Saturday, October 31, 2015

Melbourne, perjalanan yang tertunda

Diperjalankan (1)

Memandang keluar jendela, sebelum pesawat take off, pada suatu senja di Soeta, aku tercenung oleh mozaik rasa.

Kerlip pendar berpencar di seputar bandara. Senja hendak berangkat menuju malam, seakan  berucap: selamat tinggal, tapi juga selamat jalan.
Kami, memang tengah diperjalankan dalam siklus kehidupan. Long trip Jogja-Singapura-Melborne, adalah penggal etape yang tertunda. Semestinya sebulan yang lalu.
Tapi begitulah taqdir, berjalan sesuai kehendak Nya. Tak nak dapat kita memaksa. Mengalir adalah pilihan kesyukuran dan kenikmatan.


Tiba-tiba, anganku justru melayang pada seorang lelaki tua. Lelaki pertama dalam hidupku, bapak. Bapak yang sudah mangkat dua puluh tahun yang lalu, oleh ganasnya kanker yang hanya enam bulan menggerogoti masa pensiunnya. Masa sangat pendek.
Bapak hanyalah lelaki baik, sederhana yang memiliki harapan besar padaku, anak keduanya.
"Besok jadilah kamu presenter pembaca berita seperti Anita Rahman. "
Pada masa itu hanya ada satu channel.pemerintah, TVRI. Anita rahman adalah presenter favorit karena cantik dan cerdas.

Pada kenyataannya saya tak pernah menjadi presenter TV. Tapi setidaknya, ada sesuatu yang seandainya bapak menyaksikan saat ini, senyumnya akan mengembang. Saya mewujudkan salah satu harapannya, keliling dunia.
Bapak yang tak pernah pergi ke luar negeri satu kalipun, bahkan tak sempat juga ke tanah suci, menginginkan anak-anaknya dapat keliling dunia. Terlebih lagi, saya mengikuti jejaknya menjadi pendakwah.

Haru, lebih mendominasi rasa yang lainnya, senang, syukur dan prihatin.
Prihatin karena teringat Revo. Separuh jiwaku seakan tertinggal di Jogja, bersama bungsuku yang sempat menangis selama perjalanan dari rumah hingga bandara Adisucipto. Sekalipun sudah berhari-hari dikondisikan, tetap saja Revo tak dapat menahan kekhawatirannya menjalani hari tanpaku. Hanya beberapa menit sebelum sampai bandara, Ia dapat dilunakkan.

"Jadi apa yang bisa menebus kepergian umi?"
"Tak ada, yang bisa hanya jika Umi, tak jadi pergi!" raungnya mengoyak ketabahanku.
Kupeluk wajah manis, bersimbah air mata itu. Air mata campur belekannya, membekaskan noda di kerudung warna salemku. ini hari kedua Revo belekan.
"Bagaimana jika onigiri 5 dan ultra milk 5?"
"Tidak. Belum sepadan. Aku tak sanggup sekolah jika tak ada umi!"
"Tidak sekolah tidak apa-apa, kan kamu sakit belekan"

Revo, nampak berfikir keras.
Kami berhenti di gerai yang menjual onigiri. Saya menambahkan yakult dan cimory rasa strawberi. Itu semua makanan dan minuman kesukaan Revo.
Alhamdulillah, ia mau dibujuk makan dan minuman. Setelahnya menjadi lebih tenang.
"Satu lagi, aku mau ke tempat mamah, dan pinjam hp mamah!"
"Oke, nanti Umi bilang sama mamah"

Mamah adalah sebutan sayang untuk kakak pertama.yang sudah menikah.
Happy ending, setidaknya hingga saya turun setelah menciumnya dan melambaikan tangan. Namun tetap saja, separuh jiwaku tertinggal. Mungkin itu sisi melownya hubungan ibu dan anak bungsu.
Perjalananku Jogja-Jakarta dengan maskapai kebanggaan Garuda, berjalan lancar. Suamiku telah berangkat kemarin. Kami berencana bertemu di bandara Soeta. Setelah mendarat di terminal 2F, saya harus mencari jalan pintas menuju terminal 2D, terminal Internasional. Jalan pintas itu mengajak potir

Bismillah, gelap telah meliput bumi saat kami terbang menuju langit Singapura. Pesawat Singapura Airlines boeing 777 terbang mantap meninggalkan langit Indonesia.
Senyumku mengembang untuk bapak, namun tetap saja, separuh jiwaku tertinggal di Jogja.

5 comments: