Saturday, January 14, 2012

Yang Kualami di Tanah Suci (25)


Bersama para Nenek (1)
Oleh : Ida Nur Laila

Entah mengapa saat berhaji aku selalu bertemu dengan para nenek. Mungkin memang jamaah haji banyak yang berusia tua. Atau mungkin saat di tanah air aku memang banyak bergaul dengan para nenek.
Nenek pertama yang ingin kuceritakan adalah seorang jamaah yang bersama kami sejak dari Jogja dan selalu sekamar denganku baik di Apartemen, di hotel Madinah maupun di Mekkah. Entah berapa usianya tapi kalau menurut beliau umurnya 65 tahun. Posturnya tidak terlalu tinggi, berkulit bersih dan masih nampak cantik dengan wajah keturunan Arab. Beliau berangkat berhaji sendirian, tidak ada anak atau kerabat yang mendampingi. Memang ada saudara jauh yang  juga dalam satu rombongan, namun dari kota lain.
Aku senang berteman dengan nenek ini karena mengingatkanku pada ibuku, walaupun ibuku tidak segemuk beliau. Ibu Nur, demikian kami memanggilnya,adalah nenek yang sangat bersemangat menunaikan ibadah. Semenjak sampai di Apartemen, beliau banyak menghabiskan waktu dengan tilawah al-Quran. Aku sendiri tadinya mentargetkan untuk bisa khatam tiga kali selama prosesi haji. Pada kenyataannya, bu Nur lah yang pertama kali khatam pada 8 hari pertama. 

Setiap malam, beliau kutanya : “ Ibu dapat berapa juz hari ini...? “
“4 juz saja bu Ida “
“Subhanallah, ibu rajin sekali. Saya ketinggalan nih...”
“Bu Ida kan bisa pergi- pergi ke Masjidil Haram. Saya orang tua, bisanya bertilawah di sini” kata beliau menghibur. Menghibur aku dan menghibur dirinya sendiri, kira-kira.
Saat itu kami masih tinggal di apartemen Syauqiyah, dan kami sebenarnya disarankan untuk banyak tinggal di ‘Pesantren’ apartemen Syauqiyah. Maksudnya  agar tidak kecapekan bolak-balik ke Masjidil Haram yang memang cukup jauh. Sekitar 30 menit perjalanan kendaraan. Namun kami, yang merasa masih muda, merasa sayang melewatkan kesempatan sholat jamaah di Masjidil Haram lantaran besarnya pahala yang dijanjikan Allah. Bayangkan, kapan lagi bisa mendapatkan pahala sholat  100.000 kali kalau bukan saat berada di Mekkah.
Mungkin juga pengelola memiliki alasan kekhawatiran atas keselamatan jamaah, karena tentu saja ada kemungkinan seperti tersesat, kecopetan atau mushibah lain. Hal demikian memang terjadi pada seorang jamaah asal Sumbawa yang ‘hilang’ sejak terpisah dari rombongan kami saat menunaikan umroh, pada hari pertama kami datang ke Mekkah. Hingga tiga hari kemudian beliau ditemukan di halaman masjid dalam keadaan kehilangan semua barang bawaannya dan juga hilang ingatan sesaat. Alhamdulillah akhirnya bisa ditemukan dan pulih kembali setelah beberapa hari. Tentu peristiwa demikian membuat pengelola travel dan para pembimbing lebih waspada menyangkut keselamatan jamaah. Kami memakluminya.
Namun tentu permakluman tersebut tidak dapat mencegah kami untuk bolak-balik nekat pergi ke Masjidil haram. Hmm....
Kembali ke urusan nenek, Ibu Nur ini menjadi penyemangat bagiku untuk lebih rajin bertilawah. Aku merasa setiap hari harus ada yang kukejar dalam bertilawah...dan semangat itu akan mengalahkan keinginan tidur atau rasa kantukku.
Bu Nur juga rajin sholat rawatib dan sholat malam. Tiap malam beliau seringkali bangun nomer satu dan membangunkan jamaah lain untuk menunaikan sholat malam. Beliau menderita sakit lutut sehingga harus sholat dengan duduk. Untuk berjalan atau berdiri lama, beliau juga kesulitan sehingga kami bergantian menggandengnya jika berjalan. Aku menawarkan untuk mengambilkan makan setiap hari jika memungkinkan, karena antrian ambil makan kadang cukup panjang. Maksudku jika memungkinkan karena aku tidak selalu berada di tempat. Kadang aku pergi ke masjid atau ke tempat lain.
Selama di apartemen aku juga menawari beliau untuk menjemurkan baju ke lantai 4. Naik tangga adalah pekerjaan berat bagi nenek, sementara lift apartemen hanya satu. Itupun hanya muat 5-6 orang, jadi antrian lift juga panjang.
Bersambung.

No comments:

Post a Comment