Friday, October 17, 2014

Bukittinggi I Am Coming....

Bandara-dokpri

Taqdir yang membawa langkah kami hingga ke Sumbar. Satu dari dua propinsi di kawasan Sumatra yang belum pernah kukunjungi. Satunya adalah Babel. Doain ya segera bisa sampai ke pulau Lasykar Pelangi.

Di Padang memang ada beberapa seminar, namun Bukittinggi adalah tujuan pribadi. Mengunjungi besan. Seperti pernah kuceritakan baru bulan kemarin kami mendadak mantu.
Berangkat dari rumah jam 04.30, kami segera menjadi bagian hiruk pikuk bandara di pagi hari. Garuda yang membawa kami terbang tepat waktu dan cuaca cerah menampakkan keindahan Merapi Merbabu.


Saya segera terlelap karena acara packing tadi malam hingga jam 01.00 baru selesai.
Transit di Bandara Soeta juga tidak terlalu lama. Jam 08.00 kami sudah mengangkasa menuju langit Sumatra.

Saya sempat terlelap lagi hingga tidak tahu kapan pramugari membagi permen...terbangun saat hidangan keluar. Perut lapar ini segera menyambut pasta hangat dan juz jambu serta puding yang dihidangkan dengan senyum pramugari.
Setelah mengisi perut...ngantuk lagi.

Mendekati landing saya terbangun dan melihat kami sudah diatas laut. Rupanya Bandara Minangkabau terletak berdekatan dengan laut. Alhamdulillah shoft landing.

Kami segera disambut oleh uda Zulkarnain yang menyiapkan mobil innova hitam siap mengantarkan kami. Bersyukur punya banyak teman di seluruh penjuru Indonesia. Selalu dimudahkan dalam setiap kunjungan kami.

Kami berkendara menuju Bukittinggi, melewati kabupaten Pariaman, Batudatar dan Padang Panjang. Di perjalanan pemandangan sungguh menyejukkan. Banyak pepohonan menyelimuti lembah sungai dan perbukitan.

Kami sempat menyaksikan air terjun Lembah Anai yang persis terletak di kiri jalan. Beberapa pengunjung tampak berfoto dengan latar air terjun. Kami sekedar lewat saja mengejar waktu.
Sepanjang kiri jalan di sekitar lembah anai, berderet tempat wisata berupa kolam renang dan saung-saung serta wahana bermain anak yang sederhana. Uniknya tempat wisata itu bersebelahan dengan Kalayang. Begitu disebutnya sungai bening berbatu yang airnya mengalir deras.

Suasana lumayan sepi karena ini jam sekolah Jumat siang menjelang waktu sholat.
Setelahnya kami memasuki kawasan kota Padang Panjang. Di kanan-kiri jalan yang berkelok tampak taman-taman bunga yang lumayan enak dipandang mata.

Kami berencana mampir mencicipi sate Mak Syukur, namun tutup karena sudah dekat dengan waktu sholat Jumat.
Suamiku dan uda Zul menunaikan sholat Jumat di Masjid Silaing Bawah dan saya duduk sedikit kepanasan di mobil sambil menulis kisah ini. Selepas sholat kami segera menuju sate Mak Syukur.
Perut lapar saatnya mencicip sate padang....hmmm yummy. Satenya yang sungguh berbeda dengan yang pernah kami cicipi. Bahannya daging sapi. Sepertinya sudah dimasak dulu baru di tusuk. Kuahnya kuning dan kental. Sepertinya memakai tepung kanji. Dipadu dengan lontong....memuaskan lidah dan perut.

Makan sate dulu...
Kami melanjutkan perjalanan menuju kecamatan Tigo Baleh tempat tujuan silaturahmi. Bertemu besan yang rumahnya tak jauh dari masjid kuning. Naah ini foto-fotonya ...Tak lupa makan lagi dengan aneka masakan padang yang lezat. Rasanya perut penuh sampai enggak bisa bangkit.
Di depan rumah besanku ini ada masjid kuning yang cantik, jadi kami sempatkan untuk mampir dan foto-foto narsis #halah.
di rumah besan
Setelah berasa cukup silaturahmi, kami menyempatkan untuk mengunjungi ikon sejarah Bukittinggi yaitu jam gadang. Segadang apa sih bikin penasaran saja...

Ternyata memang gadang bingits. Tingginya 26m dan merupakan bangunan tertinggi pada masa dibangunnya. Konon Jam Gadang yang selesai didirikan pada tahun 1926 adalah hadiah dari Ratu Belanda untuk Rook Maker sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang kota kota Bukittinggi).

Berikut saya kutipkan dari Wikipedia:
"Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya.
 Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang."

Datuk Fauzil Adzim penjaga Menara jam gadang.-dokpri

Kami mengitari dan berfoto di luar pagar. Eh melihat seorang lelaki keluar dari pagar yang mengelilingi bangunan jam gadang. Kamipun bertanya apakah kami boleh memasuki bangunan dan naik ke atas.
"Bapak ibu dari mana?" tanya beliau.
"Dari Jogja..."
"Oh...boleh, silahkan masuk pak."

Pak Faudzil Adzim, nama dari penjaga yang cukup ramahitu, mengajak kami memasuki bangunan dan mempersilahkan untuk menaiki tangga menuju puncak tempat jam gadang bersemayam.
Heheheh...nafasku berasa akan putus saat mendaki tangga demi tangga hingga ke puncak. Maklum usia sudah hampir kepala lima...

Banyak pedagang -dokpri
Kelelahan itu terbayar dengan pemandangan indah dari puncak menara. Terpuaskan juga rasa ingin tahu kami tentang renik-renik mesin yang menggerakkan jam tersebut.
Rupanya tidak setiap pengunjung diijinkan untuk naik. Hanya dari instansi atau orang jauh saja yang diijinkan. Alhamdulillah ....kami orang jauh.

Pemandangan seputar kota Bukittinggi nampak cantik dari puncak menara. Saya sungguh jatuh hati pada atap Bagonjong yang menjulang cantik di banyak bangunan.
Puas memanjakan mata, kami turun dan berkeliling halaman seputar area Jam Gadang. Banyak pedagang aneka souvenir dan makanan menyesaki halaman. Tampak kurang rapi dan agak mengganggu keindahan.

Sebenarnya ada larangan untuk berjualan di area taman. Peraturannya dipajang dengan jelas tapi seolah tak ada yang menggubris.
Hari menjelang sore, mendung menggantung di langit Bukittinggi. Kami bersegera kembali menuju Padang untuk acara selanjutnya.

Selamat tinggal Bukittinggi, suatu saat kami akan kembali karena masih ada Ngarai Sihanouk yang belum kusambangi.




Pemandangan di dalam
Dari puncak menara-dokpri
dokpri
Lonceng buatan Jerman-dokpri


Narsis tapi enggak jelas...-dokpri
sisi lain
sis lain lagi

14 comments:

  1. sumatra barat emang asyik mak...banyak pemandangan indah....trus sate padangnya itu loh...enak....

    ReplyDelete
  2. pengen kemari tapi belum dapet kesempatan. T_T

    #BlogWalking elnienesia.blogspot.com

    ReplyDelete
  3. keren mak,,pengen sekali ke bukit tinggi,,,huhuhuhu,,kapan ya aku bisa kesana,,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya doakan segera mak dwiex. btw saya masih ingin kunjungi istana parauyung

      Delete
  4. ondeeh mandeee...kampung papakuu...huhuhuhu, kangen pengen ke sana lagii...
    semua tempat yg diceritain mak ida, aku pernah datangi juga, tapi terakhir pulang kampung udah 11 thn yg lalu...eaaa.. :'(

    ReplyDelete
    Replies
    1. waw ondeee mandee semoga bisa segera pulang mudik mak...

      Delete
  5. Replies
    1. aku enggak sempat motret karena gerimis dan mendung. ...

      Delete
  6. Ibu... asyiknya.... jalan-jalan mulu.....:)

    ReplyDelete
  7. wahhh keren bu ustadzah..smga saya juga bisa nyamoe jam Gadang dah aamiin Ya Rabb aamin ^-^.9

    ReplyDelete