Sunday, February 22, 2015

Menulis Yuuk

Di salah satu hari Jum’at, bulan januari 2015, saya ikut work shop menulis yang diadakan oleh sebuah lembaga. Pematerinya adalah Cahyadi Takariawan, penerima kompasiana award 2014 kategori people choiche. Peserta lumayan banyak, ada sekitar 80 orang.

Acara berlangsung dalam 2 sessi, sessi pertama tentang motivasi menulis dan manfaat menulis. Saya bagi oleh-olehnya untuk anda ya, para pembaca blog.


Manfaat Menulis

Menulis itu membawa banyak manfaat. Ada manfaat untuk diri sendiri. Misalnya, menulis adalah pelepasan emosi dan menyehatkan jiwa. Juga bisa menjadi catatan harian atau sejarah kita sendiri.Masih banyak lagi tentang manfaat menulis ini.

Apakah bisa menjadi kaya dengan menulis?



Ada. Sebagai contoh ada 2 buku yang royaltinya mencampai lebih dari 1M. Buku apa yang fenomenal itu? Ayat-ayat Cinta dan Lasykar Pelangi.
Yaa, itu kan ditulis oleh orang-orang hebat!

Eit tunggu dulu, enggak usah muluk-muluk mengejar kang Abik dan Andrea Hirata, anda bisa melakukan dalam skala yang lebih sederhana.

Ada mas Herman yang rajin menulis tema ekonomi Islam di beberapa media massa maupun blognya. Dari tulisan tsb bisa untuk bertahan hidup dan membiayai kuliahnya.

Ada lagi kisah mbak Dian Kristiani yang bermula dari sakit hati menjadi korban PHK. Ia menulis dengan serius dan penghasilannya lebih besar dari gajinya di perusahaan. Lebih dari 50 buku cerita yang telah ditulisnya.

Menulis sebagai kerja sampingan sangat kompatibel dengan pekerjaan menulis. Kisah Syaiha (Syaiful Hadi),  guru SD dari Lampung yang menjadi kompasioner aktif. September 2013. Naskahnya 700 an. Ia menulis tema pendidikan. Tulisannya lalu dibukukan dan sudah menjadi 2 buku.

Menulis itu jendela. Sekarang setiap Sabtu-Ahad mas Syaiha mengisi training tentang tentang kependidikan dan kepenulisan. Bukankah demikian juga yang dialami oleh banyak penulis yang konsisten terus dalam menulis?

Kisah lain tentang Mas Sakti Wibowo pekerja pabrik roti. Rajin menulis dan honornya jauh lebih besar dari gajinya sebagai karyawan.

Begitulah, menulis itu membuat jendela. Setiap tulisan adalah jendela. Jadi penulis bisa melihat keluar dan orang luar melihat penulis. Pengalaman pribadi pak Cah menjadi diundang dimana-mana. Seperti penyanyi yang punya album. Uang hasil penjualan album belum tentu lebih besar dari uang manggung.

Pak Cah di undang mengisi di 10 negara bagian di Amerika. Tema tiap forum berbeda-beda. Sebagian adalah judul artikel Pak Cah di Kompasiana. Itulah tulisan yang menjadi jendela.

Menulis sebagai identitas.Setiap tulisan yang kita publikasikan akan menjadi identitas. Semacam KTP atau pasport. Orang mengenal sebagai penulis.

Selain membawa manfaat pada diri penulis, juga membawa manfaat untuk dakwah. Manfaat bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara.

Pencerdasan masyarakat dan bangsa vs pembodohan melalui tulisan. Corong bagi kepentingan nasional vs penguasa asing. Suara penguasa vs suara oposisi. Banyak banget manfaatnya.

Bagaimana menulis?

Berikut quote dari mereka yang terjun dalam dunia ini.
Tak ada sekolah menulis. Yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis (Pepih Nugraha, Manager Kompasiana).

Menulis itu mudah.
"Menulislah setiap hari. Tetbitkan tulisan setiap hari." (Much Khoiri, Kompasioner)
Tak ada yang salah dalam motivasi kita menulis. Menulis untuk mendapat uang atau kepentingan yang lain seperti kepuasan diri atau idealisme.

Salah satu kemudahan teknologi yang kini terbuka adalah menulis di lapak seperti kompasiana. Apa keuntungan menulis di Kompasiana?
Mudah dan gratis. Diakses oleh banyak orang karena nama besar Kompasiana.
Tulisan kita dinilai oleh empat fihak. Pertama oleh diri sendiri, oleh admin, oleh sesama kompasioner, oleh pembaca.

Anda juga dapat membuat blog pribadi baik yang gratis maupun berbayar. Menulis sendiri, mengoreksi sendiri lalu posting sendiri. Ikutilah komunitas blogger agar mendapat lingkungan kondusif untuk terus menulis.

Menulis di Kompasiana atau blog bisa saja tak sengaja melakukan kesalahan. Kita bisa mengedit kapanpun. Namun, jika menulis buku maka usahakan tanpa kesalahan karena untuk mengedit harus menunggu cetakan berikutnya.

Menulislah dengan gaya kita masing-masing. Tak perlu memaksakan diri meniru gaya orang lain. Dengan semakin sering kita berkarya, maka kita akan menemukan keunikan dan kenyamanan gaya penulisan kita sendiri.

Pilihlah tema yang tepat sesuai dengan minat dan kompetensi. Jangan takut dibajak. Yang dibajak hanyalah fisik buku. Materi tulisan bisa saja dibajak. Adapun diri kita tak bisa dibajak Kita dan segenap pemikiran kita tetap akan dikenal orang.

Demikian oleh-oleh work shop kepenulisan. Follow up dari kegiatan itu, setiap peserta diminta minimal menyetorkan satu naskah tulisan bertema keluarga. Penyelenggara akan menfasilitasi penerbitan buku antologi.

Alhamdulillah semua makin bersemangat. Semoga anda juga terus bersemangat menulis.


18 comments:

  1. Terinspirasi dari postingan ini, mau belajar menulis lebih baik lagi

    ReplyDelete
  2. Terima kasih tulisannya Bu Ida....Jadi semangat lagi...

    ReplyDelete
  3. Saya ingin seperti Mas Syaiha Bun, guru SD yang menulis buku juga.

    ReplyDelete
  4. Tfs emak....
    Senengnyaaa...
    Dapet ilmu...
    Menulis yuk ? Yuuuuukkkkkk :)

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah...membaca tukisan ini, membuat saya jadi lebih bersemangat untuk menulis lagi... makasih sharingnya mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah bagus banget tulisannya Bu Ida...kembali tercerahkan nih..kapan ya pak Cah & bu Ida berbagi ilmu ke Belanda?
      Salam hangat dari sini...

      Wassalaam,
      Eha

      Delete
    2. mauuu banget kami ke Benda...nunggu Undangan hehe.
      Btw september kalau jadi akan ke perancis...mungkinkah nyambung ke belanda juga?

      Delete
  6. postingan yang mengispirasi... jadi pengen belajar nulis

    ReplyDelete