Wednesday, December 18, 2013

Singapura, I Am Coming (bagian kedua)

Melanjutkan catatan perjalanan Wong mBantul pergi ke Singapura. Catatan bagian pertama telah saya muat di sini.



Sempat lelap sesaat, daku segera terbangun oleh pengumuman bahwa sesaat lagi akan mendarat di Bandara Internasional Changi airport.

Senyatanya tidak segera., cukup lama pesawat memasuki awan badai. Putih pekat serasa tak berujung. Pesawat berguncang layaknya jalan berlubang. Aku tak habis berdzikir mengusir bayangan buruk yang sempat hadir. Cukup lama, namun bukankah waktu sangat relatif?

Terus melaju tanpa parameter lantaran putih pekat dimanapun, dalam guncangan yang tiada henti.  Saat seperti ini rasanya dekat dengan maut. Tak ada yang abadi, situasi sedikit mencekam itu berakhir juga. Tepat di dekat area pendaratan, langit cerah, pesawat mendarat dengan sempurna. Soft landing.

Memasuki belalai berkarpet tebal, kami melangkah mengikuti arus, mampir toilet, jalan lagi dan mendapati kantor imigrasi di lantai dasar. Changi sungguh besar. Walaupun saya tidak punya kesempatan memutarinya, tak bisa dibandingkan dengan Bandara Jogja yang mungil. Mungkin saking besarnya, area kedatangan ini terasa lengang.

Alhamdulillah urusan dengan imigrasi lancar saja. Aku sedikit menyesal tak jadi membawa buku dalam kardus lantaran ada info kalau kemungkinan akan menyulitkan di proses pemeriksaan imigrasi Singapura. Ternyata tidak.


Keluar dari Bandara, telah menanti mas Damar dan Hanif putranya yang baru berumur belum genap 2 tahun. Mas Damar tinggal di Singapura sejak tahun 2004, saat menempuh S1 atas beasiswa pemerintah Singapura. S2 dan S3 juga. Sekarang bekerja sebagai kompensasi beasiswanya di bidang teknologi. Mas Damar ini asalnya dari Temanggung. Istrinya bernama Dewi. Kejutannya adalah, mbak Dewi berasal dari Minggir, Sleman.Ternyata cuma tetangga. Hari ini kebetulan mbak Dewi sedang ke Jakarta untuk mengurus aplikasi beasiswa S3. Senang bertemu dengan keluarga muda yang penuh semangat.

Kota Singapura
Menyebut kota rasanya aneh juga karena sepertimya seluruh wilayah Singapura yang kami lewati ini seperti kota. Dari atas pesawat, yang nampak adalah gedung - gedang menjulang di sela dedaunan. Jadi seperti dua macam hutan. Hutan beton berpadu dengan hutan tropis.

Ternyata saat di darat, tak jauh berbeda. Subhanallah. Aku tak bisa menahan dzikir itu berkali- kali.Dari atas pesawat nampak kalau kota ini sangat teratur dan bersih. Bersih sungguh. Ternyata bukan hanya dari ketinggian, ternyata memang bersih. Setidaknya sepanjang jalan yang kami kewati saat naik taksi dari bandara menuju apartemen tempat keluarga Mas Damar tinggal. Bersih dari sampah, bahkan sampah dedaunan yang kubayangkan pasti sangat banyak produksi hariannya, bersih dari gelandangan dan bersih dari motor.

Sedikit sekali motor yang melaju. Bahkan mungkin hanya ada kurang dari sepuluh motor yang kami temui sepanjang perjalanan sekitar 10 km. Taksi bandara tertib memakai argo. Sopir mengingatkan aku untuk memakai seat belt. Taksi melaju lancar di kecepatan 90-100 km perjam. Menurut mas Damar, macet hanya terjadi di pagi dan sore hari. Itupun tak separah Jakarta.

Hmmm Nampaknya banyak yang harus ditiru dari Singapura sebagai sebuah kota. Paling tidak 3 hal: bersih, aman dan tertib. Kapan tiba saatnya Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia bisa seefisien Singapura. Taman-taman sungguh terawat, lebat, rimbun dan rapi. Pohon-pohon terekspos dengan baik lantaran dilakukan pemangkasan yang rapi. Jadi pohon-pohon di tepi jalan berbaris layaknya etalasi seni.



Sampai juga kami di apartemen. Kami naik ke lantai 9 apartemen yang disewa mas Damar sekeluarga. Apartemen itu berukuran sekitar 6 x 10 m. Terdiri dari 2 kamar, satu ruang tamu, ruang makan dan dapur jadi satu, satu kamar mandi. Sebagai keluarga muda, mereka sungguh efisien dalam perabotan, rapi dan bersih.

Kami menempati satu kamar ber-Ac. Siang hari apartemen ini sungguh sepi padahal penghuninya jumlahnya ratusan dalam satu gedung. Padahal gedungnya banyak dalam satu kompleks. Kami hanya berpapasan dengan dua orang. Selebihnya hanya angin yang berbisik. Siang itu kami pakai untuk istirahat sejenak. Satu catatan tentang Singapura yang sunyi di siang hari.

Jalan-jalan

Setelah tuan rumah melaksanakan sholat Jum'at, kami makan siang nasi kotak. Nasi lauk ayam sambal dan lalapan timun dan kol, terasa enak di perut yang lapar sejak pagi. Perut terisi, kami bersiap untuk jalan. Tujuannya tak lain ke patung ikon Singapura, merlion.

Apartemen tempat kami transit terletak di wilayah West Coast, kami turun, menyeberang jalan dan mencegat bus. Naik bus dapat dengan membayar tunai 1.50 yang dimasukkan di kotak uang, atau menggesek kartu. Kartu prabayar ini bisa juga untuk naik kereta api MRT atau untuk berbelanja. Kami turun di halte clementi untuk bergan moda transportasi. Naik MRT itu kereta api yg cukup nyaman. Nunggunya tidak lama, berhentinya juga tidak lama, jadi mudah memperkirakan waktu tempuh ke tempat yg dituju. 
Turun di stasiun Rafles Place dan keluar lewat Exit B. Di bawah gerimis tipis, kami berjalan ke arah gedung perkantoran, di belakang gedung perkantoran itu kami menyambangi Singapura river. Sungai yg membelah Singapura ini lumayan bersih. Para wisatawan dan pejalan kaki berjalan menyusuri jalan tepi sungai yg ditanggul tinggi. Sajian pemandangan adalah jembatan yang artistik, di seberang jalan nampak museum, gedung-gedung menjulang memagari sungai, juga taman-taman yang indah.
Di dekat sungai itu ada Hotel Fullerton, berjalan ke belakang hotel ini akan sampai ke  pertigaan jalan. Kami menyeberangi jalan yang paling besar. Turun dari jalan tersebut ke arah bawah akan melihat pinggiran laut. Nah berjalan sedikit lagi mengikuti tepi laut patung merlion sudah dekat.


Banyak wisataan terkonsentrasi di sana sepertinya wajib berfoto denggan latar patung ini jika mengunjungi Singapura. Ternyata informasi yang saya dapat, ada beberapa patung serupa dalam ukuran yang berbeda dengan versi yang sedikit berbeda, terdapat di beberapa wilayah di Singapura.
Sedikit tentang riwayat ikon Singapura ini saya kutipkan dari Wikipedia:

Merlion atau Singa laut (Hanzi : pinyin: Yúwěishī) adalah patung yang berkepala singadengan badan seperti ikan. Namanya merupakan gabungan dari ikan duyung dan singa. Merlion dirancang oleh Fraser Brunner untuk Badan Pariwisata Singapura (STB) pada 1964 dan dipergunakan sebagai logonya hingga 1997. Perdana Menteri saat itu, Lee Kuan Yew, meresmikan upacara pemasangan Merlion di Singapura pada 15 September 1972. Merlion tetap menjadi lambang merek dagangnya hingga sekarang. Ia juga seringkali muncul dalam suvenir yang disetujui oleh STB. Patung asli Merlion berdiri di mulut Sungai Singapura sementara sebuah replika yang lebih tinggi dapat ditemukan di Pulau Sentosa.
Tinggi Merlion ini 8,6 meter dan beratnya 70 ton. Patung Merlion dibangun dari campuran semen oleh seniman Singapura, Lim Nang Seng.
Menurut kampanye publikasi Badan Pariwisata Singapura, makhluk berkepala singa dan bertubuh ikan ini mengingatkan akan kisah tentang Sang Nila Utama yang legendaris, yang melihat seekor singa selagi berburu di sebuah pulau, dalam perjalanannya ke Malaka. Pulau itu belakangan dikenal sebagai pelabuhan Temasek, yang kemudian menjadi Singapura.

Puas berfoto, kami duduk minum kopi di kafe tepi muara sungai untuk melepas lelah dan memperhatikan wisatawan berbagai negara yang terus datang dan pergi. Melanjutkan perjalanan, kami naik bus untuk menuju stasiun terdekat.


Kunjungan selanjutnya adalah kawasan wisata Pulau Sentosa. Di sana terdapat Universal studio yang sangat terkenal. Cara ke Sentosa Island: Naik MRT dengan tujuan HarbourFront. Lalu dari HarbourFront ikutin papan petunjuk arah. Bisa naik bus, train (kereta) dari Vivocity atau dengan kereta gantung. Sampai di sana, kami berputar-putar saja melihat bangunan dan gedung yang ada.

Layaknya kawasan Ancol di Jakarta, Sentosa adalah pulau terpisah dari pulau induk Singapura. Letaknya sangat dekat dengan Batam. Di sana banyak atraksi yang konon menarik, yaitu:
·         Fort Siloso Tours
·         Song of the sea
·         Images of Singapore
·         Nature Walk – Dragon Trail
·         Sentosa 4D Magix
·         Sentosa Cineblast
·         Sentosa Luge & Skyride
·         Songs of the Sea
·         Underwater World
·         Dolphin Lagoon
·         Animal & Bird Encounters
·         Segway Fun Ride
·         The Merlion Tower
·         Sentosa Adventure Park
·         Wave House Sentosa
·         iFly Skydive
·         Crane Dance

Sayangnya di sini juga terdapat lokasi perjudian yang besar dan buka 24 jam. Puff.

Mas Damar harus sholat asar dan mushola sungguh jauh, maka ia mencari ruang transit bayi. Di sana ia dapat menemukan air untuk berwudhu dan tempat privacy utk melaksanakan sholat.


Karena sudah menjmak sholat, kami menunggu sambil mampir ke toko permen candylicious dan melihat aneka asecoris yg dibuat serius berbentuk permen. Bahkan ada pohon permen, buahnya bergantungan aneka bentuk permen raksasa. Di sini juga ada patung merlion bermotif permen dan mobil permen. Membeli permen harus hati-hati lantaran ada juga beberapa tempelan pembaritahuan bahan permen. Misal ada konten pork gelatin atau konten alkohol.

Lelah berjalan dan foto-foto, kami memutuskan untuk pulang karena hari sudah menjelang petang. Tak satupun atraksi yang kami lihat, namun kami tidak kecewa. Kelak masih mungkin untuk kembali lagi bersama anak-anak. Di area stasiun ada mall dan kami menyempatkan berkeliling membeli obat flu untuk suamiku yang sedang menderita flu berat. Daku sendiri alhamdulillah tinggal sedikit batuk, dan sudah berbekal obat batuk dan aneka suplemen dari tanah air.

Malam ini kami kembali naik MRT, naik bus, lalu mampir makan di rumah makan muslim milik orang India. Letaknya persis di seberang apartemen.

Kembali naik ke lantai 9, daku merasa lelah sekali dan tak sanggup lagi keteka beberapa teman berkumpul dan berbincang hingga larut malam. Daku pamit duluan dan hanya pak Cah yang menemani mereka berbincang. Esok perjalanan masih panjang. Semoga kami sehat dan dimudahkan.

Catatan rangkaian perjalanan Singapura-Johor ini juga bisa dilihat di sini dan  di sini.

6 comments:

  1. Salam kenal ya Mbak...
    Ceritanya seru sekali dan bisa silahturahim dengan orang Indo ya....Oya, Mbak Dewi itu memiliki kembaran kan ya? Saya belum pernah ketemu dengan Mbak Dewi. Tapi, wajahnya mirip dengan orang yg saya kenal di Swedia ini dan pernah bilang kembarannya itu tinggal di Singapura. Namanya Desi. Monggo mbak nyasar di cerita saya:http://afrinalaksmiarti.wordpress.com/2013/11/28/mama-dan-ghaisa-sepuluh-jam-jelajah-singapura/

    ReplyDelete
  2. Asik banget maak.. nemenin suami jalan2 terus yaa :D

    ReplyDelete
  3. Mak Afrina Laksmiati, kemarin nggak sempat nanya ya tentang keluarga mbak Dewi...bisa jadi ya...okee nanti saya kunjungan balik. Mak Leyla Hana, iya nih seneeng...

    ReplyDelete
  4. selamat berwisataaa...senang pastinya yaa...ikutan GAku mba, tentang jalan-jalan lho...gampang kaan :D...cek di sini yaa... :D..http://indahnnuria.blogspot.com/2013/11/my-itchy-feet-2-giveaways-for-dear.html

    ReplyDelete
  5. Selalu kembali terkenang pengalaman pahit kalo liat bola biru universal studio, haha.. hape kuilang disituu

    ReplyDelete
  6. sudah dapat ganti yang lebih baik kan mak Nurul Noe?

    ReplyDelete