Thursday, November 27, 2014

Tukang lelang



Saya bukanlah orang yang mengikuti trend. Namun kadang orang berasumsi demikian.
Misal tentang tas rajut warna krem yang cantik. Saya memakainya dan berapa saja yang berkomentar.

“Tasnya bagus bu. Emang sekarang lagi trend ya tas rajut...”
Saya tersenyum saja.
Habis mau bilang apa, nyatanya saya mendapatkan tas ini gratisan.

Begini ceritanya.
Ada ibu-ibu pengajian rutin yang saya bersamai. Menjelang lebaran kemarin mereka mengangsurkan sebuah bungkusan. Karena kami sudah sangat akrab, maka saya membuka di depan mereka. Isinya ya tas rajut cantik itu.


“ Ini hadiah lebaran buat Ummi, tapi enggak boleh dijual lho Mi...” saya tergelak mendengar pesan sponsor yang mengiringi pemberian hadiah dari ibu-ibu pengajian itu.


Rupanya bagi mereka saya ini identik tukang lelang. Padahal hanya beberapa kali saya melakukan lelang penjualan barang untuk donasi. Pernah donasi rehab mushola, beberapa kali untuk donasi  amal.

Melihat barang bagus menumpuk, kok enggak tega yah. Apalagi jika jarang-jarang saya memakainya. Eh mencoba melelang ternyata lumayan juga. Bisa bantu saudara kita yang membutuhkan.

Ada suvenir bersejarah dari berbagai daerah atau negara lain. Ada aneka pasmina, kerudung atau tas atau sajadah yang kalau saya harus memakai semuanya ...kapan waktunya.
Jadi apa salahnya melelang.

“Umi itu tidak menghargai yang memberi...”
Komentar putriku.

Hmm apa benar begitu? Bukankah apa yang saya lakukan tidak mengurangi pahala orang yang memberi.
Barangnya sudah menjadi milik saya, jika saya infaqkan bukankah itu lebih mulia lagi. Semoga yang kemarin menghadiahi saya, juga menjapat pahala lebih.

Lah kalau makanan semua harus dimakan sendiri...haduuh mana kuat ini perut. Anak-anak sudah terbiasa jika ada makanan datang dan pergi di rumah. Ada saja yang suka memberi makanan pada kami dan kami tidak kekurangan orang untuk kembali melanjutkan perputaran makanan itu.
Kenapa kalau barang enggak boleh.

Tetapi untuk beberapa barang pemberian orang yang cukup dekat, saya masih meminta ijin sebelum melelangnya.

Misal saya BBM dulu ke ybs 
“Bunda tas manik-manik yang cantik dari bunda dulu. Boleh ya saya lelang untuk Palestina...?’

Dan sejauh ini saya belum pernah mendapatkan penolakan. Biasanya jawabannya:
“Silahkan, dengan senang hati...” dsb.

Okeeh semoga cerita ringan ini ada manfaatnya untuk anda dan orang-orang yang terkait dengan saya. Siapa tahu jadi makin banyak yang suka kasih hadiah ke saya.

Asal jangan selalu dengan pesan sponsor...
”Tolong dipakai ibu sendiri ya...”
“Tolong dimakan ibu ya...”

Pasalnya kemarin dapat gratisan minuman serat pengecil perut, saya minum akhirnya saya diare...
Ampun dah mulasnya.


8 comments:

  1. Sebebarnya barang pemberian memang secara hak telah menjadi milik kita tapi tentu saja kita bisa mencoba ijin dulu / setidaknya mengabarkan pada sang pemberi sebelum diberikan agar tidak timbul pikiran buruk dari sang pemberi. (Tapi ini berlaku untuk barang yang bisa dilihat oleh pemberi kalau makanan, sepertinya tak perlu)

    ReplyDelete
  2. Hahaha, yg bikin mules jangan dilelang ya mbak. Tapi kalau ada barang yang mau dibagi2kan aku bersedia nampung Mbak Ida

    ReplyDelete
  3. Ya ampun Mak Ida minum minuman pengecil perut, kalo ga ada efek mulasnya aku mau ya mak hehe. btw asik bener sering dapet hadiah ya, sejauh ini barang2 yang diberikan orang masih saya simpan mak lha wong masih sedikit hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya mak...jangan nunggu banyak. kalau dibagi cepet kok balik modalnya haha...

      Delete
  4. hehehe itu mulasnya lucu ya bu ustadzah hehe...jadi bayangin mulasnya...hee

    ReplyDelete