Sunday, October 4, 2015

Single Parent

Perempuan itu tak muda lagi, tapi ia harus membesarkan dua anak, usia SD dan SMP. Bukan anaknya, tapi cucu. Anak dan menantunya telah wafat. Keduanya menderita sakit yang tak terobati.

Satu lagi anaknya,  paman dua anak yatim piatu itu, juga telah wafat. Tinggal menantu saja, yang telah repot dengan anak yatimnya sendiri. Perempuan tua itu, menanggung bebannya, sendiri.

Apa yang dilakukannya, dalam usia tak produktif lagi. Ketika kerentaan menggerogoti, dan tulangnya tak sempurna tegak berdiri.

Sebuah episode kepiluan, yang kuresap setiap hari. Tak  hanya satu itu. Masih berpuluh, bahkan ratusan, perempuan yang harus membesarkan buah hatinya, sendiri.

Tapi lebih ngilu lagi, keluhan para istri, bersuami, sementara sang suami tak peduli. Para istri ini, mencari sesuap nasi, mengurus anak dan biaya pendidikan anaknya. Peluh, keringat, darah dan air mata. Ramuan cinta dan keterpaksaan.

Namun tidak, pada seorang perempuan beranak delapan. Yang kukenal kemudian. Perjalanan hidupnya bak mozaik rasa, yang dijalanani layaknya air mengalir. Senyum dan syukur lekat pada air muka pun hatinya.

Sekalipun suaminya sakit keras berbilang tahun. Mereka bertukar peran. Dia mencari nafkah, dan suaminya bapak rumah tangga. Hormatnya, tak berkurang seujung rambutpun. Mereka saling mencinta dan saling memuji, tak diragukan lagi.

Untaian kisah jatuh bangun, tak mengurangi karat cinta, justru makin menampakkan kilaunya. Bagaimana suaminya bangkrut, sakit berat dan setiap hari harus memakai oksigen murni.

Bagaimana ia melahirkan bungsunya, yang prematur dan harus berbulan di RS. Bagaimana salah satu putrinya menderita sakit langka yang bisa kambuh tanpa diduga, lumpuh separo badan. Dan sederet cerita duka yang diolahnya menjadi cerita cinta.

Para pengantin baru dan pasangan muda, layaknya belajar pada ibu yang kini telah bercucu, namun semangat hidup, kerja dan belajarnya bagaikan remaja.

Perempuan-perempuan tangguh di sekitarku, bertebaran memberi pelajaran kehidupan. Seolah menghidupkan lagi Khadijah, Shofiyah, Asma, Maryam dan Siti Hajar ummu Ismail. Perempuan dengan karakter yang kuat, mampu menyesuaikan diri, dengan atau tanpa suami, sehat atau sakit suaminya.

Tak, tak surut kemuliaan akhlaqnya.

No comments:

Post a Comment