Monday, September 30, 2013

ANAK-ANAK DAPUR



Di rumah mertuaku, dapur adalah pusat aktivitas
Sebagai keluarga besar, dan memiliki rumah yang besar, maka dapurnya juga besar.
Pertama kali menjadi menantu, aku takjub melihat besar dan banyaknya pawonan ( tungku kayu bakar) hingga kuhitung jumlah lubangnya ada 9. Kalau kompor gasku hanya dua tungku, pawonan eyang ada 9 tungku. Yang dipakai sehari-hari hanya dua atau tiga. Saat ada acara atau ‘nduwe gawe’ barulah semua tungku dipakai.


Selain tungku kayu, masih ada beberapa anglo untuk memasak makanan tertentu. Dan juga kompor minyak,  pada waktu itu.
Saat ini dapur telah direhab menjadi dapur bersih. Dimana hanya ada dua kompor gas dengan 4 tungku api, dan dua kompor minyak yang disediakan. Dalam ruangan asap di sebelah dapur, tetap dipakai tungku kayu, hanya dua pawon saja. Biasanya untuk memasak air mandi atau menggodog ketupat.
Putra-putri eyang ada 8. Namun putri sulung meninggal saat melahirkan anak pertama, hingga tinggal lima anak lelaki dan 2 anak perempuan. Suamiku adalah anak ke lima, atau lelaki bungsu. Dua adiknya perempuan.
Justru karena aktivitas banyak di dapur, maka sekalipun anak laki-laki, semua putra eyang terbiasa terjun ke dapur. Memasak makanan dan terlibat dalam semua prosesnya.
Alhamdulillah,  jadinya suamiku pinter dan hoby masak.
Sayangnya,  eh kok sayangnya, alhamdulillah juga jadi hoby makan dan wisata kuliner.


Dua putri eyang semua berbisnis di bidang makanan, satu punya perusaan roti kecil-kecilan, yang satu membuka dua warung makan, soto kare dan ayam goreng tulang lunak.
Bahkan semangat anak-anak dapur ini terwariskan pada cucu eyang. Dua putri sulung dari dua putri eyang, (mereka lahir pada hari yang sama dengan dua ibu yang berbeda), sekarang mengambil jurusan tataboga di sebuah SMK di Solo.
Ada beberapa resep favorit keluarga seperti sambel tumpang, pondoh pecel, bothok, sambel goreng kentang, oseng kikil, ingkung ayam, peyek dan sop yang selalu dimasak saat keluarga berkumpul.
Hingga hari ini, kami sering berkumpul di dapur rumah eyang, untuk berbagai acara. Kendurian, peringatan neton, ulang tahun, syukuran atau sekedar ngumpul makan-makan tanpa tema tertentu.
Seperti yang kami lakukan setiap menjelang Ramadhan dan nanti saat Syawal.

Dan kini, kamipun membangun rumah dengan dapur yang juga cukup besar. Sekaligus bersatu dengan ruang makan. Acara keluargaku juga sering terkonsentrasi di dapur. Anak-anak terbiasa juga membuat lauk sendiri jika mereka kurang berselera dengan makanan yang kusajikan. Tidak apa-apa. Aku ingin anak-anakku juga menjadi anak-anak dapur yang piawai masak dan mencukupi kebutuhannya sendiri, sekalipun ia anak laki-laki.


No comments:

Post a Comment