Thursday, December 12, 2013

MENJADI TUA (bagian1)

Ibuku
Seorang nenek yang menurutku sangat tua, setiap hari melintas di depan rumahku. Badannya yang kurus kecil, berjalan membungkuk 90 derajat. Setiap sekitar sepuluh meter, ia akan berhenti dan duduk bersimpuh.
Kucoba mengamati, apa yang dilakukan nenek tua yang sudah ‘buyuten’ atau tremor ini. Pagi-pagi sekali, sekitar pukul 05.30, nenek ini pergi membeli sarapan. Ia membeli bubur, sayur dan beberapa potong gorengan yang akan menjadi menunya sepanjang hari. Kadang ia agak kesiangan sehingga buburnya telah habis, atau bahkan penjualnya telah berkemas. Pada saat demikian, ia mencegat penjual sayur langgananku untuk membeli lauk dan panganan. Jika menjumpainya, saat ia belanja bersamaan denganku,  aku akan mentraktirnya saat si nenek membeli apa saja. Biasanya belanjaannya tak akan lebih dari Rp.5.000,-

Nenek itu juga selalu pergi ke kebun depan rumahku.
“ Dulu saya yang menyapu kebun bu Kaji ini...ketika saya masih kuat...” tuturnya padaku, memakai bahasa Jawa tentu, dengan suara yang gemetar di sela nafasnya yang terengah.
Sebenarnyalah kebun itu adalah tanah desa yang di sewa bu Haji tetanggaku, lalu ditanami pohon pisang, melinjo dan rambutan. Apa yang dilakukan nenek di kebun yang penuh sampah dedaunan kering itu ?
Nenek memunguti buah melinjo yang telah jatuh di tanah. Ia membawa plastik untuk menampung buah-buah warna merah dan dengan susah payah ia temukan disela-sela daun kering. Tak banyak yang ia temukan, mungkin hanya segenggam atau dua genggam setiap harinya. Kadang nenek juga membawa pulang beberapa ranting kering, kardus bekas dan plastik bekas.
“ Kangge urup-urup...”. Maksudnya untuk menyalakan api, atau memasak.

Bulik suamiku

Mungkin tak ada yang tahu berapa umurnya, bahkan mungkin nenek itu sendiri juga tidak tahu. Cicitnya sudah banyak. Untuk membayangkan usianya, anak sulung si nenek sudah meninggal karena sakit tua, ia adalah tukang pijit langganan suamiku.

Setiap melihat nenek itu melintas, ibuku berusaha memberi sesuatu, apakah uang atau makanan. Sekalipun tidak bermaksud meminta-minta, namun ia tak menolak jika diberi sodaqoh.  Jika ada makanan berlebih  di rumah, ibu akan menyuruh karyawanku untuk mengantarkan ke rumah nenek itu. Demikian pula setiap Hari Raya, ibu mengalokasikan zakatnya untuk beberapa nenek, dan nenek bungkuk itu adalah prioritasnya.
“ Kasihan nenek, aku bersyukur masih punya anak yang mau memperhatikan aku...” kata ibuku setiap kali.
Aku  pernah mencoba menggali berita, apakah betul keluarganya tidak peduli, atau si nenek yang tidak mau dilarang pergi-pergi. Tak pernah kudapat cerita yang tepat. Wallahu a’lam, siapa yang benar.

Beberapa kali saat tengah malam atau dini hari aku mengintip ke jalan. Betapa kagetnya aku melihat si nenek berjalan sendirian. Dan dengan sesekali diselingi duduk bersimpuh untuk mengambil nafas. Aku tak tahu, mengapa tengah malam lewat nenek masih saja berjalan-jalan.
Menurut orang-orang, mungkin nenek pergi ke sungai untuk buang air. Padahal mestinya, anak dan keluarganya yang tinggal sebelah-menyebelah juga memiliki jamban. Namun si nenek sudah terbiasa melakukannya di sungai. Tak dapat dicegah.
Hmm siapa juga yang akan mencegahnya pergi keluar pada jam 01.00 dini hari.

*******
Ibu mertuaku
Melihat nenek, aku memikirkan tentang sebuah kemestian : menjadi tua.
Mungkin pada sebagian orang, menjadi tua bukan kemestian, lantaran mati muda. Namun bagi yang dikaruniai umur panjang, menjadi tua adalah kemestian. Sekalipun dewasa ini banyak tawaran program anti aging, melawan ketuaan, menjadi tua tak bisa dihindari. Kulit berkerut bisa saja dilicinkan dengan setrika wajah, akupuntur atau suntik botox. Mungkin dengan operasi plastik. Namun menjadi tua bukan hanya permasalahan kulit. Bukan hanya permukaan. Tidak mungkin setiap organ yang menua dan mulai menurun fungsinya diselesaikan dengan cangkok organ. Namanya ganti orang semuanya.  Orang tua mengalami gangguan pencernaan, sering  merasa penuh di perut, karena pencernaan yang lambat, susah buang air besar atau sembelit. Mungkin lambung dan ususnya sudah capek bekerja.

Orang tua kehabisan gigi lantaran keropos, atau tanggal, kesulitan mengunyah membuat mereka tak lagi mengunyah, akibatnya mengalami juga gangguan pendengaran. Selain karena memang sudah menurun fungsinya, juga karena kotoran telinga tak lagi bisa keluar secara alamiah.
Bagi perempuan, pengeroposan tulang tak dapat dihindari sejalan dengan menurunnya kadar hormon estrogen. Apalagi pasca menopause. Rasa ngilu dan pegal di tulang dan persendian, sangat mengganggu apalagi saat menjelang tidur dan bangun tidur. Hanya anda yang berusia di atas 40 tahun yang memahami rasa ini. Dan masih banyak lagi....
pakde dari suamiku


Apakah aku siap menghadapi semua itu ?
Apakah anda siap menjadi tua ?
Ukuran sederhana saja : apa reaksi anda ketika pertama kali menemukan beberapa lembar uban di kepala anda ?

Jawabannya anda sendiri yang tahu. Boleh saja memberi tahu saya.

Yang penting, ayo bersiap menjadi tua.
Menambah amal ibadah, menghargai orang tua,  dan menikmati menjadi tua.
Karena menjadi tua itu kemestian!

 ket: Foto koleksi pribadi.



7 comments:

  1. Hm,siapkah menjadi tua? pertanyaan yang menohok Mba. Beberapa waktu lalu, saya menenemukan sehelai rambut putih di kepala. Hehehe, ternyata saya sudah mulai tua Mba ida. Jika tua itu suatu kepastian,saya harus bersiap menyambutnya..semoga bisa menikmati..

    ReplyDelete
  2. Ayo bersiap menjadi tua. Menambah amal ibadah....dst. i like it. Suami sy baru berumur 33 tp sdh ada satu dua uban di kepalanya. Setiap kutanya,"abi kok sdh ubanan,beban hidupnya berat ya?mikir aku sama anak2 ya?" Suami menjawab,"mungkin itu salah satunya. Karena kamu dan anak2 kita adalah tanggung jawabku dan kelak aku akan dimintai pertanggungjawabannya."

    Tp kadang dia menjawab ,"uban adalah kehormatan seperti halnya nabi ibrahim yg diberi uban oleh Alloh lantas bertanya "apakah ini?" Alloh jawab,"itu adalah kehormatan yg kuberikan padamu." So...menjadi tua adalah sebuah kemestian tapi menjadi dewasa adalah pilihan

    ReplyDelete
  3. wah diatas 30 tahun saja sdh byk perubahan fisik yg dirasakan mba,siap gak siap kayaknya mesti siap menjadi tua ya mba

    ReplyDelete
  4. makasih ya kunjungannya Evi Nursanti, Ety Handayaningsih, Fitri anita dan Johanes Gultom. jadi pengin membuat penelitian tentang respon saat melihat uban untuk pertamakali di kepala sendiri....

    ReplyDelete
  5. saya malah kepikiran dan penasaran sama nenek itu bu, kasian

    ReplyDelete
  6. bunda santi, nenek itu meninggal bulan ramadhan kemarin...makasih sudah berkunjung

    ReplyDelete
  7. siap ga siap tua pasti akan datang ya mak :),, semoga saya menjadi tua yang berfikiran dewasa yah :0

    ReplyDelete