Wednesday, July 22, 2015

Rahasia Sakinah dan Keberkahan Rizki


Ada saja kasus masuk problem keluarga dengan keluarga besar diantaranya kesenggangan hubungan menantu mertua.
Lebaran ternyata tak cukup menjadi momen pada sebagian orang untuk berdamai dengan keluarga besar.
Ada yang menolak bertandang ke rumah mertua, dan bahkan ada pula yang menolak bertandang ke rumah orang tua sendiri.
Kabut masih menyelimuti hubungan mereka. Dan puasa sebulan, plus syawal tak mampu mengusir berbagai prasangka dan konflik diantara mereka.
Saya ingin berbagi kisah pribadi, semoga menjadi hikmah bagi siapapun.
Perkenalanku dengan camer dimulai dengan cara yang kurang menyenangkan, dikarenakan kasus jilbab sekitar akhir tahun 80-an.

Saya adalah salah satu aktivis dakwah yang-walaupun tidak dikenal secara pribadi-termasuk yang berseberangan dengan keluarga suami dalam hal keyakinan.
Namun siapa sangka, taqdir mempertemukan kami dalam rumah tangga?
Saya masuk dengan kegamangan, dalam lingkaran keluarga besar suami: apakah saya akan diterima? Sedangkan Islam begitu asing bagi mereka.


Namun, Allah berikan kemudahan.
Keluarga mertua berubah dengan cepat. Sejak usai lamaran, ibu mertua menjalankan sholat dengan rutin.
"Punya menantu berjilbab, pantesnya aku sholat"
Begitu pesannya, ketika membeli mukena baru.
Allahu akbar, nasrullah jua.

Saya tidak pernah tahu perasaan sebenarrnya ibu mertua padaku, sebelum kami menikah.
Yang kutahu, pernah terjadi peringatan dari keluarga, pada adik iparku saat memulai berjilbab. Peringatan yang tidak main-main dan akupun terkait.

Saya memilih untuk melupakan itu dan menghargai penerimaan keluarga suami- ibu mertua khususnya-, pada kehadiranku. Menghargai penyesuaian dirinya yang luar biasa.
Kini bisa dikatakan, keluarga besar suamiku adalah basis utama pendukung dakwah di wilayahnya.
Saya bangga dan bahagia bersama dengan mereka dan menikmati setiap prosesnya. 

Jadi, apa kuncinya?
Berani melupakan konflik masa lalu, memaafkan, husnudzon dan saling menerima seutuhnya.
Dengan demikian, kami saling mencintai dengan tulus. Tak ada lagi yang lain, kecuali ingin memberikan yang terbaik untuk ibu mertua. Dan itulah salah satu kunci sakinah.

Adapun kunci rizki, berikut ceritanya.
Pada tahun ke ketiga usia pernikahan, kami mendapat rejeki mesin jahit.
Suamiku mengajariku menjahit. Memang saya belum bisa menjahit. Suamiku dengan telaten mengajariku seluk belum perjahitan.

Senang dengan ketrampilan baru, saya membuat banyak baju baru. Untuk pertama kalinya saya membuatkan sebuah baju untuk ibuku dan ibu mertua. Bukan gaun yang bagus, hanya daster sederhana dari bahan katun bunga-bunga. Itulah untuk pertama kali, saya memberikan "sesuatu" yang spesial untuk ibu mertua.

Kami keluarga muda yang sedang tertatih. Berdua belum lulus kuliah. Suamiku mencari maisyah dengan menulis dan menulis. Membuat buletin, majalah dan mengirim naskah ke beberapa media. Sayapun demikian. Kami juga masih kontraktor...maksudnya pindah dari satu kontrakan ke kontrakan yang lain.

"Tidak, ah. Malu!" begitu kata suamiku, saat saya menyarankan untuk secara rutin memberi uang pada orang tuanya.
"Orang tuaku lebih kaya, mereka tidak membutuhkan uang dari kita".
Memang logikanya masuk. Tapi saya tetap menyisihkan uang sedikit demi sedikit untuk membelikan barang-barang yang tak begitu mahal, sebagai sesuatu yang bisa saya haturkan pada mertua. Setidaknya saat beliau berulang tahun dan saat hari raya.
Itulah memang kemampuan kami.
Sampai suatu ketika, di tahun ke sebelas pernikahan kami, suamiku membawa sebuah cerita pencerahan.

Saat Ramadhan dan beliau pergi berdakwah di Kalimantan, bertemu dengan seorang ustadz yang mengisahkan rahasia sukses seorang pengusaha.
Pengusaha tersebut berasal dari keluarga kaya raya, tapi beliau pribadi kurang beruntung dalam berusaha. Jatuh bangun usahanya, bangkrut dan tidak berkembang.
Sampai ia mendapat nasehat dari ustadz tsb, agar " nyaosi" pada orang tuanya. Sekalipun orang tuanya lebih kaya dan tidak membutuhkan uang tsb.
Ia melakukannya dan berhasil.

Sejak saat itu, kami menyisihkan rejeki yang kami miliki,  untuk kami haturkan secara rutin pada orang tua. Alhamdulillah ternyata itulah diantara rahasia pintu rejeki. Allah selalu kembalikan berlipat-lipat dari yang kami keluarkan untuk orang tua.

Kami diberi rejeki kendaraan, rumah dan bahkan berhaji. Semua dari tempat yang tidak kami sangka-sangka. Mungkin juga rejeki yang tidak dihitung langsung sebagai materi, seperti kesehatan dan selamat dari bala bencana. Termasuk rejeki sakinah jauh dari konflik keluarga.

Pengalaman ini sering saya pesankan pada keluarga-keluarga muda, bahkan yang masih berada pada putaran ekonomi terbawah. Jangan meminta pada orang tua, tapi berilah sebagian penghasilan untuk orang tua, sesedikit apapun, secara rutin. Insya Allah, Allah akan bukakan pintu rejeki untuk keluarga anda.

Tentu harus ada kesepahaman diantara suami istri, dalam hal "nyaosi" pada orang tua. Agar tidak berat sebelah, sekalipun adil tidak harus sama persis jumlah pemberiannya. Mengingat kebutuhan dan kondisi ortu dan mertua tentu berbeda. Biarlah istri yang  menghaturkan untuk orang tua suami, dan suami yang menghaturkan untuk orang tua istri. Cara ini adalah bukti kesepahaman dan akan merekatkan huhungan menantu mertua.

Orang tua suami telah membesarkan dan membiayai suami, hingga menjadi seorang lelaki yang berpenghasilan, maka para istri mengertilah. Mengerti bahwa ada hak orang tua, atas penghasilan suaminya.

Demikian pula orang tua istri, telah bersusah payah membesarkan dan membiayai sekolah istri, maka para suami,.mengertilah.  Apalagi jika ia telah meminta istrinya untuk menjadi 'fulltimer mother', yang tidak bekerja formal dan tidak berpenghasilan. Pada saat demikian, mengertilah para suami bahwa, orang tua istri pun bagian dari tanggung jawabnya.

Sekali lagi, raihlah sakinah dengan ketulusan penerimaan pada pasangan kita dan keluarganya. Kemudian bukalah pintu rejeki dengan berbakti pada ortu dan mertua.
Tanpa keduanya, saya menyangsikan kualitas hidup sebuah keluarga. Bisa saja bergelimang harta, namun jauh dari sakinah dan keberkahan.

Ini hanya berbagi cerita rahasia samara, anda boleh memiliki dan berbagi resep anda pula.
Selamat mencoba dan meraih bahagia dunia akhirat.
@lailacahyadi

9 comments:

  1. Fenny juga sedang berusaha "nyaosi" mbak meski masih tertatih2 juga, berkaca dengan kakak yang sudah jauh lebih mapan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah...ayo mak...semangat. Allah maha kaya.

      Delete
  2. iya bunda. Saya juga demikian, memberi sebagian (saat itu adalah maksimal kemampuan), alhamdulillah setelahnya tidak berapa lama malah bisa mendapat beasiswa yang berlipat umlah dari pemberian. Keyakinan itu yang perlu ditanamkan.

    ReplyDelete
  3. ini beneran mbak ceritanya? keluarga suamnya beda keyakinan?

    ReplyDelete