Thursday, February 19, 2015

Antara Hobi dan Visi Misi



“Haduuh...” Jeng Tari menggeleng-nggelengkan kepalanya. Perempuan yang biasanya tenang itu nampak galau.
“Suami saya jeng...haduuh...punya hobi baru !” keluhnya.
Ibu-ibu yang lain di forum arisan PKK itu seperti tersihir menanti kelanjutan cerita Jeng Tari.

“Hobinya bukan perempuan kan bu...?!” Celetuk Jeng Ani yang memang suka bercanda. Tapi ini bukan Jeng Ani mantan ibu negara lho.

“Bukan...sekarang ia punya hobi koleksi  miniatur mobil-mobilan...entah apa itu klub yang diikutinya....”
Hmmpph semua bernafas lega. Bukan perempuan!


“Waah masa kecil kurang bahagia kalii...” seloroh seorang ibu yang disambut gerr oleh yang lain. Emang masalah ‘kecil’ bukankah miniatur mobil memang kecil. Masalahnya kecil barangnya, besar uangnya.
Curhatan Jeng Tari berlanjut tentang waktu, tenaga dan uang yang tersita untuk hobi baru itu. Padahal ia masih harus menghemat untuk melunasi cicilan rumah dsb.

***
Seperti biasa, aku membawa pulang diskusi ibu-ibu arisan kompleks itu ke rumah. Yach, bagiku suamiku adalah teman diskusi terbaik, karena bisa berkomentar tak sekedar menampung.
Kutumpahkan semua cerita tentang hobi dan keluhan Jeng tari.

“Gimana menurut Ayah...?!” aku menyodok suamiku yang tak beralih dari buku yang dipegangnya.
“Ini masalah visi misi...” katanya ringan.
“Visi,,,? Apa hubungannya dengan hobi?” dasar aku lagi telmi.

“Manusia hidup seharusnya punya visi penting masuk surga, misi menjadi hamba Allah dan menjadi rahmat untuk seluruh alam...kalau semua pemikiran, perkataan, perbuatan, pekerjaan sampai hobi ditimbang dengan itu...akan selesai....”
Oo... aku manggut-manggut berusaha mencerna.

Hobi memang bisa menjadi bunga penyedap kehidupan. Hidup menjadi lebih bergairah dan menyenangkan saat seseorang memiliki hobi. Tapi kalau hobi itu sudah ‘mengganggu’ hak orang-orang terdekat...apalagi melalaikan kewajiban...
Misalnya suami Jeng Tari. Istrinya sudah mengeluh kurang perhatian. Memang dua anak lelakinya jadi terhibur dan ikut suka ikut menekuni hobi itu, tapi istrinya menjerit karena masalah finansial.

Trus bagaimana cara mengingatkan?
Keluhan halus sudah tidak mempan. Mau lebih keras, Jeng Tari tidak tega karena suaminya pada dasarnya adalah orang yang lembut dan peka. Cara bicaranya juga santun. Dalam dialog mereka terkuak bahwa pada masa kecilnya, dahaga akan mainan itu tak terpenuhi. Suaminya tidak ingin perasaan itu terulang pada anaknya.

Aku sendiri pusing mencarikan solusi untuk Jeng tari yang pada dasarnya sudah berusaha.
“Jeng Tari bisa masuk lewat anaknya...” kata suamiku tetap ringan. Seolah itu bukan masalah yang berat.
Hmm mungkin demikian laki-laki, tak mau melibatkan diri dalam masalah secara emosi.

“Ajak saja anaknya lebih banyak dialog tentang esensi hidup dalam bahasa anak-anak. Berikan wawasan yang lebih luas agar anak-anak tidak hanya terfokus pada hobi ayahnya....biar ayahnya tersadar oleh anaknya...”

Hmm aku membayangkan proses panjang yang harus dilalui Jeng Tari. Tapi belum tentu juga, mungkin bisa lebih cepat dari yang kuduga. Namanya juga usaha.
“Jangan lupa doakan suaminya...”
“ Makasih mas...!” Kuberikan tanda dua jempol bahwa aku sangat menghargai masukannya. 

Cepat-cepat kutelepon jeng Tari untuk meneruskan saran ini.
Aku tersenyum dalam hati karena sesungguhnya, saat aku bertanya pada suamiku, dan mendiskusikan masalah ini, adalah bagian dari perenungan agar kami tidak terjebak masalah serupa.

***

Suami atau istri, semua punya peluang untuk terjebak dalam hoby yang melenakan. Saya jadi ingat kisah suami romantis yang selalu menggandeng tangan istrinya jika bepergian. Kisah ini diceritakan berulang dalam berbagai versi. Sang suami, apakah ke pasar tradisional atau ke mall, selalu saja memegangi mesra tangan sang istri. So sweet....

Saat ada yang bertanya dengan nada iri, jawaban suami sungguh mengejutkan.
"Bapak ini mesra sekali, kemana-mana istrinya selalu digandeng. apa rahasianya pak, bisa konsisten seperti itu?"
"Saya enggak punya pilihan, Dik," katanya kecut," jika lepas dari gandengan saya sebentar saja, ia segera sibuk berbelanja. Istri saya hoby belanja..."

Waah ternyata gandengan mesranya adalah modus irit untuk menekan hoby belanja sang istri.

Ah itu hanya contoh bahwa beberapa hoby itu saling membuat tidak nyaman.
hati-hati ya, bukankah hoby gadget tengah mewabah dewasa ini?

Ah semoga anda tidak.





No comments:

Post a Comment