Tuesday, January 7, 2014

WONG mBANTUL KE SINGAPURA (BAGIAN 4)




Membuat catatan perjalanan, jika tidak disegerakan akan terlupa. Apalagi jika tidak memiliki sedikit note dari peristiwa pentingnya. Maka kusempatkan disela mata buramku pagi ini untuk menuangkan edisi terakhir rangkaian perjalanan ke Singapura dan Johor. Mungkin orang lain tidak seperti saya yang pelupa ini dan tetap bisa membangkitkan ingatan setelah tertunda. Menunda, ah itu situasi yang kutakutkan.

Kembali pada hari Sabtu pagi di Singapura. Kami sarapan di apartemen mas Damar. Makan nasi berlauk sayur cah dan nugget masakan Mbak Dewi. Rasanya lezaat sekali jauh dari rumah dan makan masakan Indonesia. Apalagi cah nya tidak terlalu asin, jadi tidak membahayakan tensiku.


Pagi ini ada peristiwa unik yang layak diketahui terutama oleh orang gaptek seperti saya. Sejak tiba di Changi International Airport, saya mencoba menghidupkan hp dan BB. Olala. Hp langsung berbunyi berkali-kali...banyak pesan masuk. Tet tet tet...lalu diam. Hmm rupanya kehabisan pulsa. Setiap terima sms, konon kena roaming hingga Rp.3000. Saya tidak tahu persisnya. Sejak pulsa habis, otomatis tidak dapat menerima sms. Tamat dah.

Gantian tengok BB. Olala lagi...BB kok juga tidak aktif. Ternyata ada prosedur untuk aktivasi di negara lain. Otomatis twitter, fb dan email juga ikut tamat. Saya sedikit kelabakan karena selama ini mengandalkan twitter, fb dan email untuk berkomunikasi dengan panitia lokal di Johor. 

Alhamdulillah saat di Bandara Changi, begitu keluar langsung dikenali oleh Mas Damar, jadi tidak perlu memakai hp. Mungkin benar kata suamiku, dimanapun kita akan mudah dikenali oleh teman-teman, tak perlu pakai papan tulisan seperti para penyambut tamu yang belum dikenal.

Sabtu pagi ini saya meminjam laptop Mas Damar yang memakai modem, karena fasilitas wifi tetep tidak bisa diakses oleh nomer asing. Hp android milik suamikupun pada awalnya kesulitan. 

Saya mencoba membuka fb. Ternyata terblokir untuk sementara. Lalu google menuntun untuk membuka dengan beberapa pertanyaan atau foto, sayangnya saya tidak berani menerima tantangan itu. Bayangkan saja disuruh menebak foto orang lagi pada outbond, ya...meneketehek! Jadi gagal deh.

Begitulah pengetahuan baru bagiku, bahwa kita tidak bisa sembarangan membuka fb kita sendiri di negara lain. Kita justru dicurigai sebagai hacker lantaran mlakukan hal yang tak biasa. Kelak kemudian hari, saya baru bisa membuka di PC rumah sendiri di Jogjakarta setelah menerima email google laporan upaya pembobolan (oleh diriku sendiri) dari Singapura haha...bahkan akhirnya ganti password!

Begitulah utak-atik laptop pagi ini gagal. Yang membuatku sedikit sedih adalah karena saya sedang memulai Grup Kelas Menulis di FB. Banyak yang harus segera saya respon sebagai admin. Ya sementara puasa dumay dulu. Hikmahnya mungkin agar saya bisa lebih banyak mengamati dan menyimak setiap peristiwa.

Setelah sarapan, kami bersiap berangkat menuju Kampong Glam, wisata religi menengok Masjid dan Istana Sultan. Kami naik bus, lalu MRT dan berjalan kaki tak begitu jauh sudah sampai kampung Glam tempat situs warisan budaya itu. 

Banyak wisatawan yang mengunjungi kampung Glam. Kawasan wisata ini ditata cukup apik dan nyaman untuk berjalan kaki menikmati suasana dan beberapa bangunan bersejarah.

Bangunan utamanya adalah Masjid Sultan yang merupakan masjid pertama yang dibangun di republik itu. Hingga kini, masjid bersejarah itu masih menjadi daya tarik utama bagi wisatawan asing yang datang ke Singapura.
Sedikit saya kutipkan riwayat masjid ini ya.



Struktur awal masjid ini dibangun sekitar 1826 oleh masyarakat Jawa yang kebanyakan pedagang awal di Singapura, yang menjalankan aktivitas perdagangan dengan masyarakat ArabBoyan dan Bugis sebelum kedatangan saudagar Tionghoa. Bangunan masjid itu menjadi tempat tinggal atau kawasan permukiman awal beberapa etnik masyarakat Indonesia.

Kemudian pada 1920-an ia dibangun kembali seperti sekarang. Dan kini ia telah direnovasi dan ditetapkan sebagai produk pariwisata Singapura. Nama asli jalan-jalan berdekatan masjid tersebut seperti Kandahar Street, Baghdad Street,  Arab Street dan Bussorah Street masih diabadikan.

Ketika Singapura diserahkan ke Inggris pada tahun 1819, Temenggong Abdul Rahman, penguasa di Pulau Singapura kala itu dan Sultan Hussain Shah dari Johor yang merupakan pemilik pulau Singapura kala, mendapatkan sedikit keistimewaan dari Inggris sebagai ganti dari penyerahan kekuasaan mereka atas Singapura kepada Inggris ketika Thomas Stanford Rafles mendirikan negara Singapura.



Sir Stamford Raffles memberi Tumenggung dan Sultan tunjangan hidup tahunan dan hak atas Kampong Glam bagi tempat tinggal mereka. Daerah Kampung Glam juga di alokasikan bagi orang orang melayu dan muslim. Sultan Husein membangun sebuah istana di sana dan membawa semua keluarga dan semua pengikutnya dari kepulauan Riau. Banyak pengikut sultan dan temenggung yang memang berasal dari Riau, Malaka dan Sumatera yang kemudian datang dan menetap di Kampung Glam.


Sultan Hussain yang kemudian memutuskan untuk membangun masjid untuk menyelaraskan jabatannya sebagai Sultan. Masjid tersebut dibangun tak jauh dari Istananya dimulai pada 1824 hingga 1826. Bangunan masjid yang pertama dibangun berbentuk masjid tradisional nusantara dengan atap limas bersusun tiga. Dana pembangunan masjid tersebut berasal dari sumbangan East India Company sebesar $3000 dolar dan donasi dari jemaah muslim setempat.

Pengelolaan masjid dikepalai oleh Alauddin Shah, cucu Sultan Hussain hingga tahun 1879. ketika Alaudin Shan Wafat kepengurusan masjid di lanjutkan oleh lima pimpinan komunitas muslim disana. Tahun 1914 hak guna lahan masjid diperpanjang lagi oleh pemerintah Inggris di Singapura untuk masa 999 tahun dimulai dari tahun 1914.

Saat itu juga dibentuk kepengurusan masjid yang baru atau disebut trustees dengan dua perwakilan dari masing masing faksi komunitas muslim di Singapura yang terdiri dari Melayu, Jawa, Bugis, Arab, Tamil dan India Utara untuk merepresentasikan keberagaman komunitas muslim di Singapura.

Di tahun 1900an Singapura sudah menjadi pusat perdagangan Islam, Masjid Sultan kemudian sudah tak mampu lagi menampung jemaah yang terus berkembang pesat. Di tahun 1924, memperingati seratus tahun berdirinya masjid tersebut. Pengurus masjid atau trustees menyetujui sebuah rencana untuk mendirikan masjid baru yang lebih besar menggantikan bangunan masjid lama di lokasi yang sama.

Arsitek Denis Santry dari Swan and Maclaren yang merancang masjid baru tersebut untuk dibangun di atas lahan masjid lama dan lahan tambahan dari keluarga kerajaan. Seluruh pembiayaan juga di tanggung keluarga Sultan dengan kontribusi dari komunitas muslim 

Singapura kala itu termasuk sumbangan botol kaca hijau hijau dari kaum miskin ketika itu. Botol-botol yang kemudian di jadikan ornamen bawah kubah masjid. Arsitek Denis Santry mengadopsi gaya Sarasenik atau gaya Gotik Mughal lengkap dengan menara menggantikan masjid lama yang berarsitektur Indonesia pada masjid sebelumnya. Pembangunan masjid baru tersebut selesai dikerjakan tahun 1928. Perbaikan dilakukan tahun 1960 untuk memperbaikan ruang utama masjid dan tahun 1993 masjid Sultan Singapura dilengkapi dengan Auditorium dan aula serbaguna.

Hingga kini masjid sultan Singapura masid berdiri kokoh di tempat dimana dia pertama kali didirikan, menjadi salah satu masjid tetua dan terbesar di Singapura dengan daya tampung mencapai 5000 jemaah. Masjid Sultan Singpaura kemudian mendapatkan pengakuan dari pemerintah Republik Singapura para tanggal 14 Maret 1975 sebagai national monument. Dan statusnya pun kini dimiliki dan dikelola oleh Majlis Ulama Islam Singapura (MUIS).

Informasi ini saya kutip dari sini.

 

Para pengunjung yang ingin berziyarah memasuki kawasan masjid, diwajibkan mengenakan pakaian yang sopan. Jadi para bule dipinjami gamis ala arab. Lucu juga melihat para bule bergamis warna abu-abu atau coklat.

Di seputar masjid banyak toko suvenir dan kafe, saya membeli beberapa macam oleh-oleh lalu duduk minum air kelapa sambil melepas lelah. Pedagang air kelapa muda itu serius sekali mengiklankan dagangannya, ia memasang tulisan tentang khasiat air kelapa muda ini. 

Lucunya, kelapa muda ini dimasukkan di kulkas utuh, jadi terasa sedingin es hingga sabutnya. Kalau di tanah air biasanya ditambahkan es dan pemanis. Ini tidak, air saja yang dingin dan segar. Sedikit terkejut ketika membayar karena harganya cukup mahal.

Kami juga mengunjungi pusat budaya yang bersebelahan dengan masjid, namun hanya menengok di halaman saja karena sedang tidak dibuka.
Setelah puas foto-foto, kami pergi makan siang di warung makan India muslim yang tak jauh dari lokasi masjid. Warungnya sangat ramai sekalipun pilihan menunya tidak banyak.

 

Ini hari terakhir kami di Singapura, setelah mengisi perut, kami memesan taksi menuju Johor. Berpisah dengan mbak Dewi, Hanif dan mas Damar yang telah menemani kami selama dua hari, rasanya terharu. Semoga jasa dan kebaikan mereka mendapat balasan yang baik. Kami berpesan untuk saling mengunjungi lagi. Kulambaikan tangan untuk hanif dan ayah ibunya. Selamat tinggal Singapura.

Sebenarnyalah hingga kami berangkat, kontak dengan panitia Johor masih terputus. Kami masih saja belum tahu alamat tujuan kami di Johor. Nekat saja kami antri naik taksi ke Johor. Taksi hanya mau berangkat saat yang naik 4 orang, maka kami barengan dengan sepasang suami istri yang telah berumur. Sepanjang perjalanan, hening karena ibu paruh baya ini cuma tidur. Lalu sayapun ikut tidur. (Tamat)


6 comments:

  1. wah jadi pengen jalan2 kayak mba ida juga deh..

    ReplyDelete
  2. ayo mak fitri...jalan-jalan bareng...

    ReplyDelete
  3. ternyata di sana masjidnya megah sekali

    ReplyDelete
  4. Usianya sudah 200 tahun. dulu warna Islam melayu kental. terimakasih kunjungannya Joe

    ReplyDelete
  5. Masjidnya bener-bener baguuuuus yah Mbak :)

    ReplyDelete
  6. betul Oci YM. versi renov ini hampir berusia 100 tahun...

    ReplyDelete