Tuesday, June 17, 2014

Apakah Cerai adalah Solusi Poligami?

Assalamu’alaikum....

Haloo pembaca semua, selama ini saya mengenalkan diri sebagai konselor sosial. Kedengarannya keren dan gimana gitu ya...Sebenarnya apa sih yang saya lakukan?

Hmm sebenarnya nih, saya hanya menjadi teman curhat saja. Saya berkomentar sesuai norma yang saya fahami, dan selanjutnya bola tetap di tangan pemiliknya.

Bagi yang penasaran ingin tahu, mulai edisi ini, saya akan membuka sebagian konsultasi via online. Tentu yang telah saya mintakan ijin dari yang bersangkutan. Pastinya dengan sedikit menyamarkan identitas dan lokasi kejadian.

Harapan saya, langkah dokumentasi ini membawa manfaat bagi pemilik kasus atau yang memiliki masalah serupa. Jika pengalaman pribadi ini bisa menjadi pelajaran bagi kalangan yang lebih luas, mengapa tidak?


Untuk Edisi blog saya juga akan menambah kupasan agar lebih utuh. Selamat menyimak ya.

Kisah 1.
Komunikasi pada bulan Juni 2014.


Tanya: Assalamu'alaikum wr wb.. Bu Ida yg dirahmati Allah..ada hal yg ingin saya tanyakan.. Apa yg harus saya lakukan jika suami sudah tidak membutuhkan saya lagi sebagai istri?

Beliau sudah punya istri ke 2 yang lebih bisa membahagiakannya. Kami dikaruniai dua org putri usia balita. Saya sudah tidak berarti lagi buat beliau selain sebagai ibu dari anak-anak kami. Haruskah saya minta cerai dari beliau meskipun beliau tidak mau menceraikan saya?

Mungkin memang banyak kesalahan yang sudah saya lakukan dan menyakiti beliau tanpa saya sadari. Saya sudah minta maaf dan beliau memaafkan saya. Saya memang belum siap menjalani poligami dan beliau menikah lagi tanpa sepengetahuan saya. Dua bulan kemudian baru saya dikasih tau.

Sy tau ada maksud baik dari pernikahan ke dua suami saya, tapi saya masih merasa berat. Meskipun begitu saya berangsur-angsur mulai bisa menerima takdir ini, dan alhamdulillah madu saya adalah org yang sangat baik. Selama ini memang kami hidup berjauhan. Suami di luar Jawa dan saya di Jawa.

Setelah suami menikah lagi baru saya pindah mengikuti suami. Tapi yang sangat menyakitkan bagi saya adalah bahwa suami saya sudah tidak membutuhkan saya sebagai istrinya. Saya sedih sekali bu. Mohon bantu solusinya. Jazakumullahu khoiron katsir. Wassalamu'alaikum wr wb.

Saya: Wa’alaikumussalam wr wb.  Ibu, apa indikatornya ibu menyimpulkan bahwa suami sudah tidak membutuhkan lagi? Apakah karena ibu tidak lagi mendapatkan nafkah batin?

Tanya: Beliau sendiri yang mengatakan ketika saya menanyakan hal itu. Banyak hal yang tidak atau belum bisa saya lakukan tapi madu saya bisa. Dia bisa memperlakukan  suami dengan sangat baik sementara saya mungkin blm bisa. Saya sadari saya masih banyak kekurangan.

Saya: Menurut saya, hati seseorang berubah-ubah. Demikian pula dinamika hubungan suami istri. Ibu masih bisa merubah suami dengan memulai merubah diri sendiri. Ganti kekurangan diri dengan kebaikan. Rawat diri agar cantik menarik. Perlakukan suami dengan sangat baik. Jika kita sudah baik dan suami layak untuk anda, biarlah Allah yang menyatukan kembali rumah tangga ibu.

Jika anda telah menjadi baik, dan suami tidak lagi sekufu dengan anda, maka berdoalah agar Allah berikan keputusanNya. Singkirkan dulu opsi cerai, karena jika cerai merupakan jalan keluar problem ini, Allah akan berikan jalannya. Ibu banyak ibadah dan berdoa juga ya.

Tanya: Iya bu. InsyaAllah akan saya ikhtiarkan. Sebetulnya suami saya orang yang sangat baik. Makasih banyak atas nasihatnya. Mohon doanya bu.. Jazakillah khoir

Saya: Iya mbak. Jadilah cermin yang baik untuk diri sendiri dan suami. Setiap kebaikan yang kita buat, akan kembali kepada kita juga.
Btw bolehkan dialog ini saya jadikan bahan di blog. Saya tidak sebut nama dan lokasi kota? Sebagai pembelajaran bagi yang lain. Jika tidak juga tidak apa-apa.

Tanya: InsyaAllah. Aamiin...
Silakan bu.. Semoga semakin banyak hikmah dari pengalaman saya.


Bagaimana pembaca?
Saya sering mendapati pasangan yang sedang memiliki problem, cepat untuk memikirkan kata cerai. Sering.

Terkadang menurut saya problemnya ringan, kadang memang sangat berat. Kesamaannya adalah bahwa ketika seseorang memliki problem, seolah semua pintu solusi telah tertutup dan yang terlihat hanyalah cahaya samar pintu cerai.

Dengan dialog, alhamdulillah sebagian mengerti bahwa cerai bukanlah solusi yang tepat untuk problem mereka. Karena dibalik cerai itu akan terbuka lebih banyak problem dari pada saat sebelum cerai. Seseorang yang sedang emosional, belum bisa memprediksikan itu.

Untuk kasus di atas, alhamdulillah bunda yang sedang memiliki masalah ini cepat untuk menerima saran saya. Melalui komunikasi yang terbatas, saya melihat bahwa beliau masih mencintai suaminya. Terbukti dengan walaupun suaminya telah menikah lagi, beliau mau menyusul suaminya ke luar Jawa.

Apalagi pengakuan bahwa suaminya sesungguhnya orang baik, juga madunya adalah perempuan yang baik yang memiliki banyak kelebihan. Kemudian beliau juga mengakui memiliki kekurangan. Saya melihat beliau memiliki potensi untuk mengubah diri, dan membalikkan situasi yang meresahkan ini, menjadi lebih baik.

Kepada semua saja yang sedang memiliki masalah dalam hubungan dengan sesama manusia, utamanya antara suami istri, sering saya sarankan untuk memulai dengan evaluasi diri.

Periksa hubungannya dengan Tuhan, periksa ibadahnya, periksa akhlaqnya sendiri sebelum menyalahkan orang lain. Lalu perbaiki semuanya. Selanjutnya iringi dengan doa, maka ia telah serahkan urusannya pada Allah.

Allah yang akan memantaskan jodoh untuknya. Jika suaminya yang kurang baik, maka Allah akan berikan kesadaran bagi suaminya untuk juga mengikuti kebaikan istrinya. jika suaminya yang selama ini sebenarnya baik, maka inilah kesempatan untuk istri mensejajarkan dalam kebaikan.

Namun jika terjadi ketimpangan, salah satu fihak tidak juga beranjak mengikuti kebaikan yang lainnya...maka pastilah ada jalan keluar yang tepat untuk mereka berdua.

Sementara begini dulu ya. Besok edisi dua masih tentang pengalaman menjadi istri yang dimadu. Dalam versi yang lain yang lebih seru.

Silahkan yang mau menambahkan komentar atas kasus ini.


16 comments:

  1. Bagi saya, ikatan suami istri adalah kemudahan untuk menjalani kehidupan yg lebih baik, lebih mudah, lebih indah, lebih bergairah dan segebok 'lebih' dalam menjalani kehidupan untuk tetap membuat rapor baik dihadapan Alloh, tanpa harus meleburkan diri satu sama lain. Jangan ada istilah 'pengorbanan demi kamu' ! Karena yang dilakukan adalah atas keikhlasan semata ! Jika komitmen saling 'memperbaiki' maka tidak ada kata aku lebih baik, meremehkan, menjelekkan dan sederet istilah negatif lainnya. Disini kita selalu berlomba untuk kebaikan. Jika kehidupan saling berbalas kebaikan, tentu ini akan jauh lebih baik.
    Pernikahan adalah sebagaian dari agama, jika engkau menemukan orang yg tepat.. maka akan mudah melakukan sebagaian agama yg lain. Dan jika orang yang salah... maka separuh agama yg telah engkau pegang, akan menjadi taruhan....
    Sungguh, aku ingat doaku dulu, Ya Alloh, terimakasih telah Engkau berikan orang tua yang begitu baik untukku. Dan tatkala aku menikah kelak Ya Alloh,... pilihkan jodoh yang baik, atau lebih baik lagi.... hingga tidak ada keraguan, kan kuberikan perwalianku padanya, dan yakinkan kita mampu menikmati pernikahan ini... Amin !
    Kita yang membuat ikatan kuat ini, baik dan buruk pernikahan, kitalah yg bertanggung jawab. Untuk itulah, jagalah bahasa 'rasa' dan 'peka' lah ! Menjaga sesuatu jauh lebih baik dari pada memperbaikinya ! Tetapi jika ini semua tlah terjadi, tetaplah diputuskan berdasar asas manfaat yang terbaik. Baik untuk kita berdua, orang tua kita, anak-anak kita dst. Dan tetaplah saling berlomba kebaikan & buat rapor yang lebih baik lagi.
    Cerai adalah takdir, dan itupun ujian juga meski nampak lebih berat... percayalah, laki-laki yg baik hanya pantas untuk perempuan yg baik. Dan ketika perceraian tidak dapat dihindari, semangat memperbaiki diri harus lebih kuat lagi ( tetap semangat ! ), karena akan ada kehidupan yg lebih baik jika kita menciptakannya... Wallohualam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aik...Indah sekali rangkaian katamu...menunjukkan betapa matangnya dirimu memasuki biduk rumahtangga. semoga kalian menjadi keluarga samara dunia akhirat amiin

      Delete
  2. Subhanallah, Ibu itu kuat sekali ya menerima suaminya nikah lagi. Kalau saya, saya selalu berdoa kepada Allah agar selama hidup saya tidak dimadu oleh suami saya. Saya tidak tahu bagaimana caranya ikhlas untuk hal yang satu itu.
    Selamat berjuang Bu, semoga Allah senantiasa meridhoi perjuangan ibu dalam mendapatkan hati suami.. amiiin.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. amiin...kita berdoa untuk kebaikannya dan kebaikan semua muslimah amiin

      Delete
  3. Subhanallah, kagum sama ibu itu. Berupaya konsultasi tentu karena menginginkan kebaikan ya.. dan subhanallah, nggak ada defense ketika diberikan saran saran. Semoga dimudahkan untuk bersatu kembali mengingat anaknya yang masih kecil kecil.

    ReplyDelete
    Replies
    1. amiin...kuatkanlah ya Allah maknawiyah dan tekatnya.

      Delete
  4. Terima kasih mak Ida atas sharingnya. Mengingtkan kepada saya untuk tidak egois dan menghormati suami. You'll never know what u get until it's gone...

    ReplyDelete
  5. Suaminya tega yah bilang gitu ke istrinya.
    Padahal manusia gak ada yang sempurna.

    ReplyDelete
  6. Hiks...kagum bgt sama Ibu itu..mau introspeksi dan tdk emosi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. semoga dikuatkan. memang perempuan hebat yang bisa menata emosi

      Delete
  7. Istrinya sabar yah, semoga aja diberi ketabahan

    ReplyDelete
  8. Banyak ujian dalam sebuah rumah tangga ya mak, termasuk yang dialami oleh ibu tersebut. Mudah-mudahan beliau kuat dan sabar menghadapinya, aamiin.

    ReplyDelete