Monday, February 3, 2014

Jangan Durhaka!



Beberapa kali kutemui, seorang nenek tua hidup seorang diri, benar-benar seorang diri. Anak cucunya hanya menengok setahun sekali. Seperti yang kami temui malam ini.

Sebenarnyalah kami menengok seorang bayi. Ada tetangga yang melahirkan sesar, dan kami hendak melihat keadaannya. Lalu kami ingat seorang nenek yang tinggal persis di seberang rumah tempat kami menengok bayi. Nenek Wasi.

Kami dapati rumah kecil bercahaya temaram. Kami ketuk dan mengucap salam, tak ada respon, mungkin karena suara kami ditingkahi adzan Isya yang mulai berkumandang dari beberapa masjid. Melalui celah pintu yang sedikit terbuka, saya mencoba mengintip.

Nenek Wasi sedang membaca Alqur’an, dalam temaram lampu dan tanpa kaca mata, subhanallah. Mungkin dia sedang hendak menyelesaikan halaman yang sedang dibaca, atau memang benar tidak mendengar kami. Kami menunggu hingga adzan selesai, dan kembali mengetuk pintu setelah mengintip nenek yang mulai menutup lembaran buram Al-Qur’an tua berhuruf besar-besar di pangkuannya.

Kali ini nenek menjawab salam dan tertatih membukakan pintu. Semula ia tidak mengenali kami, lalu setelah pandangannya beberapa saat, ia mengusap mata dan berkata:
“Ooo, pak Cahyadi to...”
Kami berbincang dengan sedikit keras karena nenek sudah berkurang pendengarannya.

Kuamati rumah kecil tempat tinggal nenek. Hanya terdisi dari tiga ruangan. Kami berada di ruang tamu yang tanpa kursi tamu. Hanya amben beralas tikar tempat nenek menerima tamu dan duduk mengaji. Mungkin nenek tidur di kamar. Di ruangan sebelah yang tak berdaun pintu, kulihat dapur kecil tempat nenek memasak.

Ini adalah tipologi rumah sangat sederhana hasil bantuan karena gempa yang menimpa beberapa waktu yang lalu. Uang Rp.15 juta yang sudah dipotong beberapa kali, hanya bisa mewujud menjadi bangunan yang sungguh sederhana.

Kutahu sedikit cerita tentang nenek Wasi, dulunya adalah orang yang hidupnya sedang-sedang saja. Punya sebidang tanah dan juga berprofesi tani sebagaimana warga lainnya. Setelah ditinggal mati suaminya dan anaknya mulai berkeluarga, maka satu persatu tanahnya dijual oleh anaknya, hingga sekarang tanah dan pekarangan yang dia tempatipun telah dijual oleh anaknya.

Senyatanyalah nenek tak punya apa-apa lagi dan hanya hidup atas belas kasihan pemilik tanah yang baru, yang kebetulan tetangganya sendiri.

Ini bukan kisah pertama. Sebelumnya ada mbah Sayuti dan beberapa mbah yang lain yang diperlakukan serupa oleh anak-anaknya. Janda renta yang makin menua, hidup sendiri tanpa didampingi anak cucu. Makan dari hasil bumi dan belas kasihan tetangga. Mereka menanam beberapa tanaman seperti bayam, cabe, pepaya, hingga bisa dipetik untuk lauk harian. Adapun beras, ada jatah raskin yang bisa ditukar dengan beras yang sedikit lebih enak.

Kami berpamitan dengan meninggalkan sedekah sekedarnya untuk nenek. Sebenarnya ada Lembaga yang kami buat untuk menyantuni para nenek malang ini secara berkala,namun mungkin tak memadai untuk menanggung hidup mereka sepenuhnya. Para nenek tua biasanya sakit-sakitan, dan karena tiada biaya maka hanya obat gosok yang menjadi teman mengurangi berbagai rasa yang mendera.

Beberapa tahun yang lalu saya pernah menangisi seorang nenek, dua rumah saja dari rumahku yang meninggal tanpa ketahuan, karena hidup sendirian. Alhamdulillah sepertinya belum berbilang jam sejak nafas terakhir hingga saat cucunya datang menengok.

Hmmm berapa banyak nenek-nenek malang serupa?
Betapa durhakanya jika membiarkan orang tua hidup dalam penderitaan dan kepapaan...

Ingatlah ibu yang dulu pernah membuai, mengasihi dan merawat penuh cinta. Kini ketika mereka menua, saatnya lebih berbakti dengan menjadikan masa tua mereka lebih bahagia. Sesungguhnya, seperti apa seseorang ingin diperlakukan oleh anak cucunya kelak di hari tua, seperti itulah semestinya kini dia memperlakukan orang tuanya.


***
Ikuti Give Away Resensi buku Wonderful Husband yang full hadiah. Persyaratannya lihat di: 



25 comments:

  1. mbahnya suami saya dah tua sekali, belum pikun....yg sabar mengurusnya hanya ibu mertua saya...yang lain mudah mengeluh....saya sangat terharu melihat ketelatenan mertua mengurusnya...

    ReplyDelete
  2. duh sedih..
    mdh2an kita semua ga jd anak yg durhaka yah :(

    ReplyDelete
  3. sedih, ya, Mak. Miris banget syaa bacanya

    ReplyDelete
  4. "Sesungguhnya, seperti apa seseorang ingin diperlakukan oleh anak cucunya kelak di hari tua, seperti itulah semestinya kini dia memperlakukan orang tuanya." ah iyaa mak, smoga saya bisa selalu membuat kedua ortu maupun mertua bahagia :')

    ReplyDelete
  5. Makasih kunjungannya Rahmi Aziza, mak myra Anastasia, Nathalia Diana dam Enci Sasikirani. ada 27 janda di kampungku dan sebagiannya dalam keadaan yang demikian.

    ReplyDelete
  6. Rosulullah bersabda,"Celaka, celaka dan celaka!" Para sahabat bertanya,"Wahai, Rasulullah. Siapakah gerangan?" Beliau bersabda,"Orang yang mendapati orang tuanya, atau salah satunya pada hari tuanya, namun ia (tetap) masuk neraka." [HR Muslim]....mudah2an kita semua tdk termasuk dlm golongan orang2 yg durhaka kpd ortu ya mak nur...Naudzubillah min dzalik

    ReplyDelete
  7. astagfirullah...
    mudah2an saya tdk jadi anak durhaka..
    naudzubillahmindzalik.


    salam kenal mbak :)
    kunjungan pertama di blognya nih.

    ReplyDelete
  8. astagfirullah :'(
    anaknyaaaa enaknya dibikin pecel deh, kok kayak gitu sama ortu :'(

    ReplyDelete
  9. jadi inget mbah putriku di purworejo sana..sudah tinggal sendirian, di rumah besar, ditemani adeknya bapak yg itupun punya keterbelakangan mental sehingga tidak bisa mengurus dirinya sendiri..

    anak2 dan cucu2nya mbah semua di jakarta..mbah pernah diajak tinggal di jakarta, tapi tidak betah..akhirnya tiap bulan sekali bergantian anak2nya yg di jakarta pulang ke purworejo sana..

    cuma bisa menitipkan mbah sama sepupu2 bapak yg masih tinggal di sana plus ada orang yang bantu2 nyuci, masak sama beres2 rumah mbah..

    Semoga Allah selalu menjaga mbah..

    ReplyDelete
  10. Ya..Allah, durhaka banget anak-anaknya. meninggalkan ibu dalam kepapaan bahkan tega menjual harta orang tuanya
    Nauzubillah

    ReplyDelete
  11. semoga saya tetap membahagiakan mereka (ortu saya) sampe akhir hayat mereka :')
    salam kenal :)

    ReplyDelete
  12. Ina rakhmawati, salam kenal jugaa.makasih kunjungannya semua saja, Destiany, Sie- Thi, Bunda 3R, sari widiarti yang dibikin pecel bayam saja lebih enak...

    ReplyDelete
  13. Astaghfirullah. . .
    Teganya anak2nya ya, Mba. Harusnya mensejahterakan orang tua, malah menjual apa yang dimiliki orang tua.

    Prihatin. . .

    ReplyDelete
  14. iya idah ceries...banyak prilaku durhaka yang harus dicerahkan.

    ReplyDelete
  15. Postingan ini sekaligus mengingatkan kita semua ...
    untuk selalu memperhatikan Ibu (dan juga bapak) ...

    jangan sampai karena kesibukan jadi melupakan beliau ...

    Salam saya Mbak Ida

    ReplyDelete
  16. salam kembali the Ordinary... terimakasih sudah berkunjung

    ReplyDelete
  17. astaghfirulloh,, semoga saya dijauhkan dari sifat anak durhaka.. terima kasih bu ida sudah mengingatkan melalui tulisan ini.. :)

    ReplyDelete
  18. astaghfirulloh,, semoga saya dijauhkan dari sifat anak durhaka.. terima kasih bu ida sudah mengingatkan melalui tulisan ini.. :)

    ReplyDelete
  19. makasih sudah berkunjung mrs amidy, Nunu

    ReplyDelete
  20. Semoga kita selalu bisa berbanti pada orang tua ya

    ReplyDelete
  21. amin Mama Cal-Vin, makasih kunjungannya

    ReplyDelete
  22. Salam kenal Bu :)
    Ibu ini istrinya pak Cahyadi Takriawan ya? Beliau dulu dosen Pendidikan Agama Islam sewaktu saya kuliah :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul mbak widya, salam kenal ya jumpa di dunia maya

      Delete