Saturday, October 5, 2013

SESSI FOTO YANG DRAMATIS

 
 Sesi Foto yang Dramatis

Mengantar anak ke arena jelajah dunia yang digelar di JEC, saya merasa wahana ini kurang mementingkan aspek edukasi. Justru aspek entertain dan bisnis yang mengemuka. Edukasi hanya tempelan saja.


Tiket masuk Rp. 15.000 perkepala dan diberi gelang pengenal. Gelang ini berlaku 5 hari untuk keluar masuk arena pameran, selama gelang tidak sobek atau rusak. (Hmm, memangnya tidak boleh cuci tangan, wudhu atau mandi selama lima hari...)

Melewati lorong yang dibuat mirip pesawat, didalamnya disambut seorang perempuan berkostum pramugari. Dan seorang awak menunggu di pintu keluar pesawat yang merupakan pintu masuk arena jelajah dunia.

Ada 14 kawasan yang disajikan untuk kita kunjungi dan meminta stempel kunjungan. Jika terkumpul 14 stempel lengkap di buku paspor yang dibagikan, maka akan dapat ditukar dengan suvenir. Kami tidak berminat mengkoleksi stempel lantaran antriannya berjubel. Kami tak tahan dengan suara hingar-bingar musik pengiring, bersaing dengan suara dari beberapa stand yang menggunakan audio. Terasa tidak nyaman di telinga campur aduk dengan riuhnya pengunjung. 

Setelah berkeliling melihat-lihat, saya dan Revo terhenti pada robot model transformer Bumble Bee . Kami kagum pada pembuatan model robot ini. Sungguh hebat perancangnya, lantaran hanya terbuat dari kardus. Maka, ketika Revo meminta untuk berfoto dengan kostum robot, saya mengijinkan, sekalipun harus merogoh kocek Rp. 30.000 dan mengantri. Peristiwa mengantri inilah yang ingin saya tuturkan.

Kami harus menunggu tiga anak kecil yang telah mengantri duluan. Anak pertama adalah anak yang telah cukup besar, sekitar kelas 2 SD. Proses memakai kostum dan pemotretan berjalan dengan baik. Anak kedua masih terlalu kecil, sekitar usia 4 tahun. Saat itu ia diantar oleh mamanya dan kakaknya yang kira-kira berusia 10 tahun. 

Saat gilirannya tiba, anak ini sedang asyik bertandang ke stand di seberang, sehingga harus dibujuk untuk melakukan sesi pemotretan. Rupanya ia belum puas di stand tetangga, jadi agak ngambek ketika dipakaikan kostum. Bentuk ngambeknya sungguh istemewa. Anak ini hanya diam mematung tanpa ekspresi.

Lantas, saat diminta berdiri di depan model robot bumble Bee, ia mematung sambil menunduk. Akibatnya helm yang kebesaran menutupi seluruh wajahnya. Tukang potret dan mamanya capek membujuk untuk ia mau menengadah dan sedikit berekspresi, namun ia tak bergeming. Setelah sepuluh menit yang menegangkan, anak ini tidak mau lagi difoto. Ia minggir dan mulai mematung lagi. 

Mamanya terlanjur jengkel dan mengancamnya.
“Kalau kamu seperti itu, lain kali mama tidak mau mengajakmu. Tidak mau menuruti kamu...”
Si anak kecil masih mematung dan menunduk. Mamanya masih mengomel dengan geram. Saya dan beberapa ibu lain yang berada di dekatnya, merasa tidak enak. Sepertinya belum pernah saya mengomeli anakku di depan umum.
“Kalau kamu tetap begitu, mama tinggal pergi. Ayo kak, kita tinggal pergi saja....” 
Mamanya pergi menggandeng sang kakak. Mereka berlalu beberapa jauh, ke stand sebelah lalu berbalik hendak memperhatikan reaksi anaknya.

Saya tengah berjongkok untuk mengambil foto robot, persis pada posisi sebelah anak itu. Kuperhatikan ia seolah tidak mendengar apapun. Ia tetap mematung dan menunduk, masih dengan kostum robotnya. Helmnya menutupi seluruh wajahnya. Dari samping saya mengintip ekspresinya. Ternyata ia tak menangis diperlakukan demikian oleh orang tuanya.

Ia hanya tercenung saja. Merasakan kesendiriannya yang dingin, saya jatuh kasihan.
“Halo adik...” saya menyapa lirih. Ia melirik dari balik helmnya. Lalu kembali lagi menunduk. 

“ Apakah ia menangis?” tanya beberapa ibu yang ikut mengerubungi dengan nada agak cemas. 
“ Tidak bu,” jawabku.

Rupanya Mama sang anak memperhatikan anaknya menjadi pusat perhatian, ia datang kembali dan mengambil anaknya.
‘”Kalau kamu tidak mau foto, ya sudah, tidak apa-apa. Ayo bajunya dilepas, kita pulang...”
Ekspresinya sudah lebih datar. Mungkin emosinya sudah reda, atau ia malu dengan situasi itu, saya tak tahu persisnya. Namun si anak ini gantian melepaskan emosinya dengan melempar beberapa bagian kostum robot yang dilepaskan dari tubuhnya. Blar, blar gludag! Membuat kami terkejut.

Merekapun berlalu.

Ternyata saya hampir melewatkan tontonan berikutnya.
Kali ini seorang anak yang besarnya kurang lebih sama dengan anak yang ngambek tadi.
Ia bahkan tak mau memakai helm kostumnya yang berwarna biru. Ayah dan ibunya sedikit memaksa, dan ia melempar kembali helmnya. Bahkan, kemudian ia menolak di foto. Akhirnya sang ayah menggendong anak berkostum itu, berfoto di depan robot Bumble Bee, sambil menangis, tentu saja anaknya yang menangis. 

Adapun ayahnya, nampak ekspresi jengkel dan malu dari raut wajahnya. Entahlah apa yang akan menjadi kenangan mereka atas foto penuh ekspresi itu nantinya.
Orang-orang yang ramai mengantri sessi foto, berkomentar :
“Itu yang pengin foto bapaknya kali!"

Revo tersenyum-senyum saja melihat semua itu.Ia sangat antusias untuk berkostum dan berfoto, jadi iapun rela mengantri dan menikmati semua drama itu.
Hingga saat gilirannya tiba, Revo berfoto dengan bangga.

===

Kini saat melihat hasil foto Revo, saya terus teringat dengan sesi foto itu. Kadang kita susah menduga kesenangan anak. Orang tua mengira apa yang disukainya disukai anak, Ternyata tidak sepenuhnya begitu.

Dan betapa ada orang tua yang lalai untuk menjaga martabat anak dan tentu martabatnyanya sendiri, dihadapan orang lain. Seenaknya saja orang tua memarahi anak hanya lantaran tidak mau berfoto dengan robot. Lebih sayang ia kehilangan uang Rp.30.000 dari pada kesehatan jiwa di anak. Sudah terlanjur bayar kok tidak jadi foto, jadi dimarahilah sang anak, hmm!

Semoga kita lebih bersabar untuk meneliti sikap kita kepada anak dalam situasi apapun. Di depan orang banyak ataupun hanya saat berdua dengan anak. Karena bagi anak, semua itu akan terekam sebagai rekam jejak kasih sayang orang tuanya. Ia akan menilai orang tuanya dan yang lebih mengkhawatirkan sikap yang tidak tepat akan mempengaruhi jiwa anak. Bisa jadi pula pula akan ditiru oleh anak.

Ya Allah, jadikan kami orang tua yang sabar dalam membersamai anak dalam setiap fasenya, bimbinglah kami untuk memahami jiwa anak dan berilah selalu kami petunjuk untuk menjadi orang tua yang baik. 

Orang tua dunia akhirat.

Ida Nur Laila.

Note. Saat iyu usia Revo sekitar 5 tahun.

2 comments:

  1. kalau menghadapi anak yang suka ngambek di keramaian gimana ya bun?
    Biasanya karena time zone (game) atau jajan makanan ga sehat.
    Suka malu kalau kebetulan pergi bareng ponakan yg masih kecil2, ga bisa anteng dan susah dibilangin. hehe

    ReplyDelete
  2. Mbak anitaa, salam kenal...iya memang kalau bawa anak lebih dari satu, apalagi belum terkondisi, kadang susah diatur hehe. Lain kali sebelum pergi ada prolog dulu, sampaikan aturan main pergi bareng. Ntar setelah negosiasi sukses apa yang boleh dan tidak boleh, termasuk jajanan apa saja yang boleh dan jumlah berapa...maka baru deh pergi rame-rame...
    Lah kalau dah di tempat masis terjadi eror...nah pandainya kita mencari kata yang tepat untuk membujuk. jangan butek dulu n jangan emosi. Keep calm, keep smile tapi tegas gas...selamat mencoba.

    ReplyDelete