Tuesday, November 18, 2014

Episode Sulit Sekolah

Cintaku 

Setelah long week end tanpa Revo, terkadang ada insiden dimana Revo mogok sekolah
“Kangen Umi...aku sayang Umi...” pelukan erat dan alasan maut yang kadang membuatku luluh, gantian memeluk dan menciumnya. Saya pun tak tega untuk menolak permintaannya ‘sekolah di rumah’ pada hari Selasa. Itu yang terjadi kemarin-kemarin.


Kali ini saya coba pendekatan lain.
Ahad malam saya sudah menelpon dari Manokwari memotivasi untuk sekolah pada hari Senin.
“ Halo poo...”
“Halo Mi...”
“Umi kangen nih peluk sini muach...muach...Umi gelitikin...”
“Ha..ha...ha...Umi ngapain....!” teriaknya kegirangan dari seberang.
“Umi kangen Po...Po kangen Umi kah?”
“Kangeennn....ha..ha...ha” ia masih tergelak-gelak.
“Besok sekolah ya....kan Po hebat dan keren...”
“Enggak mau...kan enggak ada Umi....Umi pergi aku enggak diajak” tawanya terhenti.

“Wee..entar kalau Revo rajin sekolah, hari Jumat umi ajak pergi naik kereta api nengok mas Amar...” Mas Amar itu kakak ke 3 yang kuliah di Malang. Revo sangat sayang pada kakaknya.
“Aku mau sekolah kalau naik kereta apinya langsung hari Selasa...enggak hari Jumat...!”
Waduuh harus putar otak cepat nih sebelum melantur...

“Po yang penting Senin sekolah. Nanti malamnya Umi pulang, kita bicarain kapan ke Malangnya...”
“Pokoknya harus langsung hari Selasa...”

Waah negosiasinya alot juga.
“Okee...Selasa Umi cari tiket ya....ntar kalau enggak dapat sedapatnya ya....”
“Ya...” katanya surut.
“Oke deal...?”
“Deal....!”
“Besok bangun pagi, nurut sama kak Ja...sekolah ya...Umi peluk sini muach...muach....”
Dari seberang terdengar tawanya diiringi teriakan sudah...sudah...

Senin malam jam 8 saya tiba di rumah. Di gang dekat rumah berpapasan dengan si nomer 2 yang akan berangkat ke Bandung. Kami berhenti dulu untuk menyapa Dija. Anak gadisku ini mudik Jumat- Senin hanya demi menemani Revo agar tidak kesepian dan mengisi harinya dengan benar.
Saya melongok ke mobil menyapa putriku dan ternyata Revo ikut mengantar ke stasiun.
“Po ikut Umi pulang atau antar kak Ja...?”
“Aku mau ke stasiun....Umi kangen ya sama aku...?”tanyanya sambil senyum-senyum.
“Iya dong...sampai ketemu nanti” kami berpelukan dan dadah-dadah.

Pulang dari stasiun, Revo sudah terlelap. Saya menggendongnya ke kamar, dan ia sedikit terbangun lalu tidur lagi.

Selasa pagi kurancang sebaik-baiknya. Aktivitas masak sarapan kuselesaikan jam 05.30. Setelahnya saya berusaha membangunkan Revo.

Saya memeluk-meluk, memijit dan membisikkan berbagai kata cinta. Revo terbangun dengan senyum manis.
“Pilihannya, pipis wudhu sholat, apa makan dulu, apa mandi dulu, apa....?” saya membuat penawaran. Revo duduk tegak dengan wajah cerah.
“Kita kan mau naik kereta api ke Malang...!”

Hadeuh...pagi-pagi sudah ingat dengan perjanjian. Jadi ibu enggak boleh bohong, maka saya tersenyum senang.
“Hore...Umi juga senang kalau sekarang menengok mas Amar...tapi...”
“Kenapa Mi...?”
“Abi belum dapat tiket...kan tidak bisa mendadak...jadi nanti Abi cari tiket ya...sekarang Revo sekolah ...kalau nanti dapat jadwalnya Jumat, tidak apa-apa kan...? Yang penting kita  pergi bareng-bareng...horee...!”
Kalimat terakhir kulagukan dengan seceria mungkin untuk menjadi penekanan...dan mempan!  Alhamdulillah.

“Hore...hore...” kata Revo terpengaruh. Kami berpelukan dengan gembira.
“ Hari ini Umi mau sekolah sama Revo...” kataku.
“Umi mau ngantar sama nungguin? Sampai selesai?”
“Enggak sampai selesai, sampai Revo bilang Umi pulang saja...” kataku.
“Aku maunya renangnya ditungguin...” waah negosiasi baru.
“Umi jemput saja ya...Umi jemput di kolam renang...trus kita beli makanan enaak...” Revo sepakat. Alhamdulillah.

Revo sarapan tanpa rewel, mandi  dan sholat shubuh kesiangan juga nurut saja.
Saat sarapan, setiap suap saya memeluk dan menciumnya. Wajahnya nampak bahagia.
Demikian pula setelah mandi, pakai baju, berangkat sekolah, saya banyak mengelus dan memeluknya. Dasarnya memang kangen sama bungsuku.

Sampai di halaman sekolah:
“Umi pulang saja...aku enggak mau ditungguin...!” katanya sambil menjauh dariku.
“Umi  cuma mau ngumpulin ini ke ustadzah...”saya mengacungkan dua map work sheet yang seharusnya dikumpulkan pada hari Senin, tapi ia lupa mengeluarkan dari tas.
“ Mana aku saja yang ngumpulin...dadah Mi...” Revo memintanya dan bergegas lari menuju kelas.

Alhamdulillah, saya memandanginya dengan gembira. Ia telah berbaur bersama teman-teman dan tak lagi menginginkan saya menunggui.

Saya berlalu diam-diam setelah bersalaman dengan ustadzah dan sempat mengintip aktivitasnya di dalam kelas. Revo bersama kelompoknya tengah membaca Ummi jilid 3 dengan penuh semangat.

Setitik air bening menetes di sudut mataku. Alhamdulillah ya Allah....kutitipkan putraku padaMu. Perjuangan masih panjang.....

Udah ah curhatnya...ini saatnya menjemput ke kolam renang.


16 comments:

  1. curhatnya keren Mak Ida... kelembutan hatimu sudah pernah kurasakan dulu saat di Jakarta mak, lup yu puuuulllll :*

    ReplyDelete
    Replies
    1. sayang sekali aku belum pernah dekat secara langsung sama mbak ida ya cuma ada dalam satu ruangan yang sama aja :)

      Delete
  2. wah, memang kalau jauh dari anak memang kangen..

    ReplyDelete
  3. berhadapan dengan anak harus banyak tarik ulurnya, ya, Mak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mak Myra, enggak boleh salah, enggak boleh bohong tapi gmana caranya bisa mengendalikan...hehe saya banyak belajar dari mak Myra

      Delete
  4. Subhanallah...terimakasih sharingnya Bu Ida.
    Salam Ukhwah dari Utrecht.

    wassalaam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam ukhuwah. makasih sudah berkunjung...duuh jauh banget ya

      Delete
  5. Mamak, aku iri banget dengan kelembutan dirimu.
    jadi pengen meluk :*

    ReplyDelete
  6. Replies
    1. iya mak, aku terakhir meneteskan air mata menuliskan ini

      Delete
  7. Semua anak kecil tu mang paling ga bisa dijanjiin ya mbak... pasti mereka fa kan lupa dan terus nagih sebelum janji ditepati..
    Harus byk belajar nih dr mbak Ida biar bisa jd ibu yg sabar ;)

    ReplyDelete