Friday, February 28, 2014

Catatan Harian Timika

Timika, 12 juni 2011 
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, berada di belahan Indonesia Timur, di bumi Papua, setelah menempuh 14 jam perjalanan...

Kemarin, Sabtu pagi, jam 6.30 wit, kami mendarat di bandara Mozes Kilangin Timika, Mimika. Kuhirup udara Papua untuk kali pertama. Kucari aroma khas yang akan kuingat selamanya.



Beberapa ibu menjemput kami, diantaranya bu Witri istri pak Joko. Juga beberapa rekan yang konon hampir semua pernah tinggal di Jogja.
“ Ini plat AB semuanya...” kata bu Witri. Kami semua tertawa.
Bandara Papua sudah direnovasi dan mulai dipergunakan sejak tahun 2009. Sebelumnya konon lebih mirip kandang sapi lantaran bangunannya dari kayu. Sekarang bangunan lama tetap dipergunakan untuk gudang kargo.

Walaupun sudah dibangun dan diperluas, kurasakan masih sempit juga. Kami berdesakan mengantri untuk mengambil bagasi. Aku sempatkan ke toilet, dan agak takjub. Luar biasa bahwa kutemukan toilet dalam kedaan yang relatif bersih.

Beberapa tulisan dan simbol menandakan bahwa ada kontribusi PT  Freeport dalam pembangunan bandara.

Kami mampir untuk menikmati sarapan di sebuah warung coto makassar yang baru setengah buka. Baru setengah buka, karena terlalu pagi kami mampir, sehingga kami harus menanti untuk beberapa saat sebelum pemiliknya siap untuk menghidangkan. Bagiku itu juga menguntungkan. Pasalnya sejak semalam aku terkena diare. Entah makanan mana yang membuat masalah di perutku. Mungkin menu rawon dan sambal di bandara Jogja atau entah apa. Sampai pagi itu sudah 7 kali menguras perut.

Penantian kami terbayar dengan coto makassar yang enak. Kami makan dengan ketupat. Aku habis 2 bungkus ketupat. Hmm sambutan yang hangat dari iteman-teman di Timika.

Kami menuju hotel Serayu. Konon dulunya adalah hotel tertua, terbagus dan terbesar di Timika. Kalau sekarang sudah ada hotel-hotel yang lebih besar. Hotel Serayu milik seorang yang dermawan... banyak tamu teman-teman yang mendapat fasilitas menginap gratis di hotel ini. Subhanallah semoga pahala mengalir untuk pemilik hotel ini.

Kamar 707 tempat kami menginap, persis di belakang meeting room tempat acara talk show parenting Ahad pagi yang akan kami isi. Kamarnya cukup nyaman. Kalau di kota lain mungkin setara dengan kelas melati. Tidak tahu apa kelasnya di sini. Ada tempat tidur double bed, almari dan 2 meja. Satu kursi baca, satu kursi kerja. Televisi sharp flat 32 inc. Ac dan keran  mandi shower air panas-dingin. Kami merasa nyaman beristirahat menebus ngantuk dan kepenatan. Maklum, transit 4 jam di bandara Ngurah Rai  Denpasar, aku hanya dapat memejamkan mata 1 jam. Selebihnya bolak-balik menguras isi perut di kamar mandi.

Siang ini kami mengisi acara pelatihan samara untuk yang sudah berkeluarga dan yang lajang. Semua usia diundang. Bahkan anak remaja, anak SD, TK dan bayi-bayi ikut hadir. Ruang aula atas SDIT Permata Papua yang cukup luas, penuh hadirin sampai kekurangan kursi.

Acara mengalir lancar, kami berdialog hingga lewat waktu ashar. Sore itu kami kembali ke hotel. Suamiku akan mengisi tabligh akbar di masjid Baitussalam antara maghrib dan isya.

SDIT Permata Papua terletak satu komplek dengan TKIT dan sedang merencanakan untuk membangun SMPIT. Lokasinya cukup memadai dengan halaman yang luas. Entah nanti jika bertambah dengan SMPIT, apakah akan masih nampak luas.

Kami hadir di Timika untuk mengisi rangkaian acara wisuda dan tutup tahun TKIT Permata Papua. Luar biasa bukan, acara tutup tahun TKIT menghadirkan kami jauh-jauh dari Jogja.

Malam Ahad kami makan di rumah makan sea food. Menu andalannya adalah kepiting masak asam manis. Kepitingnya sungguh besar. Satu kepiting sampai memenuhi satu nampan ukuran sedang. Kuperkirakan diameter cangkangnya ada lebih dari 25 cm. Orang setempat menyebutnya karaka. Rasanya sungguh gurih dan nikmat. Kami menggunakan tang khusus untuk membuka cangkang kaki dan capitnya.

Selain itu juga dihidangkan ikan bakar yang cukup besar serta udang bakar yang tidak kalah sedap. Sayangnya aku alergi udang sehingga hanya berani makan sedikit. Cah kangkung juga enak. Wah aku sampai nambah dan lupa dengan urusan diareku. Tadi pagi bu Witri yang mengetahui aku diare, segera mengirim antangin jrg dan diapet. Pagi kuminum dan setelahnya alhamdulillah sudah mampat. Jadi aku bisa makan dengan lebih nikmat.

Ahad pagi acara parenting school mulai jam 10.00-12.00 WIT. Alhamdulillah peserta penuh sampai kursi kurang dan harus pinjam dari kursi kantor hotel. Semua berjalan lancar dan sukses. Semoga bisa memberi kontribusi bagi para orang tua dan tentu juga bagi kami sendiri. Diakhir kulihat banyak yang menitikkan air mata ketika kami mengajak untuk membayangkan anak-anak mereka, jika Allah mengambilnya saat ini dan kita merasa belum bisa memberikan yang terbaik. Masih ada waktu...sehingga kita semua sebagai orang tua, segera bertaubat dan memperbaiki cara kita dalam merawat, mengasuh dan mendidik anak-anak kita. Semoga kami juga dikuatkan, amin.

Siang itu setelah puas berfoto bersama, kami beramai-ramai makan bersama di RM Pangkep. Menunya konro bakar yang lezat. Namun karena datangnya keroyokan, kami harus menanti cukup lama menunggu masakan siap. Kasihan anak-anak yang sudah cukup lapar...ada yang karena kelamaan menunggu, memilih makan nasi kecap yang sudah terhidang. Hehe.

Namun penantian itu terbayar dengan sop soudara dan konro yang lezat...aku nambah lagi. Wah kalau kelamaan di Papua, program dietku bisa bubar.

Setelah ashar kami diantar ikhwah, pak Rohmin, untuk mengujungi lokasi pembuangan tailing PT Freeport. Mula-mula kami mengunjungi kawasan konservasi dan biodiversity yang dikelola oleh pak Rohmin. Pak Rohmin adalah kepala LAB penelitian berbagai hal tentang limbah.

Di lokasi itu, lahan tailing dipakai untuk menanan aneka tanaman, untuk membuat kolam ikan, hasilnya dipanen dan diteliti, Apakah ada kandungan kimia akibat proses penambangan dan pengolahan.

Lalu kami menuju Kuala Kencana. Perjalanan melalui tepi aliran sungai tailing yang lama. Aku ingat kali Gendol di lereng Merapi pasca erupsi. Luas dan hanya berisi pasir dan batu kerikil. Bedanya di kali gendol ada juga batu besar yang ikut hanyut, dan lahan penduduk di kiri kanan sungai gosong terbakar lahar atau wedhus gembel. Kalau disini, sudah hijau. Sekarang aliran sungai tailing sudah digeser sejauh 1 km menjauhi kota Timika. Sedang dibangun tanggul yang terus ditinggikan untuk menjaga agar aliran sungai berjalan seperti yang dikehendaki hingga ke muara. Dalam perkiraanku, aliran sungai limbah ini sekitar (72-38) x 1,6 km...berapa coba hitung sendiri.  Sekitar 53 km menuju muara...wah jauh juga ya.

Mengapa aliran dipindah agak menjauh, karena dalam proses pengolahan hasil tambang tailing ini masih mengandung banyak logam berat. Dan juga zat kimia. Jika terlalu dekat dengan pemukiman, dikhawatirkan akan mencemari air tanah sedangkan belum cukup tersaring dengan sempurna oleh tanah.

Hujan yang setiap hari mengguyur Timika, sangat membantu untuk menumbuhkan dan menyuburkan lahan. Juga meluruhkan debu2 tailing. Konon curah hujan di Timika 3m pertahun. Artinya lebih banyak berlipat dari kota Bogor. Mungkin Timika juga layak diberi julukan kota hujan. Alhamdulillah tidak ada banjir karena daya resap tailing sangat tinggi.

Kuala Kencana adalah kota di tengah hutan. Kota yang rapi dan bersih, dengan jalan yang mulus dan lebar, dengan berbagai fasilitasnya. Ada supermarket hero, ada kolam renang, fitness center dan beberapa hiburan. Penduduk distriknya hanya ada beberapa RW. RW  1 dan 2 murni hanya untuk karyawan PT Freeport. RW 3-7 sudah sebagian menjadi hak milik karyawan, ada juga yang sudah dijual ke fihak lain. Ada sekolah Internasional untuk anak-anak bule. Konon itu kawasan bule, hanya anak bule yang boleh bersekolah dan memasuki kompleks tersebut.

Disini orang tertib berlalu lintas. Kami harus selalu memakai seatbelt. Jika ketahuan tidak mengenakan, bisa kena denda. Kami mengunjungi masjid Baiturahim, melewati air mancur di pusat kota dan juga melewati gereja Betlehem.

Puas berkeliling, kami kembali ke hotel. Malam ini sebagaimana kemarin, suamiku kembali mengisi tabligh di masjid. Aku menanti dengan menulis cerita ini. Sebentar lagi kami diundang makan malam ke rumah teman di Kuala Kencana. Jadi kusudahi tulisan ini.

O, ya ada yang menarik tentang Papua ini yang berbeda dengan di Jawa. Makan sirih pinang. Orang sini suka mengunyah pinang sirih! Banyak juga yang berjualan di pinggir jalan, buah pinang warna hijau. Aku ikut membeli tapi tak berani mengunyah. Hasil kunyahan menjadi ludah warna merah yang mengandung antiseptik. Layaknya orang sikat gigi lah. Efek sampingnya, ludahan pinang sirih warna merah ini ada dimana-mana. Di trotoar atau dan juga di tembok-tembok. Huaaa.


Ini malam ke dua atau juga malam terakhir kami di Papua pada kesempatan kali ini, besok pagi jam 7.30 kami akan terbang ke Jayapura, untuk kegiatan yang lain. Semoga semua berjalan lancar. Amin.

6 comments:

  1. senengnya bis amenginjak tanah Papua, Mbak. Saya ingin sekali ke sana :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya doakan mak Myra sampai ke sana. tak ada yang mustahil ya mak...makasih sudah berkunjung.

      Delete
  2. Pasti menyenangkan bertemu dengan saudara2 kita disana, mengetahui kebiasaan dan kehidupan mereka.. Tapi Mbak, tika heran kok kunjungan nya ke Papua tapi makan nya menu sulsel semua? Hehehe.. Ada coto, sop saudara, dan konro :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa...makanan asli sana bubur sagu dan ketela....hihi apalagi acara makan tradisionalnya bakar batu...gak bisa dimakan mak bahannya b*bi

      Delete
  3. Ooh, seperti itu.. Rata2 makanan sulsel, berarti disana banyakan pendatang dari sulsel kali yah? Hehehe.. Sukses yah mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. banyak dari sulsel. sebenarnya ada sebuah cerita saya tentang seorang perantau dari sulsesl yang sangat gigih. sayangnya naskah entah nyelip dimana belum ketemu.

      Delete