Monday, January 9, 2012

All About Toilet (3) Yang Kualami di Tanah Suci (23)



Oleh : Ida Nur Laila

Pada postingan terdahulu, saya telah menceritakan soal toilet di Mina. Pada postingan kali ini, saya akan ceritakan tentang toilet di Arafah dan Muzdalifah. Beberapa postingan ke depan, saya masih akan menceritakan soal toilet di tanah suci.
Toilet Arafah dan Muzdalifah
Mungkin menyangkut toilet ini bagian dari ujian keshabaran saat berhaji. Saat di arafah, dalam satu maktab hanya ada satu lokasi tolet. Saya tidak ingat jumlah persisinya. Tapi mungkin sekitar 10 untuk putra dan 10 untuk putri. Bayangkan jika penghuni maktab sekita 3000 orang.
Setiap kali antrian minimal 8-10 orang. Jika tidak beruntung bisa antri 15 orang. Keadaan kebersihannya juga hmmm...
Mungkin cleaning service tidak sempat membersihkan kerena padatnya pengunjung. Memang jumlah air sangat mencukupi. Namun di dalam toilet banyak jamaah yang meinggalkan pembalut bekas dan pantiliner bekas di dalam toilet.  Aku pernah mendapat cerita dari iparku, seorang dokter. Pada saat beliau berhaji tahun kemarin,  ia dan teman-temannya, pada dokter melakukan gerakan kebersihan dengan memunguti sampah dalam toilet dan membuangnya dalam tong sampah di luar toilet. Dalam toilet memang tidak disediakan tempat sampah.

 Aku mengikuti amal sholih mereka, namun aku merasa tidak enak mengajak jamaah yang lain. Jadi berbekal kantung plastik, kupunguti sampah pembalut di toilet. Satu kamar kecil sampahnya ada satu kresek besar. Beberapa orang yang mengantri heran dan berterima kasih lantaran kutinggalkan toilet dalam keadaan bersih.
Saya sarankan jika anda berhaji, diantara bekal memasuki toilet adalah dua tas kresek yang kita siapkan untuk memunguti sampah dalam toilet. Pastilah anda merasa lega, orang lain merasa senang. Semoga yang demikian menambah amal sholih anda, amin.
Pernah pada siang hari yang terik, jam 11 siang menjelang saat wukuf, antrian ada 12 orang tiap pintu toilet. Seorang ibu tiba-tiba datang dan maju kedepan. Bertanya pada orang di depanku yang berdiri dalam urutan pertama.
“ Ibu mau BAK atau BAB..?”
Orang yang di depanku bingung. Sejak dari awal ia mengantri, ia selalu memegangi perutnya dan antri dalam berbagai posisi. Jongkok, berdiri, jongkok lagi, berdiri lagi. Rupanya sakit perutnya tak tertahan. Karena kesopanannya ia tidak mengeluh dan hanya mengantri sambil kesakitan. Aku sampai jatuh kasihan kepadanya.
Maka saat mendapat pertanyaan dari orang yang baru datang, ia malah bengong sambil tetap meringis menahan sakit perut. Aku maklum dengan keheranannya, maka aku yang menjawab pertanyaan itu.
“ Ibu ini mau BAB, beliau seudah kesakitan dari tadi...”
“ O kirain mau kencing saja. Kalau cuma kencing saya mau barengan...karena saya cuma mau kencing”
“ Maaf ibu, bukankah kita sedang berihram, jadi jangan menampakkan aurat dengan buang air bersama-sama. Saya sarankan ibu mengantri dari belakang karena semua orang ini juga cuma kau kencing...” aku berusaha menjelaskan dengan sopan. Semua jamaah yang sedang mengantri mengangguk-angguk membenarkan. Maka berlalulah ibu tadi.
Kubayangkan bagaimana bisa satu kamar dipakai  berdua, sedangkan begitu pintu dibuka, telah menganga lubang wc. Ruangan toilet ini mungkin tidak sampai 1x1m2, walaupun aku tidak mengukurnya.
Separah apapun toilet di Arafah harus disyukuri, dan  harus lebih bershabar saat di Muzdalifah. Di Muzdalifah  lokasi toilet yang di pinggir jalan kawasan pedestrian, dipakai oleh jamaah yang tidak menempati lokasi mabit yang resmi.  Haji non kuota maupun kuota. Antrian paling sepi sekitar jam 24.00,  kira2  antrian hanya 6 orang untuk satu pintu toilet. Jumlah toilet juga hanya 5 untuk putra dan 5 untuk putri.
Jika di Mina dan Arafah satu maktab hanya dihuni oleh orang Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Brunai, Tailand..maka saat di Muzdalifah, bertemulah kita dengan berbagai bangsa.
Berbagai bangsa dan negara juga berbagai karakter dan adat kebiasaan.
Dalam mengantri toilet, ada ras tertentu yang suka menyerobot. Walaupun mereka melihat kita berbaris rapi, dengan tanpa perasaan menyelonong saja. Waah sedang berhaji gitu loh...
Tapi mengingat motto kita dulu...Allahumma ra popo. Jadi tidak perlu dimasukkan ke hati, apalagi marah. Jika anda berada dalam sebuah antrian yang tidak tertib, maka pindah saja ke antrian yang lebih tertib.
Ada juga yang menyarankan jika memang anda adalah orang yang tidak bisa menahan buang air, maka memakai popok disposibel lebih baik. Kadang perjalanan pendek antara mina ke Arafaj, Arafah ke Muzdalifah atau Muzdalifah ke Mina, biasa menjadi sangat lama lantaran macetnya jalanan. Saat demikian maka popok diapers bisa menjadi jalan keluar darurat. Beberapa orang sengaja memakainya. Dan ketika enggan antri di Muzdaliofah, mereka berusaha buang air dalam popok. Namun yang terjadi ternyata tidak bisa juga sengaja ‘mengompol’...jadi tetap juga harus bershabar mengantri...
Insya Allah semua yang shabar akan mendapat giliran.
Jika mengantri, maka mengantrilah dengan sopan dan cerdas. Hitunglah antrian yang terpendek. Lihatlah karakter orang yang  antri di depan kita. Jika kelihatannya orangnya telah berumur, maaf, biasanya agak lama memakai toilet. Orang jawa bilang nunak-nunuk. Yang muda juga banyak yang lamban. Atau banyak bawaannya, seperti mau ganti baju dan sebagainya, mungkin juga lama.
Toilet paling ujung atau paling dalam biasanya juga pendek antriannya. Pilih juga yang kondisi toiletnya mendingan, misal pintunya bisa dikancing, saluran air tidak mampet, tempat ngantrinya tidak becek...ah ada-ada saja ya sarannya..
Kira-kira hanya seperti itulah kondisi terburuknya. Bukankah di tanah air kita banyak mendapati kondisi yang lebih buruk. Bahkan banyak orang tidak punya toilet dan melakukan aktivitas panggilan alam di toilet terpanjang alias sungai...
Untungnya di tanah suci tidak ada sungai, jadi tidak ada toilet terpanjang...
Bersambung.

2 comments:

  1. ibu nur ini lucuuuu, kalimatnya asyik....thanks

    ReplyDelete
  2. Bagi laki2 ada kantong kencing dari semacam kertas cari tempat lindung ser2 trus tutup buang di tempat sampah

    ReplyDelete