Saturday, July 5, 2014

Suami Istri Saling Membalas (bag 2)



Kemarin sudah saya tulis tentang saling balas diantara suami istri di sini.
Ini bagian ke dua ya.

Seorang teman, sedikit lebih tua dari saya. Perempuan cerdas ini memilih menjadi ibu rumah tangga atas musyawarah dengan suaminya. Tahun 90 puluhan untuk seorang sarjana yang ‘menganggur’ tentu mendapat banyak cibiran. Namun ibu ini tidak mengambil pusing. Sepulang dari  luar negeri menemani suaminya S3, di tanah air beliau mengaplikasikan ilmu beternak dan berkebun kecil-kecilan di rumah.

Suaminya memuliakannya dengan mencukupi kebutuhannya dan mendukung aktivitas istrinya yang ceramah di banyak tempat. Bahkan mengijinkan kuliah untuk memperdalam ilmu agama. Kehidupan mereka tidak berkelimpahan, namun cukup saja.

Istrinya tidak merasa keputusan tidak bekerja secara formal itu sebagai pembatasan bagi potensinya. Beliau melihat dengan sudut pandang yang baik bahwa suaminya sangat mencintainya.


Apa yang ia balaskan?
Dirawat dan didiknya anak-anak hingga tumbuh sehat dan cerdas. Anak pertama dan kedua menyabet beasiswa untuk melanjutkan di luar negri. Beliau juga sangat berbakti pada ibu mertuanya.

“Saya setiap bulan diam-diam memberi pada ibu mertua tanpa sepengetahuan suami...” katanya.
Itu adalah bentuk terimakasihnya pada ibu mertua karena telah memberinya suami yang baik.

Kulihat suami istri yang saling berbalas dalam kebaikan. Hingga hampir 25 tahun usia pernikahan mereka, kulihat kemesraan yang tak kalah dengan anak muda.

Hal yang sama banyak terjadi diantara pembicaraan suami istri, yaitu suami yang menginginkan istrinya bekerja di dalam rumah alias menjadi ibu rumah tangga. Namun respon terhadap hal yang sama ini bisa sangat beragam. Ekstrimnya ada yang memilih bercerai.

Sebaliknya, ada juga suami yang memaksa istrinya untuk bekerja.
“:Saya merasa menjadi sapi perah” kata istrinya.
“Suami saya sangat tersinggung saat Mario Teguh menyampaikan: Wanita berasal dari tulang rusuk, jangan jadikan ia tulang punggung...”
“Kata suami, salah saya karena sejak awal menikah saya sudah setuju bahwa ia mencari istri yang bekerja....”
Bertengkar urusan bekerja inipun ada yang hingga bercerai.

Membingungkan?
Tidak. Memang setiap orang unik. Dan setiap rumah tangga juga unik karena terdiri dari individu yang tidak pernah sama.
Mengapa ada yang utuh dan selamat menghadari satu masalah atau kebijakan, dan mengapa ada yang terjungkal ke jurang?

Menurut saya yang menjadi kunci diantaranya adalah paradigma. Motivasi, tujuan dan pemahaman tentang prinsip dasar  berkeluarga, serta kemampuan berkomunikasi baik dalam keadaan damai maupun perang...eh konflik maksudnya.

Setelah terikat dengan ikatan suci, masing-masing selayaknya berusaha melebur menjadi jati diri baru. Ada aku, kamu dan kita, maka keluarga adalah kita.
Jika masih berpandangan aku-kamu, maka belum terjadi kesenyaan yang menjadi modal penting.

Contoh aku kamu itu adalah ketika masih ada yang mengatakan:
Aku sudah mengalah...kamu masih saja mau menangnya sendiri”
Aku sudah minta maaf, lakukan ini itu...lha kamu tidak mau berubah dan terus menyalahkan saya...”
Aku telah lakukan banyak pekerjaan, kamu lakukan apa?”

Lihatlah kalau telah menjadi kita. setiap kebaikan yang dilakukan, bukankah kembalinya pada kita?
Demikian pula, amit-amit, jika ada saling balas keburukan, bukankah juga merugikan kita?

Bagi yang terlanjur masuk dalam kubangan masalah, bagaimana doong?
Tidak ada yang mustahil di dunia ini, selama keep move on menuju kebaikan.

1.     Bertaubat dan ikhlaslah karena Allah. Buang semua sudut pandang, untung rugi dan semua emosi negatif terkait masalah tersebut.
2.     Tambahlah amal ibadah dan kebaikan yang tulus disertai doa agar menjadi wasilah yang membaguskan hubungan dengan pasangan
3.     Bersihkan hati dari rasa sakit dan dendam karena menjadi penghalang hubungan yang sehat. Maka maafkanlah dan ikhlaskanlah.
4.     Semarah apapun anda, jangan ekspresikan dengan perbuatan dan kata-kata. Karena pastilah akan anda sesali nantinya.
5.     Jika tak kunjung ada perubahan, maka mintalah pendapat dari  ahlinya yang bisa dipercaya dan memberi solusi.
6.     Berbuat baiklah kepada orang-orang terkait di sekitar pasangan anda,
Pada: mertua, anak-anak anda, ipar dan teman-temannya. Maka itu akan mempercepat proses ishlah.

Saya baru menemukan itu, silahkan menambahkan.
Yang jelas saya sangat percayai makna Qs. Arrahmaan ayat 60.
. هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”


Jika belum juga berbalas, tengok ulang betulkah yang kita lakukan adalah kebaikan yang tulus ikhlash. Atau kitanya yang kurang sabar menunggu hasilnya.

12 comments:

  1. Tulisan yang menyejukkan mak. Bener banget bahwa semua kebaikan akan dibalas dengan kebaikan juga. Yang penting ikhlaa ya mak.

    ReplyDelete
  2. Tersindir banget mbak.. Hehhehe... Semua tergantung kondisi, sudut pandang dan kesepakatan berdua..

    ReplyDelete
  3. Bikin Ooooo.. panjang sambil manggut-manggut kalau baca postingannya Mak Ida :) Makasih ya Mak..
    Lingkaran kebaikan selalu ada :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. alhamdulillah saya juga meyakini lingkaran selalu makin meluas dan tak dapat dihentikan

      Delete
  4. alhamdulillah dapat ilmu rumah tangga setiap mampir kesini,makasih sharingnya mak... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama-sama mak. makasih juga kunjungannya,semoga kita selalu menjadi insan yang bermanfaat

      Delete
  5. Saya lebih memilih 'istri dirumah - seperti pasutri yg diceritakan tadi. Subhanallah ... pantas dicontoh ... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya kang, semua punya pilihan dan konsekwensi. makasih sudah berkunjung ya

      Delete