Friday, January 6, 2012

Di Bandara Jeddah, Yang Kualami di Tanah Suci (17)



Oleh : Ida Nur Laila

29 Oktober , kami sampai di Jeddah. Mungkin menjelang dhuhur.
Jeddah adalah Bandara internasional, sangat sibuk pada musim haji. Antrian untuk proses pemeriksaan imigrasi sangat panjang. Berlapis-lapis sampai tiga kali. Wah, sepertinya tidak praktis. Kami harus menunggu hingga hampir 5 jam. Aku tidak tahu mengapa harus demikian.
Sementara kami menunggu urusan paspor dan tanda pengenal selesai, kami diminta sholat dan makan.
Menanti sambil duduk-duduk di manapun ada tempat yang penting  bisa bergerombol dalam satu rombongan. Bersama koper-koper yang sangat banyak, kami lebih mirip rombongan terlantar. Yang masih muda mengisi waktu dengan berjalan-jalan melihat toko suvenir. Mengisi perut dengan makanan lokal atau makanan Indonesia rasa Jeddah yang ada di warung makan dalam area bandara. Ada juga yang membeli kartu perdana dan pulsa.

Kami mendapat gratisan kartu perdana isi 3 reyal dari mobily, operator setempat.Mobily ini sangat royal, tiap jamaah mendapat kartu perdana. Jika mau juga bisa dapat payung dan tas punggung, gratis.
Mungkin dalam hitungan bisnis, mereka tetap untung lantaran banyak juga yang mengisi ulang dan memakainya untuk seterusnya selama di tanah suci.
Sementara menunggu, kami makan siang nasi kotak jatah dari travel. Nasi lauk ayam bakar, sambal, lalap dan sayur pedas seperti balado. Buahnya apel. Minumnya air mineral. Dalam keadaan lapar, semua terasa enak saja, apalagi nasinya masih panas.
Seorang cleaning servis berwajah melayu membersihkan sampah kami. Ternyata orang Jawa Barat. Baru 2 tahun di Jeddah, ia bercerita kalau tidak kerasan dan ingin segera kembali ke Indonesia. Katanya bulan Juli kontraknya habis, dan dia tidak ingin balik lagi. Entah siapa nama cleaning service itu. Ia banyak bicara dan mengobrol. Mungkin senang lantaran bertemu dengan saudara setanah air. Beberapa jamaah bershodaqoh untuknya. Dan ia terima dengan gembira tanpa basa-basi. Sementara kami melanjutkan makan dan ia melanjutkan menyapu dan memunguti sampah.
Toilet bandara ini sungguh jorok. Kukira beberapa bandara di tanah air, di luar Jawa lumayan jorok. Tapi ini parah, lebih parah dari toilet terminal bus. Tapi mungkin juga karena banyaknya yang menggunakan dan dari berbagai-bagai bangsa. Mungkin juga tenaga pembersihnya tidak memadai jumlahnya. Di area toilet bertebaran kaus kaki kotor, CD bekas dan juga bungkus pembalut. Bagaimanapun keadaannya, karena membutuhkan, maka kami pun mengunjungi toilet. Memenuhi panggilan alam dan berwudhu.
Tempat sholat disekatkan di area terbuka yang sangat luas. Lokasi kami transit ini beratapkan tenda tinggi. Atap tenda berbentuk kerucut yang ujungnya berlubang. Sangat membantu mengurangi panas yang menyengat karena udara panas akan naik keluar melalui lubang di ujung kerucut.Untungnya jarang hujan, jadi ujung kerucut berlubang tidak akan menimbulkan masalah.
Seorang jamaah laki-laki tua tidur dengan alas seadanya dan berbantal tas ransel. Ia dari travel berbeda denganku. Aku perhatikan keadaanya sungguh memprihatinkan.Badannya kurus kering tapi kakinya bengkak besar. Kulitnya lengannya sebagian melepuh berwarna merah kegelapan. Ia telah memakai pakaian ihram untuk melakukan umrah.
Sungguh lemah kelihatannya. Aku membicarakan keadaan bapak ini dengan seorang rekan dokter yang satu rombongan denganku.
“Tadi bapak itu sudah dibawa ke ambulan,  dan sudah dioksigen, tapi sudah dikembalikan lagi ke sini...” terangnya. Oo...
Aku mendekat padanya. Seorang kakek duduk menunggui di dekat kakek yang tidur tadi.
“ Dari mana pak?”
“ Dari Aceh...ini kakak tertua saya..”
“Apakah ia sakit?”
“ Ya sejak di tanah air. Tapi kakak memang ingin berangkat haji, sudah lama menunggunya...”
“ Sudah dibawa ke dokter?”
“ Sudah dan sudah dikasih obat..”
Aku  mengangguk maklum. Kuberikan dua buah apel untuk mereka berdua. Dan sebotol air mineral.
Ia berterimakasih dan aku menjauh,kembali ke rombonganku. Kuperhatikan kakek itu kesulitan makan apel, karena tidak ada pisau. Ia berusaha membelah apel dengan jari tangannya namun gagal. Lalu ia berusaha menggingitnya, namun giginya yang tinggal 1-2 tidak sanggup juga mengoyak buah apel.
“ Aduh aku memberi buah yang salah kepada kakek itu..” keluhku pada rekanku. “Ia tidak punya gigi...”
“Ini ada pisang, diberi pisang saja..” kata mbak Retna rekanku.
Maka aku kembali ke kakek tadi dengan membawa sebuah pisang cavendis. Rupanya sang kakek akhirnya mulai berhasil menggigit apel itu, karena cukup lunak buahnya. Tapi ia tetap menerima tambahan pisang dengan senang hati.
Ini baru hari pertama tiba di Saudi, semoga dua kakek tadi memiliki stamina yang cukup untuk  menjalani harinya yang masih panjang...diberi kesehatan selama prosesi haji dan dimudahkan untuk mendapat pertolongan yang dibutuhkan. Tanpa sadar menetes air mataku. Betapa kuatnya azam dari dua kakek tersebut. Tapi mungkin juga banyak kakek dan nenek lain jamaah haji yang bersemangat walaupun fisik sudah lemah. Semoga semua dimudahkan.
Setelah berkeliling dan membeli minuman dingin, aku kembali ke rombongan dan duduk memperhatikan orang yang lalu lalang. Setiap jamaah haji yang berangkat melalui pesawat udara, pasti harus singgah di bandara Jeddah. Hari ini ada ribuan juga yang tiba dari berbagai negara. Mereka ada yang berwajah penuh semangat. Ada yang sudah nampak kecapean. Semua membawa cerita masing-masing hingga  sampai di Jeddah. Semua membawa tujuan masing-masing. Jika mau mewawancarai, tentu menarik untuk mendengar hal-ikhwal tentang asal usul mereka. Namun banyak orang yang sibuk dan tidak sempat mengobrol.
Ada yang sibuk dengan telepon genggamnya, menjawab sms, mengganti kartu perdana, mengisi ulang atau bermain BB. Ada yang membenahi barang bawaannya, makan, sholat, ke toilet, belanja suvenir. Ada yang sibuk memotret, merekam dengan handycam, atau dengan HP. Ada juga yang sibuk melamun sampai enggan menjawab pertanyaan.
Jika ada kesempatan, aku suka mengobrol dan mewawancarai orang. Menurutku, banyak pelajaran yang bisa kupetik dari kisah hidup orang-orang. Aku juga duduk memperhatikan sekitarku dan merekam jamaah haji yang lain dengan kamera. Termasuk memotret bapak tua yang terbaring sakit.
Namun panggilan berkumpul membuat kami bergegas berbaris untuk menerima tanda pengenal dan memasuki bus.
Setelah naik bus, ternyata masih harus menunggu lama lantaran koper yang banyak dan besar-besar juga harus dimuat di atas bus kami. Jadi kami menunggu lagi. Proses memuat ini cukup lama. Koper dinaikkan dengan alat untuk sejajar dengan tinggi atap bus.
Hanya ada 3 orang tukang angkut berbadan gembul yang bekerja. Dua orang memuat di bawah dan satu orang di atas bus. Badan mereka yang besar rupanya sesuai dengan ukuran koper yang sangat besar. Ah jasa mereka juga sangat besar.
Satu jam kemudian, kami siap meninggalkan Jeddah, menuju Makkah. Waktu telah  menjelang maghrib ketika kami beriringan dalam 4 bus besar, ber AC dan bertoilet. Selamat tinggal bandara Jeddah, sampai jumpa lagi tgl 25 november saat aku pulang nanti.
Kunikmati pemandangan senja  pertama menuju Makkah...Makkah kami datang!




No comments:

Post a Comment