Thursday, October 1, 2015

(Batal) Pergi ke Ustralia

Sudah beberapa kali suamiku mengunjungi negeri kangguru. Mendengar berbagai ceritanya, ada sedikit keinginan, barangkali ada waktunya giliranku.
Sepertinya kesempatan itu berbentang di depan mata.
Beberapa bulan yang lalu ada EO yang mengontak untuk kami mengelola Family ghathering di Perth dan Melbourne.
Persiapan pun dilakukan. Mengurus visa dan renik-reniknya.
Panitia lokal disana terus menjalin komunikasi. Kami merancang acara terbaik untuk audien nantinya. Kami pun berbelanja keperluan untuk acara fam-gath dan work shop.
Tapi siapa sangka, jika takdir berkata lain. H-2 visa baru kelar. Panitia pun jungkir balik cari tiket.
Naah, masalah baru muncul.
Ternyata paspor saya berakhir bulan Januari 2016. Kurang dari 6 bulan, jadi dianggap kadaluarsa. Agen tiket dari Indonesia, tidak bisa melanjutkan proses tiketing.
Panitia disana berusaha mencarikan tiket dari Perth.
H-1 yang lumayan menegangkan. Selain problem tiket, ada situasi lain yang diluar kendali. Ibu mertuaku kritis. Mendengar itu, suamiku sangat sedih. Semalam memang beliau menunggui ibundanya. Melihat sendiri bagaimana keadaan ibu.
Siang menjelang sore, tiba-tiba suamiku berkata,
"Umi berangkat sendiri saja," katanya dengan kesedihan yang amat sangat.
Gludak!

Tentu saja saya yang terkejut. Kurang dari 6 jam keberangkatan,  ke Perth dan Melbourne sendirian?
Hmm. Berbekal bahasa inggris yang minim dan paspor yang limit.
Sambil melanjutkan packing, membongkar barang lagi, saya menata keberanian. Sore ini menjadi sore yang menegangkan. Panitia tetap minta kita menanti di Bali. Menanti tiket lanjutan ke Perth. Sementara tiketnya belum dapat. Hotel dan penerbangan ke Bali sudah dibooking.
Habis maghrib masih belum jelas. Akhirnya kami berterus terang kepada EO tentang kondisi ibu mertua dan udzur suamiku.


Saya pada posisi pasrah. Jika harus terbang, bismillah sendirian tetap saya jalani. Jika cancel pun, tak mengapa. Komunikasi berjalan intens di menit-menit terakhir. Konon ada person konjen yang menjamin saya bisa masuk Perth. Tapi agen tiket tidak berani, khawatir mendapat black list jika paspor dipermasalahkan..
Jam 19.00 hasil rapat EO di Perth  memutuskan untuk cancel. Acara tetap berlangsung dan dihandle trainer setempat. Kami mendapat jatah dua sessi telekonference sebagai pengganti kehadiran kami.
Hhmpth...
Kukabarkan berita ini pada anak-anak. Mereka bertanya:
"Jadi, Umi senang apa sedih?"
Saya balik bertanya:
"Kalian senang apa sedih?"
Apa coba jawabnya:
"Biasa saja," kata anak ke 4, "kalau Umi pergi, aku senang bisa pesan barang. Kalau gak jadi, aku senang, ada Umi di rumah..."
Tapi respon Revo mengejutkan.
"Umi, jadi pergi enggak?"
"Enggak"
"Kenapa?"
"Umi di rumah saja, sayang-sayang sama Revo. Biar Revo enggak sedih"
"Aku enggak papa kok, ditinggal Umi. Aku harus tabah. Demi lego. Kan kalau umi pergi, aku.dapat oleh-oleh lego..."
Aku mengelus putraku yang seakan bermain peran. Ekspresinya sedih, senang, sedih lagi dan senang lagi. Revo duduk menekuk lutut dan menyembunyikan wajahnya, lalu tertawa berguling-guling sambil bertepuk tangan.
Mereka yang tersebar di kota lain,  ikutan berkomentar, dengan gaya masing-masing.
Dan saya, bagaimans perasaan saya?
Diatas semua dinamika, saya tetaplah bersyukur. Bukankah kita tak pernah tahu, sekenario apa yang menanti esok hari? Dan pastilah berjibun hikmah, jika kita pandai mencecapnya.
Kami sampaikan maaf pada fihak EO atas situasi ini. Semoga masih ada kesempatan di lain waktu, mengunjungi Ustrali.
Waah....seru enggak sih, ceritanya?
Hihihi....


4 comments:

  1. Semoga ibu mertua lekas sembuh ya mbak. Insya Allah ada rezeki lain untuk pergi di sana, siapa tau bisa bawa keluarga juga

    ReplyDelete
  2. Revo ternyata demi lego ya hehehe.
    pasti ada hikmahnya Mbak. Kali lain bisa dapat kesempatan lagi Mbak. Demi menebar ilmu.
    Salam utk Revo :)

    ReplyDelete
  3. Semoga bisa ke Ustrali lain waktu, lain event ya, Buu.
    Semlga mertua lekas sehat kembali. ;)
    Revo tetap unik. :D

    ReplyDelete