Saturday, December 14, 2013

REYNA,PENULIS CILIK




          Pada hari Ahad, aku sakit. aku sakit batuk, tapi bukan batuk biasa. Batuknya dapat membuatku susah untuk bernafas. Kemudian, aku juga terkena pilek. Pileknya selalu menggangguku saat melakukan sesuatu. Tidak kalah lagi, ada pusing yang sangat, sangat, sangat menyengat, hingga bisa membuatku pingsan. Sakit ini membuatku terjebak di kamar yang tidak begitu luas dan bagus. Dengan lampu yang tidak begitu terang, juga kasur yang tidak begitu empuk dan nyaman.
Sungguh sebal hatiku. Karena sepanjang hari, aku hanya di rumah, maka aku menghabiskan waktuku untuk menulis. Aku menulis setiap ide yang keluar secara detail. Aku juga terkadang menelpon atau sms Lisa. Aku juga sering memohon pada ibuku untuk dijinkan masuk sekolah. Biasanya kalau aku memohon pada ibuku, ibuku tidak mau. Maka, aku memohon dengan sangat memelas,
Bu, ibu, aku ingin sekolah. Ijinkan aku masuk hari ini. Setiap hari aku terus, terus, dan terus memohon-mohon. Tapi, ibu selalu berkata:
“Reyna, kamu masih sakit, istirahatlah agar kamu lekas sembuh dan bisa cepat masuk sekolah.Jadi, harapanku hanya satu, menulis di kamar sepanjang hari tentang kejadian ini. Tapi, ternyata aku mendapat cara efektif untuk mempercepat masuk ke sekolah, dengan cara ngambek (jangan di tiru ya..) Aku tidak mau keluar kamar sebelum aku di bolehkan masuk sekolah. Di dalam kamar aku hanya menulis dan tidur. Akhirnya ibu mengalah, ibu membolehkanku masuk sekolah, tapi bolehnya hari Jum’at. Sungguh bahagia hatiku, meski aku harus menunggu beberapa hari lagi.


            
Malam jum”at, aku sangat susah untuk tidur. Ini bisa disebut kelewat bahagia. Akhirnya, pagipun tiba. Aku segera makan, mandi dan berangkat. Aku berangkat bersama ibuku. Sebelumnya aku sms Lisa karena hari ini aku akan masuk sekolah. Tapi, aku berpikir sebentar sebelum sms Lisa. aku ingin membuat surprise kepada Lisa, maka aku tidak jadi sms Lisa. Sepanjang perjalanan, aku melamun karena saking senangnya aku masuk sekolah. Sampai di sekolah, aku melihat Lisa sedang keluar dari kelas, sepertinya ia habis menaruh tas. Akupun berlari secepatnya menuju Lisa, kamudian aku memeluk sahabatku yang telah lama tidak bertemu. Lisa tidak bisa menjengukku karena pekan kemarin, pekan ini, dan pekan lusa, ia sangat sibuk. Kemudian aku dan Lisa masuk ke kelas.
Ternyata, kelas masih sepi. Yang ada di dalam kelas hanya kita berdua. Kita bercerita tentang pengalaman kita sendiri. Lisa berkata:
 “Sekarang klub jurnalistiknya sedang membuat madding...”.
Anak-anak yang lain sudah mulai berdatangan, dan kelas juga sudah mulai gaduh. Bel masuk berbunyi, terdengar langkah guruku Pak Bambang menuju kelas. Karena Pak Bambang terkenal super galak, maka serentak semua anak tertib. Ketua  kelas mulai memimpin do’a.  Hari ini kami lewati pelajaran demi pelajaran.

           
 Bel pulang terdengar sangat nyaring. Bu Sari yang mengajar pelajaran Matematika menutup pelajarannya, anak-anak berhamburan keluar kelas. Begitu juga denganku. Aku melihat sosok wanita yang tengah menunggu anaknya di dekat motor.
 Ya! Itu ibuku! pikirku senang. Selama ini, ibu yang mengurusku. Ayahku sibuk bekerja di luar negri, sehingga tidak sempat pulang ke Indonesia, negara yang kita cintai. Sudah sekitar 3 tahun aku tidak bertemu ayah yang aku sayangi. Terkadang aku menangis bila melihat foto ayahku yang kupajang. aku juga menangis jika teringat ayahku. Saat aku sakit, ibuku terpaksa harus cuti. Ibu tidak ingin punya pembantu, karena takut dirinya menjadi seperti ayahku.
Sesampainya di rumah, aku bertanya pada ibu:
 “ Ibu, apakah aku boleh ikut eskul renang ?”.
Ibu menjawab :”Tidak”.
Aku bertanya lagi : “Kalau begitu, apa aku boleh ikut Eskul jurnalistik?
“ya... boleh saja kalau kamu mau”. Jawab ibuku.
Kemudian aku masuk ke dalam kamarku. Di dalam kamar aku terus menerus menulis, bahkan aku menulis sampai jam 1 malam. aku begitu cinta sama yang namanya “menulis.” Jadi aku betah menulis walau sampai tidur jam 1 malam.

            Besoknya, aku sudah siap berangkat sekolah dengan karya yang kubuat sendiri. Di sekolah Lisa sudah datang. Rupanya ia datang lebih pagi atau bisa di bilang paling pagi di sekolah. Kasihan Lisa, ia duduk sendirian di depan sekolah yang masih tertutup. Lisa senang ketika aku datang. Aku memutuskan untuk menemani Lisa di sekolah, aku juga bisa menyelesaikan cerpennya di sekolah, malah lebih asyik membuat cerpen di sekolah bersama Lisa dari pada membuat cerpen di rumah sendirian.
Saat pak satpam sudah datang, ia membuka pintu gerbang dan pintu kelas kami, kelas 5c. Di dalam kelas, aku melanjutkan cerpenku. Sedangkan Lisa memakan masakan ibunya yang di bawa ke sekolah. Selagi menulis cerpen, aku juga bertanya begini pada Lisa:
“Lis, kenapa kamu nggak makan di rumah dulu dan berangkat nggak sepagi ini?’
Lisa menjawab: “Soalnya kalau aku berangkat nggak sepagi ini, nanti nggak ada yang nganter, jadi aku berangkat sepagi ini, dan terpaksa makan di sekolah”
 Tak terasa sudah ada beberapa anak yang datang, kelas pun menjadi riuh.
            Sepulang sekolah, aku menitipkan cerpenku yang sudah jadi kepada Lisa, aku tidak yakin hari sabtu aku akan berangkat sekolah, karena aku mendengarkan sedikit pembicaraan ibu di telepon kalau besok Jum’at sepulang sekolah aku dan ibu akan menghadiri acara keluarga di rumah orang tuanya ibu, atau simbahku sampai hari ahad sore. Dan yang membuatku ikut acara itu karena ayah juga ikut menghadiri acara itu, tapi aku tidak yakin kalau ayah akan ikut, karena aku mendengarkan ibu dan orang yang sedang berbicara di telepon seperti menyebut nama ‘ayah’. Itu membuatku semakin penasaran, maka saat di rumah aku ingin menjadi detektif yang menyelidiki kasus yang sedang terjadi di antara keluargaku. Ah benarkah ini kasus.Yah kuanggap saja begitu.

Sampai di rumah, kumulai penyelidikanku. Aku selalu mengikuti ibu kemanapun ibu pergi. Lalu saat itupun datang, ibu mulai berbicara dengan orang asing  lagi. Aku seperti mengenal suara itu, tapi kapan? Lalu aku mendengarkan pembicaraan ibu dengan orang itu dari luar kamar. Tapi aku tidak mengerti apa yang dibicarakan ibu dengan orang itu, ibu seperti sudah tau kalau aku sedang mendengarkan , jadi ibu mengecilkan suaranya. Itu sangat membuatku kesal. Aku mulai berpikir, berpikir dan berpikir.
Tiba-tiba ibu keluar dari kamar, aku segera berlari kamanapun aku bisa. Aku bersikap seperti biasa ketika ibu berjalan melewatiku. Ibu hanya tersenyum dan pergi ke dapur untuk membuatkan teh hangat untukku dan ibu. Lalu ibu masuk ke dalam kamar lagi. Ia juga membawa gelas tehnya. Terdengar dari luar kamar, ibu sedang melakukan sesuatu, mungkin ibu sedang menyiapkan baju.
            Keesokan harinya, hanya berlalu seperti biasa. Aku sudah siap berangkat dan menunggu ibu yang dari tadi berbicara dengan orang itu, dan sesekali aku mendengar kata ‘tiket’. Aku semakin penasaran lagi, tapi aku sudah mengurung niatku untuk menyelidiki kasus ini. Kasus ini kuberi nama kasus 001. Agar aku bisa menyelidiki kasus 001 ini dengan Lisa. Kode kasus ini adalah 100 kasus. Mudah saja, hanya membalikkan angkanya. Sesampainya di sekolah, aku mengajak Lisa untuk membantuku menyelesaikan kasus 001 ini. Lisapun langsung menyanggupinya. Aku senang ketika tau kalau Lisa akan membantu menyelesaikan kasus 001 ini. Berarti sore sepulang sekolah nanti, Lisa akan datang ke rumahku untuk membantuku menyelesaikan kasus 001. Ternyata Lisa tidak pulang ke rumahnya, tapi ia langsung ikut aku ke rumahku. Kita mendapat eh menguping kata kunci lagi yaitu batal. Apakah acara itu akan batal dan aku tidak jadi bertemu dengan ayah? Itu sangat menyedihkan. Aku sudah tidak mau lagi menyelidiki kasus ini lagi.

            Hari Jum’at pun tiba. Aku telah sampai di rumah. Ibu berkata seperti ini padaku :”Ayo kita pergi”. Aku pun manut saja, karena hatiku masih sedih mendengar kata batal. Tapi ini seperti jalan menuju rumah simbah. Lama-kelamaan kita sampai di sebuah rumah tua tapi besar.
Itulah rumah simbah. Ada banyak orang di dalam situ, ada yang aku kenal, ada juga yang tidak aku kenal. Tapi biarlah, aku tidak peduli dengan itu, aku masih berpikir tentang kata batal tadi. Makin lama makin banyak orang yang datang. Dan aku melihat sosok laki-laki yang datang. Aku kenal dia! Dia adalah ayah! Sungguh bahagia aku. Aku langsung berlari dan memeluk orang itu. Ayah memeluk dan menciumku. Aku sangat bahagia hingga aku menangis. Tapi aku tidak bisa terus menerus mengikuti ayah saat itu, karena ayah harus mengurus masalah yang lain. Sungguh, ini moment yang tidak bisa terlupakan. Rupanya ayah dan ibu sengaja membuat suprise untukku.
            Hari Ahad sore, aku pulang bersama ayah dan ibu. Lengkap juga keluargaku saat ini. Kebahagiaanku bertambah lagi ketika Lisa datang dan membawa koran. Dia memperlihatkan selembar halaman yang isinya adalah karyaku dan beberapa karya yang lainnya. Ternyata, Bu Indah, guru jurnalistik,  juga mengikutkan ceritaku pada lomba cerpen. Dan aku menang juara 1. Aku bahagia. Karena itu, ayah dan membelikan aku hadiah. Hadiah dari ayah, buku diary untuk menggantikan buku diaryku yang sudah hampir habis. Sedangkan hadiah dari ibu adalah boneka kelinci yang imut. Itu adalah boneka pertama yang ibu berikan padaku. Jadi, sekarang bonekaku ada 2, 1 dari ayah dan 1 lagi dari ibu. Lalu ayah juga mengajak kita pergi ke pantai dan tempat rekreasi lainnya. Sungguh, ini moment terindah yang kualami.
Moment ini  tidak akan pernah kulupakan karena aku menuliskannya. Aku juga tidak lupa selalu menulis cerita lain. Bahkan aku sudah menerbitkan 1 buku, buku itupun laris terbeli. Alhamdulillah, inilah aku,Reyna penulis cerita hidupku sendiri.

karya: Kuni Hamda Abida (13 tahun)

 

No comments:

Post a Comment