Sunday, February 9, 2014

Saat si gadis pulang telat

Catatan harian Umi dan Azka.
Ahad, 27 februari 2012 .


Kadang perasaan seperti gunung yang akan meletus

Pagi itu engkau bangun pagi dan segera mandi. Tumben.
“Mau kemana kak?” tanyaku.
“Aku mau Sun Mor..mi ”jawabmu.
“Mmm kalau Sun Mor itu yang Mor saja lho...bukan Sun evening...” kataku.
“ Lha iya...aku nanti juga paling pulang siang-siang kok...” jawabmu.
“Kamu tahu tidak, jika maghrib kamu belum pulang, umi itu cemas...kamu akan rasakan perasaan itu nanti jika kamu punya anak gadis...”
“ Iya mungkin aku besok akan merasakan ya mi...”jawabmu.

“ ..dan tahukah kamu, jika sekarang kamu tidak taat sama umi...mungkin kelak anakmu juga tidak taat sama  kamu...?”
“Memangnya umi tidak taat sama eyang...?” kamu balik bertanya.aku terkejut...anakku yang kritis...
“ Umi selalu berusaha taat sama eyang dong. Bayangkan, umi taat saja, kamu kadang tidak nurut sama umi...bayangkan jika kamu tidak taat...apa jadinya anakmu...”
“Hmmm iya ya...aku taat kok sama umi...”

Dan kamu berangkat ke sunmor. Hingga tengah hari, aku lupa dengan urusanmu. Aku sibukkan diri dengan adik-adikmu. Siang, jam 12.00 aku memasak sayur asem yang lezat, barulah aku ingat padamu. Sayur asem adalah kesukaanmu.
“ Kak, umi masak sayur asem...lezaat” aku menulis SMS untukmu.
Maksudku sebenarnya adalah :  “Pulanglah nak, bukankah kamu tadi berjanji pulang siang, ini umi sudah memasak sayur kesukaannmu “ . Namun engkau tidak menjawab SMS itu.  

Bahkan hingga ashar, engkau tidak memberi kabar.
Maka aku meneleponmu. Tulalit. HP mu tidak aktif.
Kemungkinannya adalah HPmu mati kehabisan batre atau engkau sengaja mematikannya. Aku tidak mau berprasangka buruk, jadi kuanggap saja hpmu sedang mati.

Cuaca mendung, lalu hujan cukup deras. Aku mulai cemas.
Dimana kamu anakku  ?
Hingga  adzan maghrib berkumandang, engkau tidak kunjung pulang.
Berbagai rasa berkecamuk dalam hatiku. Apakah yang tengah terjadi ? apakah aku telah gagal mendidik anakku ? Mengapa ia tidak kunjung pulang ? Mengapa ia tidak peduli pada keluarga, pada orang tua dan adik-adiknya ? Apakah aku harus lebih tegas lagi  ?

Misalnya apakah perlu kusampaikan pada ayahnya, bahwa menurut perasanku ia sekarang cenderung menyepelekan ibunya. Apakah perlu uang sakunya lewat aku lagi, tidak langsung ditransfer lewat ATM, sehingga jika ia merasa membutuhkan uang, ia akan memakai proses pengajuan anggaran jika bepergian.

Bagaimana nanti aku akan bersikap, jika ia pulang telat ?
Apakah aku akan mendiamkannya, dari pada aku mengomel tak karuan. Tapi apakah mendiamkan itu efektif, bisa jadi ia tidak akan tahu bahwa aku sedang marah padanya. Dan mungkin menjadi contoh sikap orang tua yang kurang baik lantaran mendiamkan anak justru ketika anak bersalah...?

Jika akan menasehati, dari mana aku akan memulainya...?
Apakah aku harus lebih tegas memberi tanggung jawab padanya, misal mengurus bajunya, mencuci seterika sendiri, tidak dikerjakan pembantu...?
Barangkali dengan begitu ia akan lebih dewasa dan bertanggung kawab paling tidak untuk urusannya sendiri...

Semua itu berkecamuk dalam benakku. Semua itu mendera hatiku. Hingga saat sholat maghrib, aku merasakan duka yang sangat. Kudoakan khusu untuk putriku, agar Allah segera mengetuk hatinya untuk pulang.
Hujan masih saja turun, langit pekat,  dan hari telah gelap.

Selepas maghrib, aku ajak anak-anak membaca ma’tsurot lalu mengaji. Amar, Hamda dan Difa, duduk membaca Al-Qur;an bersamaku. Dalam hati aku terus bertanya...kemana kamu Azka...? Mengapa engkau tidak bersama kami duduk  membaca al-Qur’an. Apakah kamu juga sudah sholat maghrib. Namun  kusimpan saja semua dalam hati. Tak kunampakkan cemasku pada anak yang lain.

Sedang kami mengaji bersama...engkau datang mengetuk pintu. Amar kuminta membukakan.
“ Assalamu’alaikum...Umi lihat...!”
Engkau masuk rumah, dengan suara yang ringan renyah, tanpa rasa bersalah...lega sudah hatiku, hilang semua resah, alhamdulillah...namun...
“...aku jatuh kecelakaan...” masya Allah, aku menoleh, melihat engkau menunjukkan luka-luka di lutut dan kakimu.
“ Aku jatuh sendiri, tapi cuma ini luka-lukanya...”
“ Kamu tahu kak...mengapa kamu jatuh...?” tanyaku hati-hati.
“ Iya aku tahu, pasti aku tidak mendapat ridhonya Umi...pasti kalau Umi tidak ridho...aku jadi kenapa...kenapa...”

Plong...hilang sudah semua kemarahanku. Ternyata engkau mengerti nak...
“Umi tadi sore memang marah, karena kamu tidak bisa ditelepon...kan janjinya pulang siang...”
“Iya, aku tadi habis dari sun mor trus ngerjain tugas di rumah temanku. Kan kemarin sudah motret  studio banyak...jadi banyak yang harus diedit...jadi sekalian tadi kita kerjain...”
“Ya Allah, lain kali beri kabar kek...biar umi tidak cemas...”
“Kan hpku mati... O iya sebenarnya bisa pinjam hp temen ya...wah gak kepikiran...” katamu ringan.
Ya anakku, Umi memaafkanmu...

“Kak, ini masalah komunikasi. Seandainya kamu bilang rencana kamu dan acara kamu, umi tidak akan berpikir yang macam-macam. Umi tadi padahal tidak mendoakan jelek untukmu. Tapi memang umi agak marah sama kamu...”
“Ya deh lain kali aku sms...”

Selesai sudah semua pergulatan batin. Bagaimanapun kami saling menyayangi. Bagaimanapun kamu adalah putriku yang masih kupercaya. Jika kamu bilang melakukan sesuatu, aku percaya bahwa memang itulah yang kamu kerjakan. Maafkan Umi ,anakku. Jika tadi sempat khawatir kamu pergi bermain dan bergaul tak karuan...

Sebagai ganti, kumasakkan orak-arik untuk makan malam, jam 20.00 waktu dapur.
“Kak ayo makan, Umi masak orak-arik enak...sayur asem tadi siang juga masih...sudah umi panasi".
“Ya mi..hmm baunya enak sekali...” katamu.

Engkau mengambil nasi dan makan dengan sangat lahap sambil menonton sepak bola bersama Amar. Aku bergabung makan bersama. Kita ngobrol soal Indonesia vs. Singapura yang sedang main. Kita mengobrol Persiba yang kemarin sore kamu tonton.
Cair sudah semua masalah.

“Aku makan sayur asemnya ya Mi...mmm kurang asin tapi gak papa...”
Engkau habiskan satu mangkuk tak bersisa hingga kuah-kuahnya. Aku melihatnya dengan bangga.
Azka, engkau masih anakku...masih menyukai masakanku...

 “Ini kak, minum obat, biar badanmu tidak pegel-pegel nanti malam dan besok pagi. Lukanya diolesi centabio...” kuambilkan sebuah tablet.
“Obat apa mi? Centa bionya sudah ketemu ini...” katamu sambil mengoles luka.
“Ini neuro sanbe, obat vitamin syaraf dan tambah darah...orang habis jatuh biasanya pegal badannya....”
“Makasih mi....enak ya kalau capek minum ini jadi sembuh dong...tapi ntar aku masih minum coca cola...”
Azka, engkau masih anakku...masih menurut apa saranku...

Ya Allah, jadikan dia putri sholihah, penyejuk mata. Jagalah dia dari api dunia dan api neraka..berikan selalu kebaikan dan kebahagiaan, amin.

Dan semua rencanaku sore tadi, menguap sudah...


23 comments:

  1. Hal seperti ini pasti juga dialami kebanyakan orang tua ya Mba, seperti saya juga sering mengalami hal seperti ini. Maklumlah jiwa orang tua. he,, he, he,,,


    Salam

    ReplyDelete
  2. makasih kunjungannya Indra Kusuma, tidak mudah menjadi orang tua di jaman sekarang. salam kenal

    ReplyDelete
  3. Kalau jadiorang tua selalu begitu ya?.. sayangnya aku belum pernah merasakan punya anak...
    Btw, aku jadi ingat masa remaja aku... karena ibuku amat terlalau mencemaskan setiap aku keluar rumah, saking cemasnya, jarang sekali aku diizinkan pergi jauh... alhasil masa remaja banyak bohongnya agar dapat izin...
    ya ... antara apa yang seorang ibu cemaskan akan menjadi beda dengan apa yang anak pikirkan..
    hhhmmm... entahlah, mungkin karena aku belumpunya anak ya, cara berpikir aku agak beda, dari zaman aku kecilhingga sekarang, banyak orang tua yang terlalu mencemaskan anaknya diluar rumah sehingga seringnya kurang ridho jika anaknya bepergian..

    ReplyDelete
  4. naluri ibu susah banget untuk diabaikan..makasij telah berkunjung Rumah belajar bumi cendekia. salam kenal ya.

    ReplyDelete
  5. maaakkk.. hehee aku terenyuh bacanya...

    jadi teringat aku dahulu wakt kelas 6 SD, aku memang tak pernah main jauh, apalagi bapakku juga cukup tegas..

    pernah suatu saat aku main ke rumah tetangga, sampai sore dan ternyata hujan dueras mengguyur petir menyambar hingga malam...

    aku santai saja bermain di rumah temanku, mau plang juga sama ibu temanku gak boleh tunggu sampai hujan reda dulu saja.

    tapi ternyata dirumah ibuku sudah menangis tak terkira, kakak2ku mencariku ke rumah teman-teman sekolahku dan bapakku hampir saja lapor ke polisi....

    hingga hujan reda aku diantar ibu temanku pulang, dan begitu sampai rumah ibu menangis dan langsung memelukku, aku tidak paham apa-apa, baru ku sadari ternyata seharian mereka mencariku.

    padahal aku hanya main di rumah tetangga yang jaraknya 5 rumah dari rumahku.....

    hukzzz jd merasa bersalah, maklum karena saya gak pernah main sampai berjam-jam...

    ReplyDelete
  6. mak Ichaa begitulah perasaan ibu, semoga mak Icha segera jadi ibuuu

    ReplyDelete
  7. Kecemasan adalah wujud cinta dan kasih sayang kepada orang yang kita cintai ya Jeng. Walaupun kita sudah berserah diri kepada Allah Swt tetapi rasa cemas kadang masih melanda. Itu manusiawi.
    Yang harus dijaga adalah jangan sampai keluar ucapan yang tidak baik kepada siapapun, apalagi kepada anak.

    Terima kasih artikelnya yang penuh makna.
    Salam hagat dari Surabaya

    ReplyDelete
  8. oragtua memang sering banget cemas ya mbk hehe....belum ngerasain jadi ibu nih saya jadi cuma bisa mbayangin hehehe

    ReplyDelete
  9. Ibu saya juga gitu bu. Karena sampe sekarang saya blm nikah, ibu masih cukup protektif. Kalau jam 5 sore saya blm pulang, atau kalau saya pergi sore dan sampai 4 jam kemudian saya blm pulang. Bakal fi sms sama ibu "dek, kok belum pulang?" (Padahal sy udah 30thn).
    Terkadang ada perasaan 'aduuuuh udah gede ini. Masih aja harus laporan'. Tapi, segera istighfar...trus ngambil sisi positifnya 'ibu cuma khawatir sama saya karena saya anak perempuan satu2nya' :).

    ReplyDelete
  10. Ibu saya juga gitu bu. Karena sampe sekarang saya blm nikah, ibu masih cukup protektif. Kalau jam 5 sore saya blm pulang, atau kalau saya pergi sore dan sampai 4 jam kemudian saya blm pulang. Bakal fi sms sama ibu "dek, kok belum pulang?" (Padahal sy udah 30thn).
    Terkadang ada perasaan 'aduuuuh udah gede ini. Masih aja harus laporan'. Tapi, segera istighfar...trus ngambil sisi positifnya 'ibu cuma khawatir sama saya karena saya anak perempuan satu2nya' :).

    ReplyDelete
  11. anak saya laki2 semua dan masih kecil. kalo ngilang belum pulang dari main saja saya sudah kuatir minta ampun, takut culik. apalagi waktu merantau dan jemputan sekolahnya belum sampai, deg2an takut dibawa lari. parno yah :(

    ReplyDelete
  12. makasih ya sharingnya enno, semoga gak bikin bundanya cemas. Mak hana saya doakan segera punya anak yang sehat dan solih ya, mak riana akan merasakan saat usia anak 14 tahun...semoga semua jadi putra yang solih.Pakdhe cholik matur nuwun ya...

    ReplyDelete
  13. Terharu membacanya, harus mencoba tips yang diberikan.
    Thanks sudah berbagi ya, mak :)

    ReplyDelete
  14. Subhanallah..
    Saya kok merinding ya mbak bacanya. Saya memang sekarang sedang punya masalah dengan nak didik saya dipesantren.. :)
    Jadi saya banyak belajar disnini.
    Oya, mbak, kata-katnya coba koreksi lagi. Banyak yang kepleset, kawab, kami dll.. :)

    ReplyDelete
  15. Makasih kunjungannya mak Injul. Iya pak Kopyah putih, memang banyak salah ketik. Saya kurang telaten mengeditnya.Oke nanti saya koreksi.

    ReplyDelete
  16. Subhanallah... mba Ida seorang Ummi yang penyabar. Kalau dari pagi sampai sore itu pasti cemas ya... apalagi hape anak tidak dapat dihubungi.
    Saya juga punya 3 abege di rumah ...
    Sungguh tulisan ini sangat mengharukan, baca apa yang dilakukan mba Ida, saya langsung membayangkan apa yang akan saya lakukan kalau si gadis pergi sampai lama gini.

    ReplyDelete
  17. begitulah jatuh bangunnya punya abg titi...makasih sudah berkunjung ya

    ReplyDelete
  18. begitulah jatuh bangunnya punya abg titi...makasih sudah berkunjung ya

    ReplyDelete
  19. memang pada intinya komunikasi itu yang utama ya bu, agar orang tua di rumah tidak cemas dan anak juga bisa beraktivitas dengan nyaman..

    ReplyDelete
  20. Putri sy prnh plg telat spt itu mak, ikut kegiatan PMR, sekali sy nasehati, dia berjanji tdk lg, kedua begitu lg,kesabran sy msh terbendung, ketiga kalinya plg hmpr isya' hujan deras,hp g bs dihub, kwatir kecewa bercampur aduk tdk bs terbendung, sy marah dan memukul pintu sekeras2nya...dia menangis sypun menangis..sy istiqfar sebyk2nya...stlh itu dia tdk prnh lg plg telat, ktnya ibu menakutkan sekali klo marah,kr br itu dia melihat sy marah sebsr itu.

    ReplyDelete
  21. waah merinding mak sampai ke ujung rambut...menjadi ibu tidak mudah ya mak, apalagi bagi anak gadis.

    ReplyDelete
  22. waah merinding mak sampai ke ujung rambut...menjadi ibu tidak mudah ya mak, apalagi bagi anak gadis.

    ReplyDelete