Sunday, July 26, 2015

Kesudahan

Kesudahan
Saat muda, dengan kecantikan, ketampanan dan kebugaran yang prima, jangan pernah lalai.
Jangan pernah lalai bahwa kelak engkau akan menua, cepat atau lambat.
Seorang lelaki muda, cerdas dan pernah membanggakan keluarganya dengan pekerjaannya yang mengharuskannya keliling dunia, mengalami stroke pada usia belum 35 thn. Ia terkena stroke saat tugas di Perancis. Dibawa pulang dalam keadaan lumpuh separuh.
Kini, istrinyalah yang banting tulang menegakkan dapur rumah tangga dan biaya pengobatan suaminya.
Manusia tak pernah tahu, kesudahan hidupnya. Apakah selamanya akan berjaya, ataukah Allah ujikan dengan sakit dan kebangkrutan.
Maka aset kebaikan pada pasangan adalah kemestian.
Siapa lagi, yang akan rela menghabiskan sisa waktu mengurus suami yang sakit, atau istri yang tak berdaya, jika bukan seseorang yang memiliki ketulusan cinta?
Jika selama ini anda melalaikan, mengabaikan atau bahkan mendzolimi pasangan, maka bertaubatlah. Rajut kembali ketulusan cinta.
Semoga Allah kekalkan sakinah, selamanya.


Kesudahan 2
Lelaki tua itu memaki-maki. Dan memang itulah kesehariannya. Ia menderita penyusutan otak yang menyebabkan karakternya berubah 180°.
Dulu, ia adalah suami yang baik, sebagaimana lelaki kebanyakan. Semenjak menua dan menderita sakit, ia berubah menjadi pemarah dan pelupa.
Kadang ia marah pada seluruh penghuni rumah karena sarungnya basah. Tak menyadari, bahwa ialah yang telah membasahi sarungnya sendiri, dengan air kecing yang tak dapat ditahannya.
Terkadang ia lupa pada istrinya dan mengusirnya. Bahkan menguncinya di luar rumah, karena dianggapnya orang asing.
Tak ada lagi yang benar, atas apapun yang dilakukan orang-orang di rumahnya. Ia lalui harinya dengan kemarahan demi kemarahan.
Sejauh ini, istrinya yang sudah setua dia pula, adalah perempuan surga dengan sabar yang tak berbatas.
Ia tak marah sekalipun cacian adalah sajian harian. Sekalipun terkadang diusir dan disia-siakan. Ia sungguh menyadari, bahwa suaminya sedang sakit. Ia layani semua keperluan suaminya, permintaan makan yang beraneka dan kadang menyulitkan. Permintaan ini itu yang belum tentu bisa menyenangkan. Bahkan nyaris tak pernah memuaskan.
Lelaki itu, sudah kehabisan kegembiraan. Ia tak bisa lagi tertawa, apalah lagi melucu.
Rasa sakit yang dideritanya membuatnya bagai putus asa. Kehilangan ingatan pada banyak hal, juga menjadi tekanan jiwanya.
Kadang lelaki tua itu tersadar, meminta maaf dan sedikit melunak. Tapi hanya sebentar. Selebihnya, perangai kasar seolah bagian dari pribadinya.
Orang lain yang menyaksikan pasangan unik ini, kadang membatin atau berkomentar.
"Kalau aku jadi istrinya, kutinggalkan saja suami tak tahu diri itu."
"Ibu itu sungguh sabar mendampingi suaminya yang temperamental"
Bla..bla...bla...
Namun perempuan itu, tak pernah menggubris apa kata orang. Suaminya adalah suaminya. Selamanya suaminya dan ayah dari anak-anaknya. Sekalipun anak-anakpun sudah lelah meladeni sang ayah.
Ia tetap setia dan bersabar menemani suaminya. Dulu, pernah mereka jalani bersama tahun-tahun yang indah. Saat suaminya adalah ayah dan suami yang penyayang. Maka, kini ia terima pula, saat suaminya berubah menjadi sulit.
Cinta dan sayang perempuan tua itu, terlalu mulia untuk luntur karena keadaan. Kesejatian persahabatan mereka, teruji hingga situasi seberat ini.
Anda para lelaki, selalu ingatlah untuk menyayangi istri, selagi anda bisa. Tak pernah anda tahu, kesudahan apa yang menanti di ujung sana.
Dan kelak, siapakah yang akan rela meladeni jika pikun dan sakit datang mendera?
Persahabatan dalam sakinah, mawaddah wa rahmah, mari kita untai dalam hari-hari bersama pasangan. Berikan yang terbaik dan jangan kecewakan.
Jangan kecewakan.
Karena kita tidak tahu, apa kesudahan hari esok, di dunia maupun di akhirat.
Marii sebelum terlambat.
Kesudahan 3
Perempuan paruh baya itu, berteriak histeris. Itulah kejadian berulang jika ia kambuh. Suaminya menatapnya dengan sabar. Anak-anaknya sudah maklum. Tetangganyapun, sama mengetahui.
Perempuan itu, dulunya seorang ibu dan istri yang baik. Entah guncangan jiwa macam apa yang menjadi sebab, hingga sekarang terkadang hilang ingatan.
Berbagai pengobatan terus dilakukan, namun kesehatan mentalnya pasang surut tak menentu.
"Ceraikan saja istrimu!"
Sudah sering kedua telinga lelaki itu, mendengar ungkapan serupa. Dari keluarganya, tetangga dan teman-teman.
Namun ia tak bergeming. Istrinya adalah istrinya. Selamanya istrinya dan ibu anak-anaknya. Antara cinta, sayang dan kasihan, tak lagi bisa dibedakan.
"Jika kuceraikan, siapa yang rela mengurusinya?" Jawabnya tanpa gamang, "saya pernah bersamanya di waktu sehat, dan akan tetap bersamanya, di masa sakitnya."
Titik.
Tak pernah sedikitpun ia berfikir untuk menceraikan istrinya.
" Bagaimana jika poligami?"
Sebagai pejabat publik, lingkungan telah menuntut untuk istrinya juga mendampingi dan berkontribusi.
"Anda masih muda, tampan dan berkedudukan. Tentu banyak yang bersedia menjadi istri ke dua."
Lelaki itu menggeleng kuat-kuat.
"Menikah lagi, hanya akan melukai jiwanya. Tentu menambah parah sakitnya."
Menangis aku mendengar kisah itu. Perempuan itu, mendapat pasangan surga, dalam ujian yang diterimanya.
Orang lain mencapnya gila, tak waras. Tapi anak dan suaminya, tetap menyayanginya dan memperlakukannya dengan baik.
Dan aku merenung, berapa banyak keluarga yang mulia seperti itu. Tetap setia, sekalipun pasangannya 'tak sempurna'.
Berapa banyak yang memilih meninggalkan, mengabaikan dan melupakannya. Atau menyembunyikannya, dalam lorong kelam sejarah keluarga?
Sekalipun tak mengenalnya secara pribadi, aku mendoakan mereka diantara munajatku. Semoga kemuliaan hidup dunia akhirat terlimpah untuk mereka.
Dan kudoakan banyak pasangan yang lain, yang kudengar sering menyakiti pasangannya. Semoga Allah beri petunjuk pada mereka.
Cinta sejati, seharusnya milik orang yang dinikahinya. Bukan orang yang dibayangkannya.
Sangat mudah bagi Allah mencabut sebagian nikmat, berupa ketajaman berfikir dan kesempurnaan akal. Atau penyakit dan cobaan lain.
Jadi, tak ada alasan untuk sombong dengan kemampuan berfikir, kesehatan jiwa raga dan kecantikan atau ketampanan. Karena semua bukanlah milik kita.
Cepat atau lambat, ia akan diambil.
Mari jalani hidup dengan bersyukur, mencukupkan mencintai pasangan kita.
Semoga Allah karunikan sakinah dan keberkahan hidup.  Dunia akhirat.
Amiin.

10 comments:

  1. Replies
    1. hiks...begitulah kenyataan hidup di sekitar kita

      Delete
  2. Merinding aku bacanya. Saya juga sudah jatuh bangun, takut sekali terlepas kata2 yg jumawa, agoran, karena Allah begitu kuasa mengubah segalanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kita mengambil pelajaran dari kehidupan ya mak.

      Delete
  3. Hidup memang seperti roda berputar yah mba, kadang di atas kadang juga di bawah :)

    ReplyDelete
  4. postingan yang penuh dengan makna...
    bahan untuk intropeksi diri saya dech...terimakasih ya mba sudah saling mengingatkan

    ReplyDelete
  5. aamiin mba...semoga selalu sakinah dan berkah ya mbaaa :). Salam kangen dari NYC ..

    ReplyDelete