Saturday, February 15, 2014

Mushibah yang Mencerahkan dan menyatukan

Bungaku berwarna abu
Hidup berkeluarga mengalami pasang surut, susah senang silih berganti. Demikian pula masa kecilku. Kuingat mushibah besar seperti saat rumah kami roboh. Atau saat seluruh anggota keluarga terserang sakit. Peristiwa sakit berjamaah yang pertama terjadi saat saya kelas 5 SD. Pulang sekolah kudapati bapak, ibu,dan 2  adikku sudah terbaring lemas. Bapak memohon padaku :
“Nduk, kamu pergi ke Puskesmas, naik sepeda, bilang sama petugas Puskesmas bahwa kita semua diare parah, tidak kuat berjalan ke Puskesmas...”


Kakakku belum pulang dari sekolahnya di SMP. Saya, anak kelas lima SD, saat itu memberanikan diri bersepeda sendirian, sejauh 1,5 km jarak dari rumah ke Puskesmas yang jalannya lumayan menaik terjal. Dan dengan nafas terengah dan gemetaran karena takut dan cemas, matur pada bu mantri perawat tentang situasi di rumah. Puskesmas sudah sepi pengunjung jam 13 lewat itu. Bu Dokter juga tidak ada di tempat. Saya pulang berbekal oralit, pil anti diare dan anti muntah.


Kalau dirunut sebab musabab acara muntaber masal ini adalah karena ibuku mendapat provokasi dari tetangga. Saat itu ekonomi memang berat, bukan hanya di keluarga kami, juga di lingkungan sekitar. Tetangga mengajari ibu untuk membuat nasi aking. Nasi sisa dikeringkan dengan menjemurnya di panas matahari. Setelah kering betul bisa ditanak lagi dan dimakan dengan parutan kelapa. Kami pernah menikmatinya beberapa kali, dan terasa cukup lezat untuk dinikmatri di hari minggu pagi sebagai pengganti nasi. Namun hari minggu kemarin mungkin apes. Mungkin nasi aking itu mengandung jamur yang meracuni. Jadi semua keracunan kecuali aku dan kakakku yang hanya makan sedikit.

Selalu kuingat peristiwa itu, merasa menjadi pahlawan keluarga. Bertindak saat ayahkupun tak berdaya.

Peristiwa kedua adalah saat saya duduk di bangku SMA kelas 2. Bermula dari acara sunatan adik bungsuku yang duduk di kelas 5 SD. Malam hari saat  acara puncak, kakakku yang kecapekan jatuh sakit, lumayan parah. Maka malam itu juga kami melarikannya untuk opname di RS di Solo. Tentu saja bapak dan ibu sebagai shohibul acara tak mungkin menunggui kakak, maka menjadi tugasku untuk menunggui kakak di RS. Sore hari berikutnya datang mushibah kedua. Ibuku terpeleset saat menggiring ayam ke kandang. Peristiwanya sudah sore, menjelang petang. Tanah liat merah licin telah mengglincirkan ibu setelah sebelumnya hujan lebat turun. Tangan ibu patah di pergelangan sehingga harus masuk RS dan dipasang pen.

Bapak pontang-panting mengurus kakak dan ibu di dua RS yang berbeda yang berjarak 30 km. Tentu tetap sambil masuk kerja. Adikku yang barusan disunat tentu tak bisa apa-apa. Kami keluarga inti yang tak punya pembantu rumah tangga. Nah disinilah peran besar dari adiku yang duduk di kelas 2 SMP.

Anak ke tiga ini tadinya adalah cowok ABG yang agak bengal, kurang menurut pada ayah dan ibu. Mungkin bagi orang kebanyakan, kenakalannya biasa saja. Tapi bagi kami, keluarga santri, bapakku Hakim Agama, apa yang dilakukan adikku sudah dianggap melampaui batas. Misalnya saja ia berani merokok diam-diam di belakang rumah. Atau keluyuran pada malam hari, kongkow-kongkow di pos ronda. Berbekal bantal dan buku pelajaran, ia mengaku belajar dan tidur di pos ronda. Jika kami sekeluarga pergi bersama, sekedar jalan-jalan pagi ke waduk Gadjah Mungkur, adikku ini menolak ikut dan memilih meringkuk tidur.

Kami semua prihatin dengan kelakuannya yang suka membantah. Apalagi ia kadang kasar kepada adiknya, si bungsu yang saat itu sedang sunat.

Mushibah beruntun yang menimpa keluarga kami membawa dampak besar terutama pada adikku si nomer tiga. Tiba-tiba saja ia menjadi baik. Dialah yang ikut bolak-balik mengurus ibuku, mengurus adikku. Apalagi saat bapak kemudian sakit batuk darah lantaran kecapekan dan seringkali harus berkendara menembus hujan untuk mengurus segala sesuatunya.

Sekitar 20 hari kakakku opname, kebetulan juga pas libur kenaikan kelas jadi aku bisa penuh menungguinya. Ibuku hanya opname 5 hari. Kadang gantian aku yang pulang saat bapak kelelahan, terutama hari Minggu saat bapak tidak ke kantor.

Kerja bakti membersihkan abu kelud di jalan depan rumahku

Di rumah suasana sungguh mengenaskan. Rumah kami kotor oleh bekas-bekas punya kerja yang belum sepenuhnya dibersihkan. Banyak barang-barang yang belum dikembalikan dan adikku si nomer tiga yang melakukan acara pengembalian dan pembersihan sedikit demi sedikit. Aku menangis saat ia memasak bakmi dan telur menyambut kepulanganku dari Rumah Sakit. Menangis haru karena tak pernah sebelumnya ia berlaku demikian dan sedikit geli dengan gorengan telurnya yang gosong.

Sesungguhnya selalu ada hikmah di balik mushibah. Allah pasti punya rencana dengan semua peristiwa. Jika ditanya, tak ada yang mau mendapat mushibah. Apalagi mushibah beruntun seperti yang kami alami. Akan tetapi jika mushibah itu menjadi sarana pencerahan bagi yang mengalami, tentu menjadi nikmat yang layak disyukuri.

Kami tetap bersyukur dengan semua yang terjadi, adikku yang sunat dan belum bisa segera bangun, kakakku yang opname cukup lama di RS, ibuku yang patah tangan dan harus menggendong tangannya selama dua bulan, serta ayahku yang batuk darah cukup lama. Semua itu menjadi harga kembalinya adikku si nomer tiga yang tadinya seakan menjauh dari keluarga. Kami menyebutnya kembalinya si anak hilang. Ya karena sekalipun fisiknya kadang ada bersama kami dalam satu atap, namun kadang jiwanya seakan tidak bersama kami. Mushibah telah mencerahkan jiwa kami, jiwa adikku dan menyatukan kami menjadi keluarga yang bahagia tanpa ganjalan berarti.

Kebun pisang bersimbah abu 
Sekarang mushibah masal terjadi di negeri ini. Adakah yang mencoba memahami, mungkin Allah tengah mengingatkan kita semua. Atas segala salah dan dosa. Saat gunung Kelud meletus, tiba-tiba saya merasa bahwa mungkin teguran ini lantaran kita kurang peduli pada saudara-saudara kita yang terdampak erupsi gunung Sinabung. Jadi didekatkan mushibah debu itu merata nyaris di seluruh pulau Jawa. Eh maaf jika saya dianggap mengada-ada.

Apakah mushibah erupsi, banjir dan tanah longsor ini bisa mencerahkan bangsa ini? Apakah bisa menyatukan bangsa ini? Terlebih menyongsong perhelatan besar 9 April 2014 yang menentukan masa depan bangsa.

Apakah masyarakat akan kembali ‘terbeli’ suara dan hak pilihnya dengan uang yang mungkin hasil korupsi? Hmm sebagai praktisi politik saya miris  menyaksikan transaksi politik yang merambah hingga ke pelosok desa.

Bencana apalagi yang diperlukan agar menjadikan bangsa ini melakukan taubatan masal dan melakukan proses demokrasi dengan bersih dan adil? Semoga cukup ini saja ya Allah, jadikan kami tercerahkan dan memutus generasi dengan memilih para Wakil Rakyat, para pemimpin negeri yang bersih dan peduli.

Ayoo berikan suaramu untuk kemenangan kebaikan dan harapan masa depan yang lebih baik. Tinggalkan yang tercoreng korupsi jama’i dan hutang masa lalu yang belum terbayar. Jadikan 9 April 2014 sebagai tonggak kemenangan seluruh bangsa dari semua keterpurukan.

Semoga semua mushibah ini mencerahkan dan menyatukan, amin.


Artikel lain terkait dampak erupsi gunung Kelud yang menimpa kota Jogja ada di sini.
****

Yang empunya blog ini punya gawe GA, ayo ikutan. Cekidot di sini.

 ****
Untuk membantu meringankan penderitaan saudara kita yang sedang terkena mushibah, yuuk sisihkan sebagian rejeki kita untuk menyumbang melalui KEB peduli di bawah ini:

6 comments:

  1. Banyak hikmah yang dapat di petik dari postingan ini Mbak...dan di paragraf akhir, saya jadi tahu kenapa Mbak Ida terpilih jadi wakil rakyat :)

    Sukses dengan langkah hebatmu Mbak... :)

    ReplyDelete
  2. Pengalaman masa kecil memberi kita kenangan berarti yang berdampak pada kita di hari ini ya mbak. Sukses selaku u mbak.salam

    ReplyDelete
  3. Makasih mak Lies hadie dan puteriamirilis. semua peristiwa akan menimbulkan jejak dalam diri kita.

    ReplyDelete
  4. Berharap bukan musibah yang menyatukan kita. Tapi manusia seringkali keras kepala sehingga Allah menyatukan dengan cara yang keras pula. Artikel yang membuat merenung....

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih kunjungannya mak Lusi. doa orang baik semoga menjauhkan dari adzab dan mushibah.

      Delete