Sakit
Conan juga sesak nafas gambar dari sini |
Mengejutkan bahwa putraku mulai sesak nafas setibanya di
bandara Soeta, Jakarta. Saat itu kupikir hanya karena kelelahan yang menumpuk.
Sungguh aku tak berfikir ada sebab yang lain.
Setelah beristirahat beberapa hari, pada hari Senin, ia
mengenakan seragam sekolah, mengambil sarapan di dapur dan berkata padaku:
“Umi, bagaimana jika aku pindah Sekolah?”
“Pindah kemana Mas? Kenapa tiba-tiba kamu ingin pindah?”
“Anggap saja aku mendapat pencerahan saat berumrah, jadi aku
pengin dapat pelajaran agama yang lebih banyak...” ia menyebutkan nama sekolah
tempat ia ingin pindah.
“Mengapa tidak dulu-dulu waktu kamu masuk, bukannya sejak
awal Umi menyarankan mengambil sekolah ini?” Kenyataannya saat pendaftaran siswa
baru, ia memang mendaftar dan diterima, tapi godaan masuk sekolah negeri
favorit rupanya lebih kuat.
“Aku baru menyadari sekarang bahwa apa yang Umi katakan itu
benar...”
Hmm kalau sudah demikian bagaimana lagi.
“Oke, Umi beri kamu waktu beberapa hari untuk mempertimbangkan,
jika sudah bulat tekatmu, Umi akan tindak lanjuti. Karena mas, jika Umi sudah
melangkah, maka tak bisa surut lagi dan kamu tak akan bisa masuk ke sekolahmu
sekarang ini lagi”
Ia mengiyakan dan berangkat ke sekolah. Kubawakan beberapa
oleh-oleh haji untuk guru dan teman-temannya. Sekolah anakku termasuk sekolah
favorit. Tidak sembarang anak yang bisa masuk, tentu juga tidak mudah
melepaskan murid yang ingin pindah dengan alasan bukan karena pindah kota.
Tidak sampai jam 10.00 Wib. Anakku sudah pulang dan mengatakan
bahwa ia tak kuat sekolah. Kulihat ia mengalami sesak nafas yang cukup parah.
Maka saya segera memberikan obat sesak baik yang minum maupun semprot. Esok
pagi saya menelepon sekolah untuk meminta ijin, ia tak masuk sekolah sampai
pulih kembali. Esok malamnya saya membawanya ke RS, karena ia sudah membutuhkan
nebulasi. Kami pulang kembali dengan membawa obat.
Hingga pekan depannya, barulah anakku sepertinya siap
sekolah. Hari Senin ia mulai lagi berseragam dan menenteng tas. Namun jam 9
sudah pulang dan mengatakan tak kuat sekolah. Melihat kondisi demikian, saya
mulai berfikir, jangan-jangan ia sesak nafas karena keinginannya pindah sekolah
belum saya turuti. Malam hari saya ajak dia berdialog dan memutuskan bahwa esok
hari, saya akan menembusi sekolah swasta, dimana banyak teman-teman SMPnya yang
juga bersekolah di situ. SMA yang dulu putraku pernah keterima di sekolah itu.
Alhamdulillah, Kepala sekolahnya sangat wellcome dan mempersilahkan anak saya masuk kapan saja dengan membawa
surat pindah dan rapor. Beliau telah mengenal anak saya dan percaya bahwa anak
saya termasuk anak yang cerdas dan baik.
Esoknya saya pergi ke sekolah SMA Negeri tempat anakku
bersekolah. Saya hendak menemui wali kelas, namun ibu Wali kelas sedang ijin
tidak masuk, sehingga saya kembali pada hari Jumat, sebagaimana yang disarankan
oleh guru piket. Saya juga tidak bisa menemui Kasek karena beliau sedang
mengikuti penataran selama beberapa hari. Pada hari Jumat saya diharapkan bisa kembali
ke sekolah untuk bertemu dengan bapak Kasek yang sudah selesai dari mengikuti penataran.
Sementara itu, keadaan anak saya tidak bertambah baik, jadi
saya membawanya ke RS lain yang lebih besar pada hari Kamis. Di RS ini dulu
saat ia SMP pernah ditangani salah seorang dokter spesialis jantung senior dan
tidak kambuh selama 2 tahun. Sayangnya dokter tersebut tidak praktek pada hari
itu dan digantikan oleh dokter lain yang lebih muda. Terlanjur menunggu dan
menempuh jarak lumayan jauh, saya tetap memeriksakan anak pada dokter muda itu.
Kami pulang membawa obat jalan.
Pada hari Jumat, saya menemui bapak Kasek, ternyata bapak
Kasek tidak ada, demikian pula ibu Wali kelas juga sedang tugas keluar. Kami
ditemui oleh bapak Wakasek. Kami serahkan surat permohonan pindah. Bapak Wakasek
memberikan beberapa saran dan mohon pada hari Senin kami menemui bapak Kasek.
Sementara itu hingga hari Senin, anakku tak kunjung membaik.
Jadi kami memikirkan untuk mencari referensi dokter paru-paru yang paling
terkenal di kota kami. Kami mendapat kabar bahwa dokter ini praktek di sebuah
RS besar yang berbiaya mahal. Demi kebaikan anak, sayapun booking untuk periksa
pada hari Selasa.
Untuk proses pindah sekolah, hari Senin itu kami berhasil
bertemu dengan ibu Wali kelas dan bapak Kasek. Beliau keberatan dengan alasan kepindahan
anakku “Untuk mendapat pelajaran agama yang lebih banyak”.
Menurut pak Kasek, sekolah ini sudah berbasis agama bahkan
menjadi pilot projek di tingkat kota. Beliau juga menyayangkan karena putraku
tergolong anak yang aktif dan nilai akademisnya termasuk baik. Jadi mentah lagi
karena kami justru diminta untuk membujuk anak kami agar tidak pindah. Hmm.
Bisa kumengerti ini menyangkut kondite sekolah saat memberi surat pindah siswa
yang tidak bermasalah. Pindah dalam satu kota yang sama.
Acara berobat pindah dokter dan pindah RS berjalan baik.
Dokter ini memang canggih dan peralatan juga lengkap. Anakku mendapat
serangkaian uji yang menyebabkan aku harus merogoh kocek lebih dari satu juta
untuk satu kali periksa. Itu membuatku berfikir strategi lain. Tetap dengan
dokter tersebut namun di tempat praktek yang berbeda. Setelah mengejar
informasi, maka pada kontrol minggu berikutnya, kami bisa kontrol di tempat
lain dengan dokter yang sama dan data-data lab yang sudah ada.
Adapun hasil pembicaraan dengan sekolah saya sampaikan pada
anakku dan dia hanya diam saja.
“Kalau kamu tetap lebih mantap pindah, Umi akan mengikuti
kemauan kamu, yang penting kamu sembuh dulu, nanti kita temui bapak Kasekmu itu
bersama-sama untuk memintakan ijin pindah”. Anakku mengiyakan.
Sepekan setelah berpindah dokter, anakku nampak membaik. Dan
kubujuk ia untuk berangkat sekolah.
Apakah ia mau berangkat sekolah?
(Bersambung
ke bag 3)
wow,efeknya sampai begitu ya mbk,,dulu saya seringggg banget nemuin anak2 korban bulliying *saya waktu itu masih ngajar jd guru BK*..entah yang badnnya dimasukin ke tong sampah, dibilang anak autis,dll....ada yang memilih diam, karena anaknya cenderung pendiam dan takut, ada juga yang nurut aja dan bilang ke temannya..efeknyapun beda2,salah satunya coret2 pensil ditangan sampai berdarah *hickz*, sangking tertekannya sama pelaku bulliying...semoga putranya baik2 ya mbk :D
ReplyDeletepenasaran selanjutnya,, ^^
hihi tungguu mak
DeleteHuhuhu...masih bersambung # tambah kepo, penasaran
ReplyDeleteAnakku jg sudah menginjak remaja, dan cenderung pendiam. Khawatir jadi korban bullying :(
waskat mak, waspadai setiap perubahan prilaku dan kesehatan anak
Deletemakin penasaran saya, Mbak. Tapi, saya baru tau kalau ada sekolah yang mempersulit kepindahan anak murid. Bukankah itu termasuk hak, ya?
ReplyDeleteitulah yang terjadi mak...
Deletemau lanjut bacanya.... *penasaran* :)
ReplyDeleteyuuk
DeleteLanjuut Maak
ReplyDelete..