

ayo mari menilai dengan adil
semoga semua profesi dihargai
diperlakukan dengan manusiawi
dan semua sama kedudukannya dihadapan hukum

Saya pribadi:

Dukung perjuangan keadilan untuk dokter dan tenaga medis
dukung perjuangan hak-hak pasien

 

Status diatas saya maksudkan untuk empati pada dua belah fihak. Dokter dan Masyarakat. Eh tidak tahunya, postingan itu menjadi bahan diskusi seru yang sedikit membuat saya berkerut-kerut di dahi (emang sudah berkerut kali ya).
Nah ada yang menarik, komentar dan tanggapan rekan saya Dr. Zacky Arda Sp.OG. yang kemudian saya kutip di bawah ini. Sekedar melihat masalah ini dari sudut pandang para dokter. Maksud saya biar kita yang tidak begitu mengerti kasusnya, dapat sedikit memahami, seluk dan beluk perseteruan itu. 
Kita semua sepakat, resiko kematian ibu maupun bayi sebisa mungkin dihindarkan. Dalam hal ini saya kira dokter, pasien maupun pemerintah sepakat. Karena alasan itulah hadirnya para dokter dalam persalinan. Namun kasus ini menjadi bahan pembelajaran yang luar biasa bagi semua fihak. Hendaknya semua fihak bersikap arif bijaksana agar tidak semakin banyak energi, uang bahkan nyawa yang mubadzir karena bertele-telenya kasus ini. 
Semoga keadilan dan kearifan bertemu dan melegakan banyak fihak. Masyarakat butuh dokter dan dokter butuh masyarakat. Mari saling menghormati, menghargai, bersinergi dan melengkapi.

Dr. Zacky Arda, Sp.OG.
Jadi selamat menyimak penuturan Dr. Zacky Arda Sp.OG berikut ini:

Assalamualaikum wr.wb.
Apapun profesi harus dihargai....dokter adalah salah satu profesi yg mulia.... Saya sendiri salah satu praktisi medis mengalami sendiri pengorbanan yg besar untuk dapat pengakuan menjadi salah satu dokter spesialis. Dari biaya pendidikan yg besar sampai pengorbanan waktu utk keluarga (bahkan saya tidak bisa mendampingi ayah saya yang sakit dan masuk ICU untuk kewajiban dokter yg bernama "pengabdian").

Percayalah seorang dokter yg sudah disumpah tidak ada keinginan untuk mencelakai pasien. Kadang bagi saya ucapan terima kasih dan senyuman bahagia dari pasien dan keluarga dari yg kita tolong lebih membuat saya bahagia drpd jasa medis yg saya dapat. Kami para dokter tidak pernah mendapat pujian ketika berhasil menyelamatkan jiwa seseorang...dan kami memang tidak mengharapkan itu. Tp mohon pengertian dari masyarakat bahwa kami juga ada keterbatasan...karena kami juga manusia. Tapi mohon jangan kriminalisasi dokter karena gagal dalam menangani kasus medis....apalagi dimasukan pasal pembunuhan. Karena kontrak yg dokter lakukan dng pasien adalah upaya bukan hasil akhir.

Bila memang pemerintah tidak menghargai keberadaan dokter...mungkin dng tidak adanya kami para dokter walau hanya sehari bisa membuat pemerintah lebih menghargai kami.
Berikut saya kutipkan Isi sumpah dokter,



Demi Allah, saya bersumpah bahwa :

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;
Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya;
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan ber­moral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya;

Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerja­an saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter;
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran;
Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan;
Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial;
Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan ke­dokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;

Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan memper­taruhkan kehormatan diri saya.



Begitulah sumpah kami para dokter.
Efek jangka panjang masalah kriminalisasi....yang dinamakan "defensive medicine" yang artinya dokter akan super berhati-hati agar tidak di tuntut saat upaya penyembuhan yg dilakukannya tidak diijinkan Tuhan berhasil.

Contoh :
Bila Anda sakit Batuk pilek, dokter tidak akan memberi obat terlebih dahulu....
Yg akan dilakukan dokter adalah
1. Melakukan tes laborat dan swab tenggorokan.
2. Setelah itu akan dilakukan kultur bakteri dan virus dari swab dan darah anda.
3. Setelah itu akan dilakukan uji sensitifitas obat thd bakteri/virus.
4. Sebelum memberi obat, dokter masih harus melakukan uji alergi obat yg akan diberikan thd
tubuh anda.
5. Bila semua aman, akan disahkan dihadapan pengacara dan keluarga.
6. Bila semua setuju, uji lab lengkap, uji obat lengkap.... Akhirnya obat diberikan ke Anda.
7. Sudah selesai? Belum....
8. Selama pengobatan akan dilakukan uji kadar obat dalam darah Anda dan uji bakteri setiap hari!
9. Setelah selesai pengobatan akan dilakukan uji lab lagi untuk memastikan apakah anda sdah
terbebas dari penyakit.
Nah dengan prosedur panjang itu..... Batuk pilek bisa sampai JUAL RUMAH! dan 1 bulan baru diobati!
Ya saya tidak menutup Mata ada dokter yang menyalah gunakan jabatannya....contohnya melakukan aborsi ilegal (sudah ada contoh spog di Cilacap yg ditangkap). Pada kasus seperti itu,  maka kita semua tidak akan mempermasalahkan hal itu karena memang bersalah. Tapi yg kasus terhadap dr.Ayu adalah sesuatu tindakan kriminalisasi.....karena sudah di selidiki oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran yang isinya dokter konsultan ahli dan memang tidak ada ditemukan adanya kelalaian...dan di pengadilan negri dan tinggi sudah diputus bebas penuh. Tapi bisa dikasasi di MA...kan aneh....harusnya kalo bebas murni kan tidak bisa di kasasi.


Berikut ini beberapa poin penting yang menjadi perdebatan soal ada atau tidak malpraktek dalam kasus dokter Ayu:
1. Pemeriksaan jantung baru dilakukan setelah operasi.
Menurut dr. Januar, pengurus Ikatan Dokter Indonesia, operasi yang dilakukan terhadap Siska, tak memerlukan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan jantung. "Operasinya bersifat darurat, cepat, dan segera. Karena jika tidak dilakukan, bayi dan pasien pasti meninggal," ucap dokter kandungan ini.
2. Penyebab kematian masuknya udara ke bilik kanan jantung. Ini karena saat pemberian obat atau infus karena komplikasi persalinan.
Menurut O.C. Kaligis, pengacara Ayu, putusan Mahkamah Agung tak berdasar. Dalam persidangan di pengadilan negeri, kata Kaligis, sudah dihadirkan saksi ahli kedokteran yang menyatakan Ayu dan dua rekannya tak melakukan kesalahan prosedural. Para saksi itu antara lain Reggy ­Lefran, dokter kepala bagian jantung Rumah Sakit Profesor Kandou Malalayang; Murhady Saleh, dokter spesialis obygin Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta; dan dokter forensik Johanis.
Dalam sidang itu, misalnya, dokter forensik Johanis menyatakan hasil visum et repertum emboli yang menyebabkan pasien meninggal BUKAN karena hasil operasi. Kasus itu, kata dia, jarang terjadi dan tidak dapat diantisipasi.
Para ahli itu juga menyebutkan Ayu, Hendry, dan Hendy telah menjalani sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran pada 24 Februari 2011.
Hasil sidang menyatakan ketiganya telah melakukan operasi sesuai dengan prosedur. (Baca juga: MKEK Pusat Sebut dr. Ayu Tidak Melanggar Etik)
3. Terdakwa tidak punya kompetensi operasi karena hanya residence atau mahasiswa dokter spesialis dan tak punya surat izin praktek (SIP)
Ketua Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr. Nurdadi, SPOG dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi mengatakan tidak benar mereka tidak memiliki kompetensi. "Mereka memiiki kompetensi. Pendidikan kedokteran adalah pendidikan berjenjang. Bukan orang yang tak bisa operasi dibiarkan melakukan operasi," katanya.
Soal surat izin praktek juga dibantah. Semua mahasiswa kedokteran spesialis yang berpraktek di rumah sakit memiliki izin. Kalau tidak, mana mungkin rumah sakit pendidikan seperti di RS Cipto Mangunkusumo mau mempekerjakan para dokter itu.
4. Terjadi pembiaran pasien selama delapan jam.
Menurut Januar, pengurus Ikatan Dokter Indonesia, saat menerima pasien Siska, Ayu telah memeriksa dan memperkirakan pasien tersebut bisa melahirkan secara normal. Namun, hingga pukul 18.00, ternyata hal itu tak terjadi. "Sehingga diputuskan operasi," ujar Januar.
Sesuai prosedur kedokteran saat air ketuban pecah, biasanya dokter akan menunggu pembukaan leher rahim lengkap sebelum bayi dilahirkan secara normal. Untuk mencapai pembukaan lengkap, pembukaan 10, butuh waktu yang berbeda-beda untuk tiap pasien. Bisa cepat bisa berjam-jam. Menunggu pembukaan lengkap itulah yang dilakukan dokter Ayu.

Tentang tanda tangan Bukan pemalsuan....sering pasien dimintai tanda tangan persetujuan dalam keadaan nyeri persalinan dan posisi tiduran...tentu tanda tangan berbeda saat sedang sehat. Selain itu sering didapatkan pada pasien dng pendidikan yg kurang mereka tdk bisa ttd, hanya Asal coret aja.....besoknya dimintai ttd udah Beda bentuknya lagi...saya mengalami sendiri.
Dan maaf memang kadang sebagai dokter melihat pasien dng keadaan gawat insting kita adalah menolong terlebih dahulu baru memikirkan urusan perizinan.....apakah mau misalnya suatu saat ada seseorang yg kecelakaan di jalan sendirian Tanpa identitas dan masuk UGD Tanpa ada keluarga yg bisa dihubungi Maka dokter tdk Boleh melakukan tindakan apapun dng alasan blm ada tanda tangan dan persetujuan?

Apakah mau misal keluarga kita sakit gawat dan harus ditangani segera malah dokternya sibuk menjelaskan di depan keluarga Ttg prosedur yg Akan dilakukan, tekniknya, resiko, komplikasi, trus di lanjutkan perjanjian di surat bermaterai disaksikan notaris? Tahukah Anda semua tindakan medis resikonya adalah sampai kematian.....sesederhana minum obat pil saja kalau memang ada alergi bisa memicu syok anafilaktik yg menyebabkan kematian? dan itu tdk bisa di prediksi....apa perlu dokter menjelaskan bahwa semua tindakan akan menyebabkan kematian? Trus tanda tangan di surat bermaterai?
Memang dokter bukan seorang yang Tanpa salah atau lalai....karena memang dokter juga manusia....tapi satu hal yg pasti Bagi para dokter yg memegang teguh sumpahnya adalah DOKTER TIDAK ADA NIATAN SEDIKITPUN UNTUK MENCELAKAI PASIENNYA.

Yang disebutkan forensik adalah ketidaksesuaian ttd....bukan dibilang dipalsu....masalah ini saya tidak tau apakah benar memalsu atau tidak. Tapi yg pasti adalah ttd bukan penyebab pasien meninggal. Tapi emboli paru yg tidak bisa diprediksikan secara medis fatal.
Jika memang kesalahan dokter karena masalah administratif surat menyurat ya sebaiknya hukuman dengan yang administratif misal penundaan surat Izin prakteknya....bukan dikriminalisasikan dengan pasal pembunuhan akibat kelalaian dan dipenjara....itu saja...
Jika memang dokter melakukan kelalaian yang tidak sesuai Standart pelayanan medis misal aborsi ilegal, ketinggalan gunting dalam perut setelah operasi, salah amputasi yg harusnya kanan tapi kiri. Bahkan ada dokter yang tertangkap karena pakai narkoba, itu layak di hukum.....dan tidak ada dokter yg protes dan sudah ada dokter di adili oleh karena itu. Jadi bukan Berarti dokter kebal hukum. Tapi kalo memang kematian disebabkan oleh sesuatu yg tidak bisa diprediksikan Secara medis dan fatal walau sudah dilakukan tindakan medis sesuai Standart dan tetap dihukum....itu yg bikin dokter seluruh indonesia protes.
Saya coba intisarikan saja hasil dialog Deddy Corbuzier dengan beberapa narasumber yaitu Ibu korban, dr Nurdadi SpOG selaku ketua POGI, ketua YLKI dan ketua YKKPI berikut ini.

1. Ketika ditanya pertama kali oleh Deddy apakah ibu korban menandatangani surat persetujuan operasi, sang ibu menjawab tidak. Ketika ditanya kedua kali oleh Dedy apakah dia menandatangani surat tersebut, akhirnya ibu korban mengaku menandatangani, tetapi katanya dia tidak membaca isinya. Dan mungkin hanya Tuhan yang tahu, apa jawaban Ibu tersebut apabila ditanya untuk yang ketiga kalinya... (Good job Deddy, harusnya jadi penyidik aja deh)

2. Ini yang menjadi pertanyaan saya. Kenapa tidak mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan malah memilih mogok. Ternyata PK sudah diajukan semenjak berbulan-bulan yang lalu. Tetapi prosesnya dinilai berbelit-belit dan akhirnya malah tidak digubris sama sekali. Padahal adalah hak setiap warga negara untuk mengajukan PK. Jadi tuntutan mogok adalah supaya dr Ayu dkk bisa diberikan izin untuk PK, bukan untuk langsung dibebaskan dari hukuman atau malah dikebalhukumkan.

3. Ternyata kendala yang banyak luput dari pemberitaan adalah di sistem administrasi. Misal, keluarga pasien diminta membeli obat untuk operasi, tetapi karena uang tidak cukup, akhirnya dilakukan negosiasi , obat bisa diambil dulu dan uang menyusul. Tapi ternyata itu membuang waktu yang sangat berharga.

4. Hasil otopsi menyatakan bahwa penyebab kematian adalah emboli yang merupakan kasus yang sangat jarang, tidak bisa diprediksi, dan bersifat fatal. Hasil otopsi ini membuat dr Ayu dkk dibebaskan karena dianggap tidak bersalah oleh Komite Kode Etik Kedokteran dan pengadilan negeri Manado. Tapi hakim MA memutuskan bersalah atas dasar tidak ada pemberitahuan kepada pihak keluarga dan tidak adanya surat persetujuan, yang akhirnya terbantahkan oleh pengakuan ibu korban via telepon.

5. Pelanggaran yang bersifat administratif seperti belum adanya surat izin praktek, seharusnya tidak dimasukkan ke hukum pidana, tapi diberikan sangsi administratif juga. Seperti dicabut izin prakteknya, tidak boleh praktek dalam jangka waktu tertentu, atau disuruh sekolah lagi.

6. Pembuatan surat izin praktek bagi residen dibuat secara kolektif oleh institusi pendidikan dan kemungkinan waktu itu belum beres, tapi rumah sakit sudah membutuhkan tenaga dokter tersebut. Jadi kesalahan ada di Institusi Pendidikan.
Demikian tanggapan dan penjelasan dari saya.
Wassalamu’alaikum wr wb.


Para pembaca jangan salah faham ya dengan postingan ini. Saya sekedar menyajikan data dan sudut pandang seorang dokter. Jika ada pembaca yang lawyer atau fihak lain yang juga punya sudut pandang, boleh komen dengan sopan dan santun...ahai. 
Atau kalau butuh yang panjang bikin saja postingan sendiri...hihihi.

Sebagai penutup, inilah postingan saya esok harinya tgl 28 November 2013.

Kadang ada postingan yang dimaksudkan sebagai empati...hehey malah jadi kontroversi. 
begitulah dunia. 
selalu ada dinamika
selalu ada pelangi
selalu ada sudut pandang

jangan mengira semua selalu sama
jangan mengira semua selalu setuju

perbedaan adalah hasanah kekayaan yang mendewasakan


Selamat merenung...
gambar-gambar saya pinjam dari google

9 comments:

  1. bisa dipahami konten protesnya, tapiteknisnya.. engh.. nggak ada cara lain, selain mogok.. eh, tafakur itu ya..?
    smoga ini menjadi pembelajaran dan mendewasakan semua pihak.

    ReplyDelete
  2. Aku pun begitu, Mak. Pengennya tidak memihak mana pun. Yang jelas, inginnya semua berjalan baik. Dan tidak ada demo-demo semacam kemaren lagi. Kasian para pasen....

    ReplyDelete
  3. aku br aja dr blog dr.meta mak,,kurang lebih isinya sama,,smoga kedua pihak mndapat pencerahan dn segera selesai urusannya ya mak :)

    ReplyDelete
  4. iya saya juga sama, inginnya keadilan itu merata dan sesuai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, namun melihat berita2 di TV kok saya miris sekali ya ada yg mau periksa jantung jauh2 dari kampung eh ternyata dokternya sedang mogok (saya bisa merasakan nyeseknya, karna ayah saya juga pernah sakit jantung), minimal sih kalau dokternya ada dua, ya yg satu jaga gitu, kalo cuma satu2nya, ya bentuk solidaritasnya lewat yg lain gitu.. :)
    Maaf kalo ada kata2 yg menyinggung.. :)

    ReplyDelete
  5. emak-emak yang cerdas, makasih kunjungan dan komennya. tentang demo, kali-kali selama ini ternyata semua kalangan rindu demo, pengin merasakan panas terik dan long march...jadi sekarang alasan apapun bisa jadi sebab demo. saya bilang sama teman dokter, demonya sebentar saja, trus balik ke RS, jangan seharian...

    ReplyDelete
  6. Kebayang susahnya jadi dokter ya, risikonya nyawa. Tapi harus ada dokter kandungan perempuan buat kita-kita juga.

    ReplyDelete
  7. Aku sering denger selentingan yang bikin parno tentang dokter, mak. Tapi pas lihat berita ini, jujur akku simpati sama mereka. Pengalamanku waktu masuk rumah sakit tahun kemarin dapat perlakuan yang menenangkan, padahal aku pasien kelas festival alias kelas ekonomi lho :).

    Saya ga ngerti apa itu emboli dan aneka prosedur kedokteran lainnya. Di sisi lain saya ga mau ikut-ikutan membully dokter atau menyudutkan pasien, who knows apa yang terjadi, kan?

    Semoga kita di Indonesia ini lebih bijak dan arif menilai kasus seperti ini, ya, mak.

    ReplyDelete
  8. ya mak. dokter juga manusia...makasih ya kunjungannya

    ReplyDelete